Politik
Beranda » Berita » Banyak yang Menolak, Tapi Orang Tua Ini Buktikan Efektivitas Program Karakter Militer Dedi Mulyadi di Barak

Banyak yang Menolak, Tapi Orang Tua Ini Buktikan Efektivitas Program Karakter Militer Dedi Mulyadi di Barak

Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi menangis saat memeluk sejumlah siswa peserta program pendidikan berkarakter usai melaksanakan upacara Hari Kebangkitan Nasional di Gedung Sate
Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi menangis saat memeluk sejumlah siswa peserta program pendidikan berkarakter usai melaksanakan upacara Hari Kebangkitan Nasional di Gedung Sate. Photo: Kompas.com

SURAU.COSebuah pertanyaan menggelitik mengemuka di tengah masyarakat, khususnya di Jawa Barat: “Benarkah siswa bisa berubah hanya dalam waktu dua minggu?” Pertanyaan ini mencuat seiring sorotan terhadap program Karakter Militer Dedi Mulyadi, yang digagas oleh tokoh tersebut. Program ini bertujuan untuk membentuk karakter siswa, terutama mereka yang dianggap memerlukan intervensi lebih dalam hal kedisiplinan dan tanggung jawab. Namun, seberapa efektifkah metode yang diusung Dedi Mulyadi ini, dan apakah perubahan yang terjadi bersifat permanen?

Kesaksian Perubahan dari Orang Tua: Kisah MA yang Menginspirasi

Cantika (33), salah satu orang tua siswa peserta program Karakter Militer Dedi Mulyadi, menjadi saksi hidup bagaimana intervensi singkat dapat membawa dampak signifikan. Ditemui Kompas.com di kediamannya, Cantika tak dapat menyembunyikan rasa haru dan bangganya terhadap transformasi putranya, MA (14). Sebelum mengikuti program, MA, siswa kelas 7 SMP, menunjukkan perilaku yang lazim ditemui pada remaja seusianya: kurang disiplin, sulit bangun pagi, dan ketergantungan tinggi pada gawai.

“Alhamdulillah perubahannya sangat luar biasa, sekarang anaknya bisa bangun sendiri tanpa harus dibangunin,” kata Cantika saat ditemui di rumahnya di Purwakarta, Jumat (23/5/2025), sebagaimana dikutip dari Kompas.com. MA adalah satu dari 38 siswa yang menjalani pendidikan karakter di Resimen Artileri Medan 1 Sthira Yudha, Batalyon Artileri Medan 9, Purwakarta. Program intensif ini berlangsung dari 1 Mei hingga Minggu (18/5/2025).

Perubahan pada MA tidak hanya sebatas bangun pagi. Rutinitas hariannya kini jauh lebih terstruktur dan positif. MA bangun pukul 04.00 WIB, segera mandi, dan bergegas ke masjid untuk menunaikan sholat subuh. Pukul 05.30 WIB, ia telah siap di sekolah, bahkan mengemban tugas sebagai petugas SGS dan duta kedisiplinan. “Dia jadi petugas SGS. Jadi duta kedisiplinan sekolah juga,” ujar Cantika dengan nada bangga.

Transformasi ini juga merambah pada kebiasaan malam hari. MA kini tidur pukul 21.00 WIB tanpa perlu diingatkan. Yang paling melegakan bagi Cantika adalah perubahan drastis terkait penggunaan ponsel. “Udah terlepas dari HP, agak terlepas, sekarang udah jarang. Kalau sekarang seperlunya aja,” ungkapnya, merujuk pada kebiasaan lama MA yang sangat lekat dengan gawai untuk bermain game dan media sosial.

Kemenag Rancang Pedoman Perpustakaan Masjid, Wujudkan Literasi Inklusif untuk Umat

Lebih lanjut, Cantika menuturkan bahwa MA justru merasa rindu dengan suasana di barak. “Kemarin juga dia bikin status kangen masuk lagi ke barak. Dia beberapa kali nanya-nanya terus sama gurunya, kapan kita ke barak lagi, pengen nginep,” tutur Cantika, menirukan antusiasme putranya. Menurutnya, suasana pelatihan yang suportif dan pelatih yang ramah menjadi faktor kunci yang membuat MA merasa nyaman dan termotivasi.

Pentingnya Pendidikan Karakter dan Perdebatan Metode Disiplin Ala Militer

Kisah MA memberikan secercah harapan mengenai efektivitas program disiplin siswa yang digagas ini. Pendidikan karakter itu sendiri memegang peranan krusial dalam perkembangan remaja. Pada usia SMP, anak-anak mulai menghadapi banyak perubahan dan tekanan, sehingga pendidikan karakter menjadi elemen penting untuk menyiapkan mereka menjadi individu berintegritas (Labschool Ciracas, 2024). Pendidikan karakter bertujuan membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki akhlak mulia, tanggung jawab, dan disiplin (Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 2023).

