SURAU.CO – Generasi Z (Gen-Z) kini berhadapan dengan tantangan zaman yang kompleks. Arus globalisasi membawa beragam nilai yang tak semuanya positif. Di tengah kondisi ini, sebuah tradisi luhur perlu dihidupkan kembali. Tradisi tersebut adalah menulis, sebuah warisan intelektual para ulama.
Sastrawan Marwanto menegaskan hal tersebut kepada Surau.co di sela-sela menjadi narasumber bimbingan teknis “Kepenulisan Berbasis Konten Budaya Lokal” pada Kamis (19/6/2025). Acara ini diselenggarakan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Kulon Progo.
Menurutnya, menulis adalah fondasi yang membentuk peradaban. Ia mengajak kita untuk mengembangkan tradisi ulama bagi Gen-Z secara masif. Aktivitas menulis bukan sekadar merangkai kata. Lebih dari itu, ia adalah cara untuk melestarikan gagasan dan membangun karakter.
“Perkembangan peradaban manusia tak lepas dari tradisi menulis yang dilakukan para ulama di zaman Nabi, yang kemudian dilanjutkan para ilmuan di era modern,” jelas Marwanto, sastrawan yang mengawali karirnya dengan mendirikan Komunitas Lumbung Aksara di tahun 2006 bersama para penulis di Kulon Progo.
Akar Tradisi Menulis dalam Sejarah Islam
Mrwanto, yang pernah memimpin Lesbumi PCNU Kulon Progo, menguraikan lebih dalam. Ia menyebut menulis sebagai salah satu tradisi tertua dalam peradaban Islam. Sejarah telah mencatatnya dengan sangat jelas. Tradisi ini bermula langsung pada masa kenabian.
Saat itu, Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT. Para sahabat dengan sigap mencatat setiap ayat suci tersebut. Mereka menggunakan media yang sangat sederhana. Pelepah kurma, tulang belulang unta, hingga lempengan batu menjadi saksi bisu lahirnya tradisi intelektual ini. Inilah cikal bakal kodifikasi Al-Qur’an dan ribuan kitab keilmuan lainnya. Tradisi ini kemudian dilanjutkan dari generasi ke generasi. Para ulama menjadi garda terdepan dalam menjaga warisan ilmu melalui karya-karya tulis mereka.
Menulis untuk Semua: Ajakan Inklusif bagi Gen-Z
Meski berakar kuat dari sejarah Islam, Marwanto menekankan bahwa tradisi menulis bersifat universal. Ia mengajak semua pihak untuk mengajarkan dan mengembangkan kebiasaan ini pada generasi muda. Menurutnya, manfaat menulis melampaui sekat-sekat agama.
“Sebagai tradisi yang paling tua, menulis perlu diajarkan dan dikembangkan pada gen-Z. Ya, pada gen-Z semua agama. Tidak hanya bagi anak muda yang beragama Islam. Karena aktivitas menulis itu inklusif sifatnya,” tegas Marwanto. Sastrawan peraih juara pertama lomba cipta puisi nasional Pekan Literasi Bank Indonesia 2020 ini melihat menulis sebagai alat pemersatu. Ia menjadi ruang ekspresi, berpikir kritis, dan berbagi gagasan untuk seluruh anak bangsa.
Menggali Kearifan Lokal sebagai Benteng Karakter
Lalu, apa yang sebaiknya ditulis oleh Gen-Z? Marwanto menawarkan sebuah tema yang sangat relevan. Ia mendorong generasi muda untuk mengangkat budaya dan kearifan lokal. Hal ini menjadi penting karena banyak generasi muda mulai merasa asing dengan warisan budayanya sendiri.
Nilai-nilai luhur dari kearifan lokal adalah bekal berharga. Ia dapat menjadi filter dalam menghadapi serbuan nilai-nilai global. Tidak semua budaya asing cocok untuk diterapkan dalam konteks kehidupan lokal. Dengan menulis tentang budaya sendiri, Gen-Z dapat lebih memahami, menghargai, dan pada akhirnya, memperkuat jati dirinya.
Inisiatif Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Perpuda) Kulon Progo pun mendapat apresiasi tinggi. Kegiatan bimbingan teknis ini dinilai sebagai langkah konkret dan strategis.
“Jadi patut kita apresiasi kegiatan yang diselenggarakan oleh Perpuda Kulon Progo ini. Harapannya gen-Z tidak kehilangan jati diri, masih bisa membangun karakter dan tidak larut secara membabi buta pada nilai-nilai global,” ujar sastrawan yang juga pernah menjabat Wakil Ketua Dewan Kebudayaan Kulon Progo tersebut.
Lahirnya Karya dari Bengkel Kepenulisan
Kegiatan bimtek “Kepenulisan Berbasis Konten Budaya Lokal” itu sendiri berjalan intensif. Pelaksanaannya dibagi dalam tiga tahap, yaitu pada awal April, awal Mei, dan ditutup pada 19 Juni. Proses ini memastikan para peserta mendapatkan pendampingan yang maksimal.
Pada hari terakhir, sebanyak 60 peserta telah menyelesaikan karya tulis mereka. Setiap tulisan telah melalui proses revisi setelah mendapat ulasan dari narasumber. Sebagai puncaknya, seluruh karya tersebut akan dibukukan. Proyek penerbitan buku ini merupakan hasil kerja sama antara Dinas Perpustakaan Kulon Progo dengan Perpusnas Press. Ini adalah bukti nyata bahwa tradisi ulama bagi Gen-Z tidak hanya menjadi wacana, tetapi sudah menghasilkan karya nyata