Solidaritas Tanpa Sekat: Dukungan Terhadap Palestina di Atas Semua Perbedaan.
Di tengah berkecamuknya konflik di Timur Tengah yang telah berlangsung puluhan tahun, satu isu tetap menjadi poros perhatian dunia Islam dan umat manusia: Palestina. Konflik antara rakyat Palestina dan entitas zionis penjajah bukan sekadar konflik wilayah, tapi konflik nilai, kemanusiaan, dan keadilan. Di atas semua perbedaan mazhab, ideologi, afiliasi politik, dan batas negara, Palestina adalah simbol perjuangan umat Islam untuk merdeka, bermartabat, dan berdaulat.
Sebuah pernyataan dari jurnalis asal Kuwait, Muhammad Al-Saeed, baru-baru ini menjadi viral dan menyentuh banyak hati:
> “Kami mendukung Hamas melawan Zionis, dan kami bukan Ikhwanul Muslimin. Kami mendukung Iran melawan Zionis, dan kami bukan Syiah. Musuh kita satu dan perjuangan kita satu. Kita mendukung siapa pun yang berdiri melawan penjajahan dan entitas penjajah.”
Pernyataan ini adalah suara hati nurani yang melampaui batas-batas sektarian dan ideologis. Ia adalah bentuk keberanian untuk menyatakan bahwa keadilan adalah prioritas, dan bahwa umat Islam (dan umat manusia) harus mampu bersatu menghadapi kezaliman, tanpa terjebak pada fanatisme kelompok.
Musuh Bersama, Perjuangan Bersama
Zionisme, sebagai ideologi penjajahan modern, telah secara sistematis merampas tanah, identitas, dan masa depan rakyat Palestina sejak lebih dari 75 tahun yang lalu. Perjuangan Palestina bukan perjuangan bangsa Palestina semata, tetapi perjuangan seluruh umat Islam, bahkan umat manusia, karena ini adalah tentang melawan penjajahan dan penindasan.
Apa yang dikatakan Muhammad Al-Saeed memperjelas satu hal: kita boleh berbeda dalam mazhab, partai, bahkan pemikiran, tapi kita harus bersatu dalam menghadapi penjajah. Ketika rakyat Palestina dibunuh, rumah mereka dihancurkan, dan masjid mereka dinodai, maka tidak penting apakah mereka Syiah atau Sunni, Hamas atau Fatah, dari Tepi Barat atau Gaza. Yang penting adalah mereka tertindas, dan kita wajib membantu mereka.
Mengatasi Sekat-Sekat Sektarian
Salah satu racun terbesar yang melemahkan kekuatan umat Islam hari ini adalah fanatisme sektarian. Kita terlalu sibuk menuduh sesama Muslim dengan label: “itu Syiah”, “itu Ikhwan”, “itu Salafi”, “itu liberal”, “itu konservatif”, dan sebagainya. Padahal dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
> “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Di hadapan penjajahan Zionis, sekat-sekat ini semestinya luntur. Ketika seorang anak Palestina meninggal karena serangan bom, apakah ia ditanya terlebih dahulu apa mazhabnya? Ketika Masjid Al-Aqsa dinodai, apakah penjajah bertanya dulu apa orientasi politik jamaah yang sedang beribadah? Tidak. Maka tidak layak kita menyaring solidaritas berdasarkan kepentingan kelompok.
Dukungan Tanpa Label: Membela Palestina adalah Membela Kemanusiaan
Ketika seseorang mendukung perlawanan Hamas, tak berarti ia otomatis menjadi bagian dari Ikhwanul Muslimin. Ketika seseorang mendukung Iran karena kebijakan anti-Zionisnya, tak berarti ia menjadi Syiah. Inilah kedewasaan berpikir yang harus dimiliki umat hari ini. Menyepakati satu sikap tidak berarti menyetujui semua hal dari pihak tersebut.
