SURAU.CO – Syekh Hamzah Fansuri merupakan figur sentral dalam sejarah intelektual dan sastra Nusantara. Publik mengenalnya sebagai seorang ulama sufi sekaligus penyair ulung. Ia mendedikasikan hidupnya untuk dakwah dan sastra. Sebagian besar karyanya berisi syair-syair tentang perjalanan spiritual (sufistik). Karya-karyanya juga menyiratkan rasa cinta yang mendalam kepada Allah SWT. Hingga kini, para sejarawan terus mengkaji jejak kehidupannya yang penuh inspirasi.
Asal-Usul dan Perjalanan Hidup
Tidak ada catatan pasti mengenai tanggal kelahiran Syekh Hamzah Fansuri. Namun, para sejarawan memperkirakan ia lahir sekitar abad ke-16 M atau tahun 1500-an. Tempat kelahirannya adalah kota Barus yang bersejarah. Barus merupakan kota pelabuhan kecil yang ramai di pesisir barat Sumatera. Lokasinya berada di antara Singkil (Aceh) dan Sibolga (Sumatera Utara). Para pedagang Arab pada masa itu menyebut kota Barus sebagai Fansur. Nama Fansur inilah yang kemudian melekat menjadi nama belakangnya, “Fansuri”.
Pada suatu masa, Syekh Hamzah Fansuri merantau ke pusat peradaban Islam saat itu. Ia menuju Kerajaan Aceh Darussalam untuk menyebarkan ajaran agama. Di sana, pengaruhnya tumbuh pesat. Ia tidak hanya aktif berdakwah kepada masyarakat. Ia juga menjadi orang kepercayaan dan pendamping Sultan Iskandar Muda. Perannya sangat penting dalam memimpin Kerajaan Aceh Darussalam. Setelah mengabdikan hidupnya, ia wafat sekitar tahun 1607 M. Makamnya kini berada di desa Oboh, Kota Subulussalam, Aceh.
Ajaran Tasawuf dan Paham Wujudiyah
Syekh Hamzah Fansuri memiliki pemahaman tasawuf yang khas dan mendalam. Ajarannya sering disejajarkan dengan pemahaman Syekh Siti Jenar. Keduanya menganut paham wahdatul wujud, atau yang dikenal juga sebagai wujudiyah. Paham ini mengajarkan tentang kesatuan wujud antara hamba dengan Sang Pencipta. Baginya, semua yang ada di alam semesta adalah manifestasi dari keberadaan Tuhan.
Selain itu, ia merupakan pengikut setia Tarekat Qadiriyah. Tarekat ini didirikan oleh ulama besar, Syekh Abdul Qodir Al Jaelani. Pemahaman tasawuf Syekh Hamzah Fansuri tergambar jelas dalam setiap karya-karyanya. Syair-syairnya menjadi media untuk mengekspresikan cinta ilahi dan perjalanan spiritual menuju Tuhan.
Karya Sastra yang Menginspirasi
Warisan terbesar Syekh Hamzah Fansuri terletak pada karya sastranya. Ia menghasilkan banyak syair yang menjadi rujukan hingga kini. Beberapa karyanya yang sangat terkenal antara lain Hikayat Burung Pingai, Syair Ikan Tongko, dan Syair Dagang. Ada pula Syair Perahu, Syair Pungguk, serta Syair Sidang Fakir.
Syair Perahu menjadi salah satu karyanya yang paling ikonik. Dalam syair ini, ia menggunakan metafora perahu untuk menggambarkan kehidupan manusia. Perjalanan perahu di lautan adalah simbol perjalanan jiwa menuju Allah. Berikut adalah salah satu bait terkenalnya:
Wujud Allah nama perahunya
Ilmu Allah akan dayungnya
Iman Allah nama kemudinya
Yakin akan Allah nama tawangnya
Bait ini menunjukkan bagaimana ilmu, iman, dan keyakinan menjadi perangkat utama bagi seorang hamba untuk mengarungi kehidupan dan kembali kepada Tuhannya.
Warisan dan Pengaruhnya di Dunia Sastra
Karya-karya Syekh Hamzah Fansuri secara signifikan memperkaya khazanah sastra Indonesia. Pengaruhnya terasa begitu kuat hingga zaman modern. Tidak sedikit sastrawan kontemporer yang belajar dan mengambil inspirasi dari tulisan-tulisannya. Karena kontribusinya yang luar biasa, ia mendapatkan gelar kehormatan sebagai Bapak Bahasa dan Sastra Melayu.
Ia berperan besar dalam mengangkat derajat bahasa Melayu. Ia membuktikan bahwa bahasa Melayu mampu menjadi medium untuk gagasan filsafat dan tasawuf yang rumit. Selain itu, ia juga berkontribusi dalam pembangunan ilmu mantiq (ilmu logika) di Nusantara. Dapat dikatakan, pemikiran-pemikiran cemerlangnya menjadi fondasi penting bagi perkembangan pemikiran Islam di kawasan ini.
Kitab-Kitab Karyanya
Selain syair, Syekh Hamzah Fansuri juga menulis beberapa kitab penting dalam bentuk prosa. Kitab-kitab ini membahas secara mendalam berbagai aspek ajaran Islam. Berikut adalah beberapa kitab karyanya yang terkenal:
- Ruba’i Hamzah al-Fansuri: Berisi kumpulan syair empat baris yang sarat makna.
- Al-Muntahi: Sebuah kitab yang fokus membahas seluk-beluk ilmu tasawuf.
- Asrar al-‘Arifin: Kitab ini membahas masalah-masalah tauhid dan tarekat secara mendalam.
- Syarabul Asyiqin wa Zinat al-Muwahidin: Kitab yang mengupas tuntas tentang filsafat, syariat, hakikat, makrifat, dan tarekat.
Melalui karya-karyanya, Syekh Hamzah Fansuri tetap hidup. Ia adalah seorang ulama, filsuf, penyair, dan penasihat negara yang warisannya terus mengalir hingga hari ini. (Tri)