SURAU. CO – Dunia maya kembali mengalami kegemparan akibat sebuah video kontroversial. Video tersebut menampilkan seorang pria berpenampilan seperti habib. Pria ini terekam sedang menjual sepotong bolu. Uniknya, bolu tersebut adalah bekas gigitannya sendiri. Akibatnya, aksi ini memicu perdebatan sengit di kalangan warganet. Akun Instagram @folkshiff pertama kali mengunggah video ini. Kemudian, video dengan cepat menyebar dan menjadi viral. Oleh karena itu, berbagai tanggapan pro dan kontra pun segera bermunculan.
Jaminan Hati Lembut dan Barokah dari Bolu Bekas Gigitan
Dalam cuplikan video yang beredar, kita bisa melihat pria tersebut menawarkan potongan kue. Selanjutnya, ia menjanjikan jaminan bagi pembelinya. Jaminan tersebut adalah hati yang lembut dan penuh barokah. Semua ini ia sampaikan sambil tertawa. Selain itu, ia juga terlihat berinteraksi akrab dengan para jemaah yang hadir di lokasi. Dengan demikian, suasana tampak cair dan penuh canda.
“Mudah-mudahan yang memakan ini (kue, red) hatinya lembut dan barokah,” ujar sang habib dalam video tersebut. Pernyataan ini ia sampaikan dengan nada santai. Beberapa jemaah di lokasi tampak menyambutnya dengan tawa. Mereka seolah memahami konteks dari candaan tersebut. Akan tetapi, reaksi di jagat maya justru sangat berbeda. Cuplikan video ini sontak memantik gelombang kritik tajam dari netizen. Banyak yang menyayangkan tindakan tersebut.
Gelombang Kritik dari Warganet: Soroti Adab dan Etika
Tidak butuh waktu lama bagi video tersebut untuk menuai komentar negatif. Banyak netizen mengkritik adab sang habib. Terutama, mereka menyoroti adab dalam memperlakukan makanan. Salah satu komentar datang dari akun @nanaekusuma. Komentar ini kemudian disukai oleh ratusan pengguna Instagram lainnya.
“Cara makan sambil berdiri aja udah salah pak. Gimana mau jaminan hati lembut? Kau aja tidak mencontohkan adab makan,” tulis akun @nanaekusuma. Komentar ini secara spesifik menyoroti bagaimana cara makan yang ia anggap kurang sesuai. Memang, adab makan dalam Islam menjadi perhatian penting.
Selanjutnya, nada prihatin juga akun @gorengcombro suarakan. Ia menyayangkan tindakan seorang yang berpenampilan seperti pemuka agama. Terlebih lagi, dalam memperlakukan makanan dengan cara yang ia anggap kurang pantas.
“Astaghfirullah… Ngelus dada saya. Tampilan ahli agama, tapi kok gitu adab memperlakukan makanan? Nabi Muhammad itu mengajarkan adab dalam memperlakukan makanan begitu sangat mulia, tapi ini kok begini ya? Ya Allah, prihatin saya…,” tulisnya.
Sementara itu, akun @sridhewi menulis komentar yang lebih menohok. “Keren banget, orang-orang jualan agama memanfaatkan masyarakat yang masih ber-SDM rendah.”
Pendapat ini secara langsung menuding adanya unsur eksploitasi. Khususnya, terhadap masyarakat yang mungkin kurang kritis. Tidak sedikit pula netizen yang menyentil keras praktik serupa. Mereka menyebutnya sebagai bentuk komersialisasi agama. “Emang paling benar, jualan agama itu paling laku,” kata akun @manusiatrial28. Akibatnya, komentar-komentar sinis ini membanjiri unggahan video tersebut.
Pembelaan Muncul: Bagian dari Tradisi Lelang Amal?
Meskipun demikian, di tengah banyaknya komentar bernada sinis dan kritik, sejumlah warganet justru memberikan pembelaan. Mereka mencoba untuk meluruskan konteks peristiwa tersebut. Menurut mereka, aksi sang habib merupakan bagian dari tradisi lelang amal. Tradisi ini biasa masyarakat lakukan di Kalimantan Selatan (Kalsel). Kemudian, hasil dari lelang tersebut mereka gunakan untuk keperluan mulia. Biasanya, dana tersebut untuk pembangunan atau renovasi rumah ibadah seperti masjid atau musala.
Akun @nurochimmuhammad mencoba menjelaskan karakter sang habib. “Beliau ini suka bercanda, dan hal itu dia lelang pun dalam konteks bercandaan. Memang karakter beliau begitu, penuh canda tawa,” ujar akun tersebut. Ia menekankan bahwa aksi itu mungkin tidak seharusnya orang tanggapi terlalu serius.
Pendapat serupa juga datang dari akun @rajaokunyut13. Ia menyayangkan sikap netizen yang ia anggap maha benar. “Netizen maha benar kalau nggak tahu ceritanya. Beliau itu lagi lelang. Sebenarnya buat candaan, dan warga pun antusias membeli. Itung-itung sedekah uangnya buat masjid, paham kan?” katanya. Ia mengajak publik untuk memahami konteks sebelum menghakimi.
Akun @antonraihanahfadahli juga turut memberikan penjelasan lebih lanjut. “Itu tradisi Kalsel lelang. Uangnya untuk rehab musala atau tempat-tempat ibadah. Ke sini kalau mau lihat lelang…” Ia mengundang orang untuk melihat langsung tradisi tersebut. Tujuannya, agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Perdebatan Tak Terelakkan: Antara Canda, Adab, dan Budaya
Pembelaan ini tentu saja tidak serta merta meredakan perdebatan. Akibatnya, perdebatan pun tak terelakkan di kolom komentar. Sebagian warganet tetap menilai bahwa guyonan dalam konteks dakwah haruslah hati-hati. Menurut mereka, perlu ada pertimbangan matang mengenai etika dan adab. Terlebih lagi, jika hal tersebut seorang sosok panutan umat lakukan. Mereka khawatir bahwa candaan yang kebablasan justru bisa merusak citra pemuka agama.
Sementara itu, pihak lain menilai bahwa publik terlalu cepat menghakimi. Mereka merasa banyak orang berkomentar tanpa memahami budaya setempat. Selain itu, niat baik di balik peristiwa tersebut juga seringkali terabaikan. Perbedaan perspektif ini jelas menunjukkan kompleksitas masalah. Bagaimana candaan, adab agama, dan tradisi budaya saling beririsan. Oleh karena itu, kasus ini menjadi pengingat penting. Pentingnya tabayun atau mencari kejelasan informasi sebelum memberikan penilaian. Khususnya dalam era informasi digital yang serba cepat seperti sekarang ini. Akhirnya, diskusi mengenai batas-batas etika dalam berdakwah dan menghormati tradisi lokal menjadi sangat relevan. (KaltengPos/KAN)
Cek videonya: https://www.instagram.com/reel/DKuGVr1SlrW/?igsh=MXJjMHljZXM4bzRlbg==