Sosok
Beranda » Berita » Fariduddin Attar : Si Penyebar Wangi, Penulis Musyawarah Burung

Fariduddin Attar : Si Penyebar Wangi, Penulis Musyawarah Burung

Fariduddin Attar ( Foto : Wikipedia )

Fariduddin Attar adalah nama julukan dari salah seorang penyair sufi yang cukup terkenal. Julukan lainnya adalah Si Penyebar Wangi.   Nama lengkapnya adalah Fariduddin Abu Hamid Muhammad bin Ibrahim.

Perjalanan Hidup

Fariduddin Attar lahir pada tahun 1120 Masehi di Desa Kerken kota Nishapur, Iran., pada masa pemerintahan Sultan Sanjar. Farududdin Attar terlahir dari keluarga yang menekuni perdagangan obat-obatan. Keluarga Attar memang dikenal sebagai ahli di bidang perdagangan dan kesehatan. Khusunya obat-obatan tradisional. Attar adalah nama julukan yang diberikan kepadanya dimasa mudanya.  Attar sendiri berarti ahli kimia atau peramu minyak wangi. Masa mudanya dilalui dengan mengelola toko obat.

Ketika Attar mulai memasuki masa tuanya, hidupnya berubah karena dialog singkat dengan seorang fakir miskin di tokonya. Attar mulai melakukan pengembaraan ke berbagai negeri untuk belajar ilmu tasawuf. Attar mengembara ke negara-negara di kawasan Timur Tengah, Asia Tengah, dan Asia Selatan..Attar mengembara selama 39 tahun. Attar mulai belajar ilmu tasawuf dari Syekh Setelah mengakhiri pengembaraan, Attar kembali ke Nishapur. Attar tinggal di Nishapur hingga akhir hayatnya.

Attar Attar wafat pada tahun 1230 Masehi. Konon kabarnya kematiannya karena di bunuh oleh prajurit Jengis Khan.  Attar dimakamkan di sebuah komplek pemakaman di Nishapur. Makamnya berada di taman yang ada di area tengah komplek pemakaman. Makamnya memiliki kubah yang berwarna biru langit. Kubah ini dihiasi oleh kaligrafi dan mozaik bergaya khas Persia.

Ahmad Tohari: Jejak Sastrawan Besar yang Diselamatkan Gus Dur

 Karya Fenomenal

Setelah melakukan pengembaraan yang panjang, Attar kembali ke Nishapur untuk memberi pengajaran  kepada orang-orang di kota itu. Pengajarannya disampaikan dalam bentuk cerita yang ditulis dalam buku-buku yang dibuatnya. Beberapa karyanya yang terkenal adalah Tadzkiratul AwliyaIlah NamehAsrar Nameh, Musibat Nameh, dan Mantiqut Thair.

 

Manthiq al-Thair merupakan sebuah karya sastra yang fenomenal. Kitab tersebut secara harfiah mengisahkan tentang puluhan burung yang bersatu padu dalam menempuh satu tujuan.

Bagaimanapun, sebagaimana karangan para salik, karya tersebut dapat dimaknai lebih dalam. Menurut Prof Abdul Hadi WM, guru besar Universitas Paramadina Jakarta yang juga banyak menerjemahkan kitab-kitab para sastrawan-sufi Persia, Manthiq al-Thair mencerminkan pengalaman spiritual yang dilalui Attar dalam mencari hakikat hidup.

Tarekat Malamatiyah, Tarekat yang Tersembunyi

Dalam Sastra Sufi: Sebuah Antologi (1985), Abdul Hadi menjelaskan, cerita Musyawarah Burung—demikian terjemahan karya itu dalam bahasa Indonesia—melukiskan rihlah kesufian yang dijalani Fariduddin Attar. Kitab tersebut mengisahkan perjalanan sekawanan burung untuk menemukan pemimpin.

