SURAU.CO. Kementerian Agama (Kemenag) membuat gebrakan besar tentang menjadikan ekoteologi sebagai tema Musabaqah Qiraatil Kutub Nasional (MQKN) 2025 kali ini. Harapannya dengan mengusung isu lingkungan untuk pesantren menjadi garda terdepan dalam kesadaran lingkungan global. Hal ini sejalan dengan tema besar “Dari Pesantren untuk Dunia: Merawat Lingkungan dan Menebar Perdamaian dengan Kitab Turats”.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag, Amien Suyitno, menyampaikan visi ini saat membuka Seleksi Nasional Computer-Based Test (CBT) MQKN ke-8 pada Selasa (17/6). Amien mengajak pesantren untuk tidak hanya menjadi pusat studi agama, namun menjadi pelopor solusi atas persoalan global seperti kerusakan lingkungan. Untuk itu pendekatan ekoteologi dapat landasan utama yang menjadikan pelestarian alam sebagai kewajiban iman. “Isu lingkungan seperti kebakaran hutan, sampah, banjir bandang, tidak bisa kita anggap sederhana. Semua itu erat kaitannya dengan persoalan ekoteologi. Dan pesantren punya basis kuat dalam kitab kuning untuk menjawab itu semua,” tegas Dirjen.
Menggali Kitab Kuning untuk Solusi Lingkungan
Selain itu Dirjen Pendis menegaskan bahwa khazanah kitab kuning sangat relevan. Kitab-kitab turats ini menyimpan nilai-nilai luhur. Nilai tersebut dapat menjadi solusi konkret atas masalah modern. Termasuk di dalamnya adalah konsep hifzh al-bi’ah atau perlindungan lingkungan. Lebih jauh, ia melontarkan gagasan progresif. Konsep maqashid al-syariah (tujuan-tujuan syariat) yang selama ini dikenal ada lima perlu ditinjau kembali. Ia mengusulkan penambahan pilar keenam, yaitu menjaga kelestarian lingkungan. Gagasan ini muncul karena kondisi darurat lingkungan yang terjadi saat ini. “Mungkin sudah saatnya maqashid al-syariah tidak hanya lima, tetapi perlu ditambah satu, yakni menjaga lingkungan. Karena kerusakan lingkungan saat ini sudah masuk kategori darurat syariah,” ujarnya.
Melalui MQKN 2025, Kemenag ingin membentuk kesadaran baru di kalangan santri. Harapannya para santri mampu memahami, mengamalkan, dan menyuarakan pentingnya kelestarian alam. Gerakan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari keimanan seorang muslim. “Santri tidak hanya belajar kitab, tapi juga harus menjadi duta lingkungan dan perdamaian dunia,” imbuhnya.
Transformasi Digital dan Jangkauan Internasional
Selain inovasi tema, MQKN 2025 juga menandai lompatan teknologi. Untuk pertama kalinya, proses seleksi menggunakan sistem Computer-Based Test (CBT). Langkah ini merupakan bagian dari program prioritas Menteri Agama terkait transformasi digital. Digitalisasi ini membuka akses yang lebih luas dan adil bagi seluruh santri di Indonesia.
Amien Suyitno menjelaskan bahwa transformasi digital ini bukan sekadar adaptasi. Ini adalah sebuah lompatan besar. Tujuannya adalah menciptakan tata kelola pendidikan Islam yang modern, transparan, dan akuntabel. Dengan sistem CBT, santri dari daerah mana pun memiliki kesempatan yang sama untuk berkompetisi. Tidak berhenti di situ, MQKN 2025 juga memperluas cakupannya. Kompetisi ini akan menjangkau level regional Asia Tenggara. Langkah ini menjadi wujud nyata dari visi internasionalisasi pesantren. Kemenag ingin membuktikan bahwa santri Indonesia siap bersaing di panggung dunia. Puncak acara MQKN 2025 akan berlangsung pada 1–7 Oktober 2025. Pondok Pesantren As’adiyah di Sengkang, Sulawesi Selatan, akan menjadi tuan rumah. Rangkaian acara ini akan ada beberapa n kegiatan pendukung seperti Ekspo Kemandirian Pesantren, Halaqah Ulama Nasional, serta Perkemahan Pramuka Santri Nusantara.
Sebagai penutup rangkaian, Menteri Agama akan menganugerahkan Pesantren Award. Pemberian penghargaan akan berlangsung pada malam puncak Hari Santri Nasional 2025. Ini adalah bentuk apresiasi negara atas kontribusi besar pesantren dalam membangun peradaban bangsa dan dunia. Acara yang ini berlangsung secara daring dan maupun siaran langsung melalui Youtube Pendis Channel. Menurutnya, pesantren memiliki peran strategis dalam merespons krisis iklim.
Sekilas Tentang Musabaqah Qiraatil Kutub Nasional (MQKN)
Musabaqah Qiraatil Kutub Nasional (MQKN) adalah “Olimpiade Kitab Kuning Tingkat Nasional” bagi para santri di seluruh Indonesia. Ini bukan sekadar lomba membaca biasa, melainkan sebuah kompetisi yang menguji kemampuan para santri secara mendalam dalam memahami, menganalisis, dan menjelaskan isi dari Kitab Kuning atau Kitab Turats.MQKN adalah ajang kompetisi intelektual paling bergengsi bagi para santri di Indonesia. Ini adalah panggung di mana mereka menunjukkan hasil tempaan bertahun-tahun dalam menguasai warisan keilmuan Islam klasik. Pemenang MQKN dianggap sebagai santri-santri pilihan yang memiliki penguasaan ilmu agama yang luar biasa.
Musabaqah ini jauh lebih kompleks dari sekadar membaca teks namun peserta harus mempu Membaca dengan Benar: Peserta diberi potongan teks dari Kitab Kuning yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Mereka harus membacanya dengan lantang dan memberikan harakat yang tepat sesuai kaidah ilmu Nahwu (sintaksis) dan Sharaf (morfologi). Salah harakat berarti salah makna.
Kemudian mampu menerjemahkan dengan tepat. Artinya peserta setelah membaca, peserta harus menerjemahkan teks tersebut ke dalam bahasa Indonesia secara akurat. Selain itu peserta harus dapat menjelaskan atau mensyarah. Ini adalah bagian terpenting. Peserta harus menjelaskan maksud dan kandungan dari teks yang dibaca, menghubungkannya dengan konteks yang lebih luas, dan menunjukkan pemahaman yang mendalam. Terakhir peserta harus mampu menjawab pertanyaan juri. Pada sesi ini Juri akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit seputar teks tersebut, baik dari sisi tata bahasa, hukum (fiqh), maupun konteks keilmuan lainnya.