SURAU.CO – Sebuah pernyataan bersejarah dari Dewan Gereja Dunia menyebut realitas apartheid Israel sebagai fakta yang tak terbantahkan. Organisasi ekumenis terbesar di dunia ini juga menyerukan keadilan atas dugaan genosida yang terjadi di Palestina. Sikap keras ini jelas mencerminkan perubahan signifikan dalam tubuh WCC. WCC mengambil langkah ini setelah banyak pihak menganggap organisasi ini terlalu berhati-hati selama bertahun-tahun dalam menyikapi penderitaan rakyat Palestina.
Menurut laporan dari situs resmi WCC, Oikoumene, mereka menuangkan sikap itu dalam sebuah dokumen resmi. Dokumen ini merupakan hasil dari pertemuan Komite Sentral WCC. Pertemuan tersebut berlangsung pada 18-24 Juni di Johannesburg, Afrika Selatan.
Latar Belakang Dewan Gereja Dunia (WCC)
Sebagai informasi, Dewan Gereja Sedunia (WCC) adalah sebuah organisasi perhimpunan antargereja global. WCC memiliki anggota 352 gereja dari berbagai denominasi di lebih dari 120 negara. Secara kolektif, WCC mewakili lebih dari setengah miliar umat Kristen di seluruh dunia. Tujuan utama organisasi ini adalah membentuk kesatuan di antara umat Kristen. Oleh karena itu, WCC merupakan bagian penting dari gerakan ekumenis. Gerakan ini mengajak gereja-gereja dari berbagai tradisi untuk bekerja sama. Kerja sama ini dalam hal sosial, spiritual, dan misi bersama untuk keadilan dan perdamaian.
Sikap Tegas WCC: Sebut Apartheid Israel dan Tuntut Sanksi
Dalam pernyataannya yang baru, WCC secara eksplisit menyinggung realitas apartheid di Israel. Selain itu, mereka juga menuntut diakhirinya pendudukan Israel di wilayah Palestina. WCC juga mendesak pencabutan blokade ilegal yang telah melumpuhkan Gaza selama bertahun-tahun. Lebih jauh lagi, WCC menyerukan negara-negara dan gereja-gereja di seluruh dunia untuk memberlakukan konsekuensi. Konsekuensi ini atas pelanggaran hukum internasional yang Israel lakukan. Konsekuensi tersebut meliputi sanksi yang ditargetkan, seruan untuk divestasi, serta pemberlakuan embargo senjata terhadap Israel. Sikap tegas Dewan Gereja Dunia terhadap apartheid Israel ini menandai babak baru.
Latar Belakang Sikap Baru Dewan Gereja Dunia
Berdasarkan laporan Mondoweiss, sebuah media yang fokus pada isu Palestina, pernyataan ini jelas menandai perubahan tajam. Perubahan ini dalam cara WCC merespons krisis yang telah warga Palestina alami selama beberapa dekade. Sebelumnya, banyak pihak memang menilai WCC dan organisasi gereja lainnya cenderung mengambil jalan tengah. Sikap ini mereka ambil untuk menjaga “perdamaian” di internal jemaat mereka. Selain itu, juga untuk menghindari potensi menyinggung rekan-rekan komunitas Yahudi dan risiko tuduhan antisemitisme.
Kairos Palestine (KP) menjadi pendorong utama di balik perubahan signifikan di tubuh WCC ini. Gerakan Kristen non-kekerasan ekumenis terluas di Palestina ini melakukan advokasi jangka panjang. Mereka bersama dengan mitra internasionalnya, Global Kairos for Justice, terus berjuang. Mereka bersama para pemimpin Kristen lainnya mengadvokasi WCC selama bertahun-tahun. Tujuannya agar WCC mengeluarkan pengakuan yang jelas dan jujur. Pengakuan tentang akar masalah dan realitas penderitaan warga Palestina.
Dukungan atas Pernyataan WCC soal Apartheid Israel
Menanggapi hal tersebut, Kairos Palestine dalam siaran persnya menyambut pernyataan WCC ini dengan penuh penghargaan dan harapan. Mereka menilai tindakan WCC ini “menandai titik balik dalam kesaksian moral dan teologis gereja global”.
“Kami memuji WCC karena menyatakan, dengan jelas dan berani, bahwa istilah ‘apartheid’ tepat dan bersifat profetik dalam menggambarkan situasi yang dihadapi rakyat Palestina,” kata Kairos Palestine dalam pernyataan tertulisnya. “Langkah ini mengakui kenyataan yang telah dialami warga Palestina selama lebih dari tujuh dekade: penindasan sistematis, pemindahan paksa, segregasi, dan penyangkalan hak asasi manusia yang mendasar.”
Selanjutnya, Koordinator Umum Kairos Palestine, Rifat Kassis, menegaskan bahwa ini adalah momen krusial. Gereja harus berbicara dengan satu suara dalam menentang pendudukan, apartheid, dan genosida. “Apa pun yang kurang dari itu adalah keterlibatan, dan diam sekarang adalah pengkhianatan terhadap keadilan dan iman,” ujarnya seperti dikutip dari Tempo.co. Kassis menilai momen ini menghadirkan peluang penting. Peluang bagi lebih banyak denominasi gereja untuk berdiri dalam solidaritas yang berani dengan rakyat Palestina.
Kassis juga menyerukan sebuah kampanye yang WCC pimpin. Kampanye ini untuk mengakhiri perang di Gaza dan pendudukan di Tepi Barat. Dia juga mendukung penuh pekerjaan Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Serta Mahkamah Internasional (ICJ). Kedua lembaga ini berupaya meminta pertanggungjawaban para pelaku kejahatan di bawah hukum internasional. “Waktunya telah tiba untuk kejelasan moral,” ucap Kassis. “Gereja harus berbicara dengan satu suara dalam menentang pendudukan, apartheid, dan genosida.”
Berkenaan dengan itu, Patriark Latin Emeritus Yerusalem, Michel Sabbah, juga memberikan apresiasi. Beliau adalah salah satu penulis Dokumen Kairos Palestina. Sabbah berterima kasih kepada WCC. Ia berterima kasih atas keberanian mereka untuk melihat dan menyatakan kebenaran. Terutama kebenaran tentang apa yang sedang terjadi di Palestina.
Mandat dan Otoritas Komite Sentral WCC
Sebagai informasi, WCC bertemu dalam sebuah sesi pleno setiap tujuh tahun sekali. Selama masa intervensi di antara pleno, Komite Sentral (CC) memegang wewenang penuh. Komite ini berwenang untuk berbicara atas nama 352 gereja anggota. Oleh karena itu, pernyataan yang mereka keluarkan memiliki bobot yang sangat signifikan. Pernyataan ini karena secara resmi mewakili pandangan lebih dari setengah miliar umat Kristen di seluruh dunia. Publik kini berharap sikap baru ini dapat mendorong perubahan kebijakan di tingkat negara dan gereja-gereja anggotanya. Tentunya, ini menjadi tekanan moral baru bagi komunitas internasional. Tekanan untuk bertindak lebih adil dalam menyikapi konflik Israel-Palestina. (KAN)