Ini adalah kisah penuh hikmah, yakni sebanyak 30 ekor burung melakukan perjalanan untuk menjumpai burung simorgh. Untuk sampai ke lokasi tempat sang legenda berada, Gunung Kaf, mereka dipimpin burung hudhud yang bijaksana. Setelah melalui fase ketujuh, yaitu Lembah Kefakiran dan Kefanaan, para burung tersebut menemukan bahwa simorgh tak lain adalah hakikat diri mereka sendiri.

Ketika burung-burung itu mencapai akhir perjalanan panjang, tampak di depan mata mereka puncak Gunung Kaf bersinar amat terang. Semuanya terpukau menyaksikan pemandangan indah tersebut. Kaki-kaki mereka seakan membeku. Mata mereka tak berkedip menatap apa yang disangkanya sebagai kepala burung simorgh.

Akan tetapi, lama kelamaan mereka mengumpulkan nyali untuk mendekat. Semakin dekat, tampaklah dalam pandangannya apa yang semula disangkanya sebagai sumber cahaya.

Perlahan-lahan, mereka dapat melihat bayangan mereka sendiri di situ.

Kisah Syekh Junaid yang Belajar Keyakinan dari Tukang Cukur

Akhirnya, ke-30 burung tersebut menyadari bahwa pendar cahaya dari tubuh simorgh adalah cahaya mereka sendiri. Itulah cahaya yang telah lama mereka cari. Ternyata, selama ini telah menyertai, yakni di dalam hati mereka.

Banyak mitologi yang menyebutkan phoenix (feniks) sebagai burung api yang melambangkan kesucian. Berbagai terjemahan bahasa Inggris atas Manthiq al-Thair juga menyepadankan simorgh sebagai burung feniks. Bagaimanapun, gambaran yang paling tepat tentu berasal dari bahasa Persia, sebagai bahasa yang dipakai Attar untuk menulis bukunya.

Dalam bahasa Persia, simorgh merupakan perpaduan dari dua kata, yakni si yang berarti ‘tiga-puluh’ dan morgh ‘burung’. Jadi, burung feniks atau sang legenda yang dicari-cari adalah “30 burung”.

Dengan perkataan lain, pada akhirnya simorgh dan para pencarinya adalah satu. Ini semacam penjabaran tentang konsep wahdatul wujud. Dalam dunia tasawuf, menurut Prof Nasaruddin Umar dalam artikel “Tentang Wahdatul Wujud” (2014), konsep tersebut seakan-akan menjadi sebuah istilah untuk merangkum berbagai bentuk perjumpaan atau rasa penyatuan Tuhan dengan makhluk, khususnya manusia.

 Attar bermaksud dengan kisahnya itu untuk menunjukkan tahapan-tahapan sufistik. Seorang salik akan selalu merindukan perjumpaan dengan Tuhan.

Prof Abdul Hadi WM dalam Sastra Sufi: Sebuah Antologi (1985) mengatakan, Attar bermaksud dengan kisahnya itu untuk menunjukkan tahapan-tahapan sufistik. Seorang salik akan selalu merindukan perjumpaan dengan Tuhan.

Namun, upaya itu memerlukan tekad untuk tidak lagi terbelenggu oleh perkara-perkara duniawi. Seorang hamba tidak merasa hal-hal materiil sebagai tolok ukur kemuliaan. Justru, yang didambakannya adalah kefakiran, yang menjadi jalan keikhlasan untuk dapat berjumpa dengan Sang Kekasih.

“Kemudian ajal datang dan segala yang kau miliki lenyap, tenggelam. Sehabis itu kau jadi debu jalanan. Berkali-kali seseorang itu fana; tapi bila orang berhasil mengetahui rahasia-rahasia kehidupan yang hakiki, akhirnya ia akan menerima kebakaan, dan akan mendapatkan kehormatan dalam keadaan hina,” tulis Attar, seperti diterjemahkan Abdul Hadi. ( Tri /dari berbagai sumber )

 


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement