SURAU.CO – Lanskap demokrasi Indonesia yang dinamis menghadirkan figur-figur dengan rekam jejak yang menonjol. Ukuran keberhasilan mereka bukan semata pencapaian posisi formal, melainkan dedikasi berkelanjutan pada esensi demokrasi. Mochammad Afifuddin adalah salah satu figur tersebut. Kini, ia mengemban amanah sebagai Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). Kisahnya lebih dari sekadar narasi birokratis. Ini adalah epik perjalanan seorang anak bangsa dari Sidoarjo, Jawa Timur, lahir pada 1 Februari 1980 dari keluarga sederhana. Ia tumbuh menjadi pengawal demokrasi yang gigih. Perjalanannya, dari aktivis mahasiswa vokal hingga memimpin lembaga krusial seperti KPU, menawarkan inspirasi bagi generasi muda. Idealisme yang dirawat dan diperjuangkan konsisten dapat membawa perubahan. Hal ini juga dapat mengukir kontribusi nyata bagi bangsa. Denyut nadi aktivismenya kini berdetak hingga ke jantung penyelenggaraan demokrasi Indonesia.
Akar Perjuangan: Aktivisme Mahasiswa, Kawah Candradimuka Demokrasi
Mochammad Afifuddin mulai mengasah semangatnya memperjuangkan nilai-nilai demokrasi di bangku kuliah. Ia adalah mahasiswa Jurusan Tafsir Hadits di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan lulus pada 2004. Afifuddin tidak hanya mengejar ilmu di kelas, tetapi juga terjun langsung dalam pergerakan. Ia memimpin sebagai Presiden Mahasiswa (BEM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2000–2001. Ia juga aktif di Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Masa-masa ini membentuk karakter kepemimpinan dan kepekaannya terhadap isu publik. Salah satu ujian idealismenya datang saat transisi IAIN menjadi UIN. “Saat terjadi transisi dari IAIN menjadi UIN, banyak teman-teman yang meludahi dan melempari saya pakai sepatu,” kenang Afifuddin. Ia dianggap menyetujui perubahan tersebut. Baginya, visi kemajuan almamater dan akses pendidikan lebih luas merupakan prinsip demokrasi. Prinsip ini harus ia perjuangkan, meski menghadapi tantangan. Keyakinan inilah yang menjadi bekalnya. Ia melanjutkan studi Magister Ilmu Komunikasi di Universitas Indonesia, lulus pada 2007, dengan fokus komunikasi politik. Ini memperdalam pemahamannya tentang bagaimana orang mengkomunikasikan dan memperjuangkan demokrasi.
Menapaki Jalan Pengabdian: Dari Relawan Pemilu hingga Arsitek Pengawasan
Afifuddin telah lama mencintai proses elektoral yang adil dan partisipatif. Jauh sebelum dikenal di kancah nasional, ia memulai keterlibatannya dari level paling mendasar. Ia menjadi relawan pemantau di Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Pemilu 1999. Pengalaman ini memberinya perspektif akar rumput tentang vitalnya pengawasan demi tegaknya kedaulatan rakyat.
Selepas dari UIN, ia melanjutkan pengabdiannya pada isu demokrasi di Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia (PPSDM) UIN. Ia fokus pada program Islam dan Demokrasi. Langkah konkretnya dalam dunia kepemiluan semakin mantap. Ia bergabung dengan Sekretariat Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR). Di JPPR, ia tidak hanya menjadi bagian, tetapi tumbuh bersama lembaga tersebut. Ia mulai dari Manajer Riset (2009-2011) hingga mencapai posisi Koordinator Nasional JPPR (2013-2015). Dedikasinya juga tercermin dalam perannya sebagai dewan pengarah JPPR hingga 2017. Ia juga menjadi Program Advisor untuk General Election Network for Disability Access pada 2015. Ini menggarisbawahi komitmennya pada pemilu yang inklusif. Ia juga menyalurkan semangat berbagi ilmunya sebagai dosen tidak tetap di Jurusan Ilmu Politik UIN Jakarta (2015-2017).