Namun, metode dalam program Karakter Militer Dedi Mulyadi ini juga menuai perdebatan. Psikolog anak dan remaja dari PION Clinician, Madasaina Putri, M.Psi, mengingatkan bahwa pendekatan keras dan penuh tekanan seperti di barak militer kurang tepat jika diterapkan secara seragam, mengingat latar belakang dan profil kepribadian remaja yang berbeda-beda (Liputan6.com, 2025). Dosen Psikologi UGM, Novi Poespita Candra, juga menyatakan bahwa program militer bagi anak bermasalah dapat menyebabkan trauma karena culture shock, dan kedisiplinan yang ditanamkan dikhawatirkan tidak bertahan lama karena berbasis pendekatan behavioristik (hadiah dan hukuman) bukan kesadaran diri (NU Online, 2025). Pendekatan behavioristik ini, menurut Novi, hanya mampu mengelola gejala, bukan akar masalah, dan untuk membangun sistem kepercayaan yang kuat, diperlukan dialog serta kegiatan sosial untuk menumbuhkan empati (Katadata, 2025).

Di sisi lain, Novi Poespita Candra juga melihat sisi positif bahwa lingkungan barak yang terstruktur dengan aturan jelas secara psikologis dapat memberi rasa aman dan arah bagi remaja yang terbiasa dengan lingkungan tidak stabil (NU Online, 2025). Pendidikan barak militer dinilai mampu membentuk ketahanan mental dan emosi, melatih mental tangguh, disiplin, dan kemampuan menghadapi tekanan secara terkontrol.

Mekanisme di Balik Potensi Perubahan: Struktur dan Pengawasan

Keberhasilan jangka pendek program Karakter Militer Dedi Mulyadi seperti yang dialami MA kemungkinan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, penerapan disiplin yang ketat dan konsisten. Jadwal harian yang terstruktur menanamkan kebiasaan baru. Kedua, minimnya distraksi, terutama dari gawai. Ketiga, adanya figur otoritas yang tegas.

Mengenal Apa Itu Olahraga Freediving

Baca juga: Saat Warga Jakarta Timur Lebih Pilih Dedi Mulyadi daripada Pramono Anung dalam Tangani Tawuran

Namun, tantangan utama adalah keberlanjutan perubahan. Seperti yang diungkapkan dalam sebuah penelitian mengenai efektivitas program pendidikan karakter, meskipun kesadaran dapat meningkat, penerapan dalam kehidupan sehari-hari masih menghadapi hambatan tanpa layanan konseling berkelanjutan dan program tindak lanjut yang konsisten (Jurnal FKIP Universitas Mulawarman, 2025). Dedi Mulyadi sendiri menjelaskan bahwa kriteria siswa yang mengikuti program ini adalah mereka yang sudah mengarah ke tindakan kriminal dan orang tuanya tidak lagi sanggup mendidik (Liputan6.com, 2025).

Tantangan dan Keberlanjutan Perubahan Pasca Barak

Penting untuk melihat program semacam ini secara komprehensif. Salah satu tantangan utama, seperti yang disoroti berbagai pihak, adalah keberlanjutan perubahan perilaku setelah siswa kembali ke lingkungan semula. Tanpa dukungan dan pemantauan berkelanjutan dari keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial, ada risiko siswa kembali ke kebiasaan lama. Dalam kasus MA, pihak sekolah bersama Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) serta Dinas Sosial (Dinsos) Purwakarta terus melakukan pemantauan. “Misalnya saat shalat, difoto dan dikirim ke guru MA. Oleh gurunya dikirim ke Dinsos dan Disdik,” jelas Cantika. Langkah ini krusial untuk memastikan bahwa nilai-nilai yang telah ditanamkan selama dua pekan di barak terus dipraktikkan.

Penelitian mengenai evaluasi efektivitas pendidikan berbasis karakter menekankan pentingnya strategi pembelajaran langsung, integrasi nilai dalam kurikulum, program ekstrakurikuler, dan pembentukan budaya sekolah yang konsisten (Perspektif Agama dan Identitas, 2024). Lebih lanjut, tantangan implementasi pendidikan karakter secara umum mencakup definisi nilai yang relevan, pelatihan guru, dan tekanan kurikulum akademis. Keberhasilan jangka panjang membutuhkan upaya berkelanjutan untuk membentuk generasi dengan nilai moral kuat.

Langkah Awal yang Membutuhkan Pendampingan Komprehensif

Kembali pada pertanyaan awal, bisakah siswa berubah dalam dua minggu melalui inisiatif Karakter Militer Dedi Mulyadi? Kisah MA menunjukkan bahwa perubahan signifikan dalam hal disiplin dan kemandirian memang mungkin terjadi dalam jangka pendek. Program intensif dengan lingkungan terkontrol ini bisa menjadi pemicu awal transformasi positif, sejalan dengan visi Dedi Mulyadi untuk pembinaan generasi muda di Jawa Barat.

Menggali Makna Sabar

Namun, dua minggu hanyalah permulaan. Sebagaimana pandangan para ahli, pendekatan ini sebaiknya dilihat sebagai pelengkap, bukan pengganti sistem pendidikan karakter yang lebih humanistik dan berkelanjutan (NU Online, 2025). Keberhasilan jangka panjang sangat bergantung pada konsistensi penerapan nilai-nilai tersebut di kehidupan sehari-hari, yang membutuhkan sinergi antara siswa, keluarga, sekolah, dan instansi terkait, serta pendampingan psikologis profesional. Program ini bisa menjadi salah satu alternatif intervensi, namun evaluasi dampak jangka panjang dan pendekatan yang lebih personal dan humanis tetap menjadi kunci untuk pembentukan karakter yang sesungguhnya. (KAN)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement