SURAU.CO – Dalam keseharian yang penuh hiruk-pikuk, Allah sering menghadirkan ketenangan lewat makhluk-makhluk kecil yang lembut, jinak, dan penuh kasih. Salah satunya adalah kucing, hewan yang sering kita temui di rumah, di jalan, bahkan di masjid. Namun, di balik kelembutan bulunya dan tatapan matanya yang teduh, kucing menyimpan banyak pelajaran hidup dan nilai-nilai keislaman yang layak kita renungkan.
Kasih Sayang Rasulullah kepada Kucing
Rasulullah ﷺ dikenal sebagai manusia yang penuh kasih, bukan hanya kepada manusia, tetapi juga kepada seluruh makhluk. Dalam banyak riwayat, beliau sangat menyayangi kucing. Salah satu kisah yang masyhur adalah tentang Abu Hurairah r.a., sahabat Nabi yang dijuluki demikian karena begitu menyayangi kucing hingga selalu membawa seekor kucing kecil bersamanya.
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah memotong bagian bajunya yang dililit oleh kucing, agar hewan itu tidak terganggu tidurnya. Beliau lebih memilih merelakan kainnya daripada membangunkan makhluk kecil yang sedang beristirahat dengan damai.
Itulah akhlak seorang Rasul—penuh kasih dan kelembutan terhadap makhluk Allah.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Seorang wanita disiksa karena mengurung seekor kucing hingga mati. Ia tidak memberinya makan dan tidak pula melepaskannya agar bisa mencari makan sendiri.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa perlakuan terhadap hewan menjadi ukuran keimanan dan akhlak seseorang. Islam bukan hanya agama yang menuntun hubungan manusia dengan Allah, tetapi juga hubungan manusia dengan seluruh makhluk di bumi.
Kucing: Cermin Keindahan Sifat Rahmah
Tatapan mata kucing sering kali menenangkan, seolah ia memahami kesedihan dan keheningan hati manusia. Saat kita menatapnya, ada rasa damai yang sulit dijelaskan. Di situlah Allah mengajarkan bahwa kasih sayang bisa hadir lewat makhluk apa saja.
Kucing tidak berbicara, tetapi tingkah lakunya mengandung pelajaran.
Ia lembut namun berani.
Ia mandiri namun tetap dekat dengan manusia.
Ia bersih, selalu menjaga diri dari najis dan kotoran.
Bukankah itu sifat yang seharusnya juga dimiliki seorang Muslim? Menjaga kebersihan, berlemah lembut, mandiri, namun tetap memiliki kasih sayang terhadap sesama.
Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
> “Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al-Anbiya’: 107)
Rahmat itu bukan hanya untuk manusia, tapi untuk seluruh makhluk, termasuk kucing yang Allah titipkan di sekitar kita.
Kelembutan yang Mengajarkan Ketulusan
Ketika kucing datang mendekat, ia tidak menuntut apa-apa kecuali kasih. Ia tidak peduli siapa kita, miskin atau kaya, berpangkat atau sederhana. Ia datang dengan niat yang tulus—mencari kehangatan, dan sering kali memberi kehangatan kembali.
Dari kucing, kita belajar tentang ketulusan tanpa pamrih.
Ia menemani tanpa syarat.
Ia mempercayai tanpa curiga.
Ia mencintai tanpa berharap balasan.
Jika manusia mampu meniru ketulusan seekor kucing dalam mencintai sesama, mungkin dunia ini akan jauh lebih damai.
Mengurus dan Memberi Makan: Jalan Menuju Surga
Memberi makan kucing, meski hanya seteguk air atau sepotong makanan kecil, bisa menjadi amal jariyah yang besar nilainya di sisi Allah. Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Di setiap makhluk hidup terdapat pahala (bagi orang yang menolongnya).”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Bayangkan, hanya dengan menyisihkan sedikit makanan untuk seekor kucing, seseorang bisa memperoleh pahala yang terus mengalir. Karena itu, tidak heran bila banyak ulama yang mencontohkan kasih sayang terhadap hewan sebagai buah dari keimanan yang hidup.
Mengurus kucing bukan sekadar hobi, tapi juga latihan spiritual. Ia melatih kita untuk sabar, peduli, dan lembut. Saat kita membersihkan tempat makan atau merawat bulunya, kita sedang mempraktikkan nilai ihsan—berbuat baik karena Allah melihat setiap amal.
Kucing dan Kedamaian Rumah
Ada keyakinan yang hidup di kalangan ulama dan masyarakat Muslim, bahwa kehadiran kucing membawa ketenangan dan keberkahan di rumah. Bukan karena kucing itu mistis, tetapi karena ia mencerminkan suasana kasih sayang dan kehalusan hati pemiliknya.
Rumah yang di dalamnya ada kasih terhadap makhluk Allah—termasuk hewan—biasanya lebih tenteram. Orang-orang di dalamnya lebih lembut dan penyabar.
Sebaliknya, rumah yang keras dan penuh amarah, bahkan hewan pun enggan singgah di dalamnya.
Pelajaran dari Tatapan Kucing
Lihatlah tatapan kucing di foto itu—tenang, dalam, dan penuh percaya diri. Ia seperti mengingatkan kita bahwa hidup tidak perlu tergesa-gesa. Ada saatnya kita berhenti sejenak, merenung, dan menikmati ketenangan yang Allah hadirkan.
Mungkin tanpa sadar, Allah sedang menasihati kita melalui makhluk ini: “Jadilah lembut sebagaimana Aku ciptakan lembutnya makhluk ini.”
Kucing tidak pernah mengeluh tentang rezekinya. Ia percaya, setiap hari akan ada tangan yang memberi makan. Itulah pelajaran tawakal yang jarang kita sadari.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Hud: 6:
> “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”
Penutup: Belajar Iman dari Seekor Kucing
Kucing bukan sekadar hewan peliharaan, tetapi guru kehidupan dalam bentuk yang sederhana.
Ia mengajarkan sabar, kebersihan, kasih, dan tawakal.
Ia mengingatkan bahwa hidup ini indah jika kita menebar rahmat dan tidak menyakiti siapa pun.
Rasulullah ﷺ telah mencontohkan bahwa Islam adalah agama kasih sayang—bukan hanya untuk manusia, tetapi untuk seluruh makhluk Allah. Maka, ketika kita membelai kepala seekor kucing, memberi makan, atau sekadar menatap matanya yang teduh, semoga kita mengingat satu hal: bahwa setiap kelembutan adalah jalan menuju ridha Allah. (Tengku Iskandar, M.Pd – Duta Literasi Pena Da’i Nusantara Provinsi Sumatera Barat)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
