Menggugah Nalar Islam Progresif di Tengah Tradisionalisme
Surau.co – Ulil Abshar Abdalla, yang akrab disapa Gus Ulil, terus mencuri perhatian komunitas Nahdlatul Ulama (NU) dan kalangan pesantren. Ia membawa semangat baru dalam memahami ajaran Islam melalui pendekatan yang progresif dan inklusif.
Kini, Gus Ulil memimpin sebagai Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk periode 2024–2027. Ia tidak hanya fokus pada kepemimpinan organisasi, tetapi juga aktif menyebarkan ilmu dan dakwah melalui forum kajian serta media sosial. Ia secara rutin mengkaji Ihya Ulumuddin, karya monumental Imam Al-Ghazali yang mendalami spiritualitas dan tasawuf Islam.
Kecintaan pada Imam Al-Ghazali dan Lahirnya Ghazalia College
Gus Ulil menjadikan kekagumannya terhadap Imam Al-Ghazali sebagai pijakan utama dalam merumuskan pandangan keislamannya. Baginya, Al-Ghazali memainkan peran penting dalam membentuk peradaban Islam yang tetap relevan hingga kini.
Atas dasar itu, Gus Ulil mendirikan Ghazalia College, sebuah lembaga pendidikan yang berfokus pada pengembangan pemikiran tasawuf dan filsafat Islam dengan pendekatan progresif.
Menelusuri Jejak Pendidikan dan Kehidupan Gus Ulil
Gus Ulil lahir di Pati, Jawa Tengah, pada 11 Januari 1967. Ia besar di lingkungan pesantren karena ayahnya, Abdullah Rifa’i, merupakan kiai yang memimpin Pesantren Mansajul Ulum.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Madrasah Mathali’ul Falah, Kajen, Pati, ia melanjutkan studi ke LIPIA Jakarta dan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan ke Amerika Serikat dan berhasil meraih gelar magister dari Universitas Boston serta doktor dari Universitas Harvard. Dengan latar belakang ini, Gus Ulil tumbuh sebagai pemikir Islam kontemporer yang memiliki cakrawala luas.
Membawa Islam Liberal ke Panggung Diskusi Publik
Sebagai pendiri Jaringan Islam Liberal (JIL), Gus Ulil membuka ruang diskusi yang membahas isu-isu seperti pluralisme dan kebebasan beragama—tema yang sebelumnya jarang disentuh dalam forum-forum keislaman.
Selain itu, ia pernah menjabat sebagai Ketua Lakpesdam PBNU dan menjadi peneliti di Institut Studi Arus Informasi (ISAI) Jakarta. Dalam berbagai forum, ia terus mengusung nilai-nilai hak asasi manusia dan demokrasi sebagai bagian dari interpretasi Islam yang kontekstual dan manusiawi.
Dari Dunia Politik ke Ranah Edukasi Spiritual
Gus Ulil sempat terjun ke dunia politik melalui Partai Demokrat dan memegang posisi sebagai Ketua Divisi Pengembangan Strategi dan Kebijakan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ia memilih mundur dari panggung politik dan kembali fokus pada pengajaran serta dakwah.
Ia kini lebih banyak membimbing masyarakat dalam memahami ajaran agama melalui pendekatan yang spiritual, reflektif, dan rasional.
Menjawab Kontroversi dengan Konsistensi
Pemikiran Gus Ulil sering kali menimbulkan polemik. Pada 2003, beberapa ulama mengeluarkan fatwa keras setelah ia menerbitkan artikel berjudul “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam” di harian Kompas. Bahkan, pada 2011, ia menjadi target serangan bom surat, bukti bahwa wacana yang ia usung mengundang resistensi.
Namun, Gus Ulil tidak gentar. Ia tetap menolak diskriminasi terhadap kelompok minoritas seperti Ahmadiyah, dan terus mengedepankan dialog antaragama serta pembaruan Islam yang tetap menghargai akar tradisinya.
Menyambung Tradisi dan Modernitas dalam Islam
Gus Ulil kini tampil sebagai jembatan antara pemikiran Islam tradisional dan modern. Ia mengajak umat untuk memahami agama secara terbuka, inklusif, dan berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Melalui Ghazalia College dan berbagai forum intelektual, Gus Ulil mendorong generasi muda agar menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semua, tanpa mencabut akarnya dari warisan ulama terdahulu.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.