CM Corner
Beranda » Berita » Demokrasi Deliberatif dalam Pilkada Serentak

Demokrasi Deliberatif dalam Pilkada Serentak

Demokrasi Deliberatif dalam Pilkada Serentak

Oleh : Masykurudin Hafidz,
Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)

SURAU.CO Sepuluh tahun sudah kita menyelenggarakan Pilkada. Kini saatnya kita meningkatkan seleksi kepemimpinan tingkat lokal menjadi lebih substansial, dengan mewujudkan demokrasi deliberatif dalam Pilkada serentak. Sejak tahun 2005, proses seleksi kepemimpinan di tingkat daerah terus mengalami kemajuan dengan segala tantangannya. Penyelenggaraan Pilkada relatif berjalan damai dan memberikan kesempatan bagi warga untuk memilih kepala daerah secara langsung, meskipun masih menyisakan persoalan yang memerlukan perbaikan di berbagai segi.

Jaminan hak pilih masih terkendala oleh kualitas data kependudukan yang kurang valid dan mutakhir. Proses seleksi pasangan calon juga masih berputar-putar di kalangan elite partai tingkat pusat. Selain itu, penggunaan isu Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan (SARA) dalam kampanye dengan kepentingan jangka pendek masih marak. Pelayanan petugas yang kurang nyaman pada pemilih saat pemungutan suara hingga proses rekapitulasi yang seringkali memunculkan gugatan juga menjadi catatan penting (JPPR, 2014). Tantangan utama proses penyelenggaraan Pilkada selama ini adalah minimnya ruang komunikasi antara partai politik dan warga masyarakat, terutama dalam merumuskan dan menentukan calon pemimpin daerah.

Mengubah Cara Pandang: Dari Elitis menjadi Populis

Menghadapi Pilkada serentak, upaya mewujudkan penyelenggaraan seleksi kepala daerah yang lebih demokratis menjadi harapan kita bersama. Keberhasilan kita mengusung Pilkada agar tetap terlaksana secara langsung juga perlu kita sertai dengan tanggung jawab untuk memastikannya berjalan semakin berkualitas. Sejatinya, pemilik inti demokrasi negeri ini adalah warga masyarakat. Makna mendalam “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” dalam demokrasi berarti menempatkan pemilih sebagai pihak utama pada proses penyelenggaraan pemerintah daerah. Pilkada seharusnya menjadi pintu masuk dalam menjaga kedaulatan pemilih dan mengawal akuntabilitas kebijakan daerah.

Dengan perspektif ini, maka kita harus mengubah basis penyelenggaraan seleksi kepemimpinan daerah dari yang bersifat elitis menjadi populis. Kehendak-kehendak individual warga masyarakat harus menjadi wadah aspirasi yang partai politik pertimbangkan sebagai kehendak bersama. Sehingga, apa yang selama ini beredar dalam perbincangan warga di pos kamling, balai pertemuan, pasar, kelompok arisan, forum pengajian, hingga di media sosial seharusnya menjadi titik pijak dalam mengusahakan proses demokratisasi yang populis. Forum-forum perbincangan warga yang ringan, lahiriah, dan berlangsung alami ini merupakan suara-suara yang bebas tanpa dominasi. Apapun latar belakangnya, setiap warga masyarakat dapat secara mandiri, bebas, dan setara menyampaikan pendapat serta keinginannya.

DPR Kaji Putusan MK Sebagai Babak Baru Pemilu Nasional dan Daerah Terpisah

Mewujudkan Praktik Demokrasi Deliberatif dalam Pilkada

Inilah sesungguhnya modal besar untuk mengawali pelaksanaan Pilkada sebagai wujud legitimasi rakyat yang sebenarnya. Komunikasi terbuka dalam forum warga seharusnya menjadi sarana untuk mendiskusikan persoalan daerah bersama para calon pemimpinnya. Dalam konteks ini, penyelenggara Pemilu dan Partai Politik haruslah menjadi fasilitator dalam melayani warga untuk menentukan siapa yang akan mereka pilih menjadi petugas rakyat.

Bagi KPU, suara publik ini menjadi bahan materi untuk membuat kebijakan dan menjaga ‎pemilih agar semakin cerdas serta rasional. Di sisi lain, KPU juga perlu menyusun metode agar strategi penyampaian materi sosialisasi Pilkada dapat warga nikmati sepanjang tahapan berlangsung. Dan bagi partai politik, aspirasi dari forum-forum warga ini tidak hanya penting dalam penyusunan visi, misi, dan program sebagai syarat pencalonan. Hal ini juga berkaitan dengan aspek elektabilitas pasangan calon itu sendiri. Semakin partai politik memerhatikan kehendak publik secara intensif, maka semakin tinggi elektabilitas calonnya untuk terpilih.

Sudah saatnya kita menjadikan Pilkada serentak sebagai bagian dari perbincangan publik yang bebas dominasi. Setiap warga masyarakat dapat mempertimbangkan dan mendiskusikan persoalan bersama di tingkat lokal secara mudah dalam lingkungan yang demokratis. Demokrasi deliberatif dalam Pilkada serentak akan menjadi nyata apabila KPU menjadikan perbincangan publik sebagai salah satu dasar dalam menyusun tema dan strategi pendidikan pemilih. Partai politik juga harus membuka ruang yang luas terhadap aspirasi publik, sekaligus membuka interaksi seintensif mungkin dengan warga. Strategi ini akan membantu warga lebih bertanggung jawab terhadap pilihannya dan kritis melakukan koreksi terhadap calon terpilih nantinya. Pada akhirnya, meningkatkan kualitas demokrasi lokal adalah tanggung jawab kita bersama.

× Advertisement
× Advertisement