Rasa syukur menawarkan cara untuk merangkul hidup kita secara utuh.
Lebih dari sekadar perasaan senang, rasa syukur adalah kemampuan untuk menyadari dan menghargai bagian-bagian hidup yang berjalan dengan baik. Ini menuntut kemauan untuk memperluas perhatian kita, agar kita dapat melihat lebih banyak kebaikan yang sesungguhnya telah kita terima. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami ilmu di balik rasa syukur.
Temuan Ilmiah Tentang Syukur
Dalam dua dekade terakhir, berbagai penelitian di bidang ilmu sosial menunjukkan bahwa rasa syukur memiliki manfaat yang terukur untuk hampir setiap aspek kehidupan. Rasa syukur berkontribusi besar terhadap kesejahteraan individu, kesehatan fisik, dan hubungan sosial. Begitu pentingnya, Greater Good Science Center di University of California, Berkeley—pusat riset terkemuka dalam kesejahteraan sosial dan emosional—menyebut rasa syukur sebagai “lem sosial” yang membantu membangun dan mempertahankan hubungan yang kuat.
Rasa syukur membantu kita menyadari bahwa pencapaian dan keberadaan kita saat ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan orang lain.
Otak dan Rasa Syukur
Robert Emmons, profesor psikologi dari University of California, Davis, adalah salah satu pakar terkemuka dalam studi ilmiah tentang rasa syukur. Ia mendefinisikan rasa syukur sebagai memiliki dua komponen utama. Pertama, penegasan atas kebaikan—di mana seseorang belajar menyadari dan menghargai hal-hal baik yang terjadi dalam hidupnya. Kedua, pengakuan bahwa sumber kebaikan tersebut berasal dari luar diri sendiri—baik dari orang lain, kekuatan yang lebih tinggi, takdir, atau alam semesta.
Rasa syukur lebih dari sekadar perasaan senang sesaat. Penelitian terhadap intervensi rasa syukur, seperti menulis surat terima kasih atau jurnal syukur, menunjukkan manfaat signifikan terhadap kesehatan mental, kepuasan hidup, dan harga diri.
Sains dan Kebahagiaan
Dalam sebuah studi yang melibatkan hampir 300 orang dewasa yang sedang menjalani konseling di kampus, satu kelompok diminta menulis surat syukur setiap minggu selama tiga minggu. Hasilnya, kelompok ini menunjukkan peningkatan kesehatan mental yang jauh lebih baik dibanding kelompok kontrol, bahkan hingga 12 minggu setelah intervensi berakhir.
Latihan sederhana lain seperti mencatat “Tiga Hal Baik” setiap hari dan mengidentifikasi penyebabnya, juga terbukti efektif. Studi menunjukkan bahwa peserta merasa lebih bahagia dan kurang depresi hingga enam bulan setelah latihan berakhir.
Memperkuat Ingatan Positif
Mengapa praktik syukur bisa begitu efektif? Karena manusia cenderung lebih sadar akan rintangan daripada dorongan atau bantuan yang mereka terima. Dengan memperhatikan dorongan ini, kita memperkuat bias ingatan positif, yang membantu kita melihat kebaikan bahkan dalam masa-masa sulit.
Nancy Davis Kho, penulis buku The Thank-You Project, mencoba menulis 50 surat terima kasih kepada orang-orang yang telah berperan dalam hidupnya. Awalnya ia kesulitan menyusun daftar, namun praktik itu kemudian membantunya memperluas rasa syukurnya hingga melampaui keluarga dan teman dekat.
Nancy mendorong kita untuk menulis kepada mereka yang karyanya menginspirasi dan membantu kita memahami diri sendiri. Ini menunjukkan bahwa rasa syukur bisa menjadi alat untuk memperluas perspektif dan koneksi.
Rasa Syukur, Ketahanan Mental, dan Hubungan Sosial
Rasa syukur yang bertahan bukan hanya soal kebahagiaan atau berpikir positif. Ini bukan tentang mengabaikan atau menekan emosi negatif. Dalam bukunya The Gratitude Project, Robert Emmons menulis bahwa berlatih rasa syukur justru memperbesar perasaan positif dan membuat kita lebih tangguh dalam menghadapi tantangan.
Penelitian juga menunjukkan bahwa individu yang memiliki “sifat syukur” cenderung memiliki lebih sedikit keluhan kesehatan seperti sakit kepala, gangguan tidur, infeksi pernapasan, dan masalah pencernaan. Dalam satu studi, mahasiswa yang menulis hal-hal yang mereka syukuri setiap minggu selama 10 minggu melaporkan lebih sedikit gejala fisik dibanding dua kelompok kontrol lainnya.
Rasa syukur juga memperkuat hubungan sosial. Teori find-remind-bind yang diajukan oleh psikolog Sara Algoe menjelaskan bahwa rasa syukur membantu kita menemukan orang yang layak dijalin hubungan (find), mengingatkan kita akan nilai hubungan yang ada (remind), dan mendorong kita untuk memperkuatnya (bind).
Lisa Walsh dari UC-Riverside menyebut bahwa koneksi sosial adalah kunci kesejahteraan. Studi terhadap siswa sekolah menengah menunjukkan bahwa mereka yang menulis surat syukur merasa lebih terangkat secara emosional dan termotivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Syukur dan Komunikasi
Rasa syukur juga penting dalam hubungan romantis. Ia berfungsi sebagai “booster shot” emosional yang mengingatkan kita akan nilai pasangan kita. Ketika satu pasangan menunjukkan rasa syukur, pasangannya terdorong untuk menunjukkan komitmen melalui tindakan. Ini menciptakan siklus kedermawanan dan memperkuat koneksi.
Studi menunjukkan bahwa mengungkapkan rasa syukur, baik melalui surat, percakapan, atau media sosial, dapat membuka jalur komunikasi yang lebih sehat, meningkatkan persepsi positif terhadap orang lain, dan membangun kepercayaan yang lebih dalam.
Rasa syukur juga bisa menjadi praktik keluarga. Randi Joy, seorang chiropractor dan pelatih hidup di Ottawa, menyatakan bahwa berlatih syukur telah membuat keluarganya lebih dekat. Baik melalui “jalan syukur” saat berjalan santai bersama, atau membuat daftar syukur di meja makan, praktik bersama ini mempererat ikatan mereka.
Kesimpulan
Apakah Anda ingin merasa lebih bahagia, menjaga kesehatan tubuh, atau mempererat hubungan dengan orang lain? Banyak penelitian menunjukkan bahwa rasa syukur memberikan manfaat nyata di semua aspek tersebut. Dengan melatih rasa syukur, kita bisa melihat hidup dari sudut pandang yang lebih positif, menemukan makna yang lebih dalam, dan menjadi lebih tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