Kita bisa tidak sepakat dengan beberapa pandangan ideologis Hamas, Iran, atau pihak-pihak lain, tapi selama mereka berdiri melawan penjajahan Israel, maka dukungan kita terhadap perjuangan itu adalah bentuk komitmen terhadap keadilan. Perjuangan Palestina bukan milik satu faksi, tapi milik seluruh manusia yang masih memiliki nurani.
Umat Islam Harus Menjadi Teladan Keadilan Global
Dunia Islam memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan keadilan. Dari masa Khulafaur Rasyidin, kekhalifahan Umayyah, Abbasiyah, hingga Turki Utsmani, umat Islam dikenal sebagai pembela kaum tertindas, pelindung minoritas, dan penegak hak asasi manusia. Maka hari ini, kita punya tanggung jawab moral dan spiritual untuk meneruskan warisan tersebut.
Kita tidak boleh menjadi umat yang hanya lantang terhadap isu kecil, tetapi diam saat kezaliman besar terjadi di depan mata. Ketika ratusan ribu warga Gaza kehilangan tempat tinggal, ribuan anak menjadi yatim, dan jutaan orang hidup di bawah blokade tidak manusiawi, maka diam adalah pengkhianatan.
Apa yang Bisa Kita Lakukan untuk Palestina?
1. Menyebarkan Kesadaran
Seperti Muhammad Al-Saeed, kita harus berani menyuarakan kebenaran di tengah gempuran narasi palsu media arus utama.
Media sosial kita bisa menjadi alat dakwah dan perlawanan informasi yang efektif.
2. Mendoakan
Doa adalah senjata orang beriman. Jangan pernah remehkan kekuatan spiritual umat Islam ketika mereka bersatu dalam doa.
3. Mendukung secara Finansial
Bantulah lembaga-lembaga yang benar-benar menyalurkan bantuan untuk Palestina secara transparan dan amanah.
4. Bojkot Produk Pendukung Zionisme
Edukasi masyarakat tentang produk-produk dan korporasi yang secara terang-terangan mendukung Israel
5. Menguatkan Solidaritas Internal Umat
Jangan lagi saling menyalahkan antarmazhab dan antarkelompok. Saatnya bekerja sama atas dasar nilai-nilai universal Islam: keadilan, kasih sayang, dan persatuan.
Meneladani Rasulullah SAW dalam Solidaritas
Rasulullah SAW dikenal sebagai sosok yang memerangi kezaliman dan membela yang lemah, bahkan terhadap non-Muslim. Ketika beliau menerima perlindungan dari Bani Najran yang beragama Nasrani, atau ketika beliau membuat piagam Madinah bersama Yahudi damai, itu semua menunjukkan bahwa keadilan dan solidaritas tidak dibatasi oleh identitas kelompok.
Maka dari itu, sebagai umat Nabi Muhammad SAW, kita juga harus memperjuangkan keadilan untuk Palestina bukan hanya karena mereka Muslim, tapi karena mereka tertindas. Bahkan kalaupun yang dijajah adalah non-Muslim, Islam tetap mewajibkan kita untuk membela mereka. Itulah keagungan ajaran Islam.
Kesimpulan: Melampaui Identitas, Menuju Persatuan Hakiki
Pernyataan Muhammad Al-Saeed adalah tamparan halus bagi umat yang terlalu sibuk dengan pertikaian internal dan lupa bahwa ada musuh nyata di luar sana yang terus mengoyak umat. Palestina bukan isu Syiah, Sunni, Arab, atau bukan Arab. Palestina adalah isu hati nurani.
Umat Islam hari ini memerlukan lebih banyak suara seperti Muhammad Al-Saeed—berani, objektif, dan jernih. Kita butuh lebih banyak tokoh, jurnalis, ulama, dan pemuda yang berani menempatkan kemanusiaan di atas identitas kelompok. Inilah langkah awal menuju persatuan yang sebenarnya.
Semoga Allah SWT membebaskan Palestina, menyatukan hati-hati umat, dan memberikan kemenangan kepada semua yang berjuang di jalan kebenaran. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin. Keterangan foto (Iskandar)