Mengawal Integritas Pemilu: Kiprah di Bawaslu dan Puncak Amanah di KPU
Rekam jejak panjang sebagai aktivis dan pemantau pemilu berintegritas mengantarkan Mochammad Afifuddin ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu RI) periode 2017–2022. Sebagai Anggota Bawaslu, Afifuddin membidangi Divisi Pengawasan dan Hubungan Antarlembaga. Ia berada di garda terdepan dalam memastikan pemilu berjalan sesuai koridor hukum dan etika. Inisiatif seperti Indeks Kerawanan Pemilu menjadi salah satu kontribusinya. Ia juga melakukan pengawasan tahapan yang ketat dan upaya sosialisasi masif untuk mencegah pelanggaran. Hal ini juga meningkatkan kualitas demokrasi. Ia juga sempat mengemban tugas sebagai Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ex officio dari unsur Bawaslu RI (2020-2022). Peran ini menuntut ketegasan dan keteladanan.
Pada April 2022, Mochammad Afifuddin melanjutkan pengabdiannya sebagai Anggota KPU RI periode 2022-2027. Di sini, KPU mempercayainya sebagai Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan, serta Wakil Ketua Divisi Data dan Informasi. Ini menunjukkan kedalaman kompetensinya. Puncak dari perjalanan panjang ini tiba pada 4 Juli 2024. Ia ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPU RI. Kemudian, pada 28 Juli 2024, ia resmi ditetapkan sebagai Ketua KPU RI. Penunjukan ini bukan sekadar akhir perjalanan. Ini adalah awal tanggung jawab lebih besar untuk memastikan setiap suara rakyat bermakna dalam bingkai demokrasi.
Warisan Intelektual dan Visi Demokrasi Partisipatif
Sebagai seorang pemikir, Mochammad Afifuddin tidak hanya bekerja dalam praktik kepemiluan. Ia juga menuangkan gagasan-gagasannya melalui tulisan. Karya-karyanya seperti “Membangun Demokrasi dari Bawah” (PPSDM UIN-TAF, 2007) dan “Bersama Masyarakat Memantau Pemilu 2009” (JPPR TIFA, 2009) menjadi bukti. Begitu pula “Mengawasi (Pilkada) Masa Pandemi: Catatan Perjalanan, Inovasi, dan Kolaborasi” (PT. Quantum Media Aksara, 2021) dan “Keadilan Pemilu” (PT. Rajagrafindo Persada Rajawali Pers, 2022). Semua ini menunjukkan kontribusi intelektualnya bagi pengembangan diskursus demokrasi dan kepemiluan di Indonesia.
Afifuddin kerap menekankan bahwa “peningkatan inovasi dan kolaborasi merupakan modal untuk menuju Pemilu 2024 yang lebih demokratis dan berintegritas.” Visinya adalah mewujudkan pemilu yang tidak hanya prosedural, tetapi juga substansial. Pemilu harus efektif, efisien, dan terutama aksesibel bagi seluruh lapisan masyarakat. Baginya, regulasi kepemiluan harus selaras dengan mandat konstitusi dan semangat partisipasi publik.
Dalam sebuah momen reflektif di almamaternya, UIN Jakarta, Afifuddin pernah berpesan kepada para wisudawan. Pesan ini relevan bagi anak muda di mana pun: “Alumni UIN bisa jadi apa aja. Ada pepatah Arab mengatakan jangan tanya bagaimana caranya, jalani aja.” Pesan ini, ditambah penekanannya pada konsistensi (istiqomah), mencerminkan perjalanannya sendiri.
Kisah Mochammad Afifuddin menunjukkan bagaimana idealisme yang dipupuk sejak muda dapat membawa seseorang pada peran sentral. Idealisme itu ditempa melalui berbagai tantangan aktivisme dan diasah melalui pengalaman praktis. Perannya kini adalah menjaga pilar demokrasi. Lebih dari sekadar jabatan, perjalanannya adalah manifestasi komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi yang substansial. Ini adalah inspirasi bahwa anak muda dengan semangat dan integritas dapat turut membentuk masa depan Indonesia yang lebih demokratis.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.