Sosok
Beranda » Berita » Ketika Haedar Nashir Merasa Malu Mendapatkan Penghargaan

Ketika Haedar Nashir Merasa Malu Mendapatkan Penghargaan

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mendapatkan penghargaan sebagai Tokoh Perbukuan Islam 2025 ( Foto dok pwmjateng.com)

SURAU.CO.  Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir, meraih anugerah bergengsi.  Intelektual ini menerima penghargaan sebagai Tokoh Perbukuan Islam 2025. Penghargaan merupakan merupakan pengakuan dari Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DKI Jakarta atas dedikasinya dalam dunia literasi di tanah air.

Meskipun menerima penghargaan besar, Haedar Nashir merasa tidak layak mendapatkannya. Menurutnya banyak tokoh lain yang juga pantas mendapatkannya. Terutama, ia menyoroti peran penting kalangan anak muda dalam dunia literasi. “Sebenarnya agak malu menerima penghargaan ini, karena boleh jadi banyak yang mesti memperoleh penghargaan ini, dan lebih-lebih dari kalangan muda,” tutur Haedar.

Namun, ia merasa terpanggil untuk menerima amanah tersebut. Panggilan itu muncul setelah ia bersilaturahmi dengan pihak IKAPI DKI Jakarta. Ia juga mengapresiasi penyelenggaraan Islamic Book Fair yang konsisten. “Tetapi setelah saya bersilaturahmi dengan IKAPI DKI Jakarta, dan Islamic Book Fair saya terpanggil untuk menerima penghargaan ini,” katanya.

Penghargaan ini menjadi bukti nyata. Anugerah Tokoh Perbukuan Islam 2025 menandai dedikasi IBF selama 23 tahun. IBF secara gigih terus menawarkan dan menyebarkan literasi Islam berkualitas di Indonesia. Bagi Muhammadiyah dan Haedar Nashir pribadi, penghargaan ini tentu menjadi kebanggaan tersendiri.

Acara penganugerahan berlangsung sangat khidmat. Momen penting ini terjadi pada Rabu (18/6). Penghargaan diserahkan dalam rangkaian Islamic Book Fair (IBF) ke-23. Ajang literasi Islam terbesar ini digelar di Jakarta International Convention Center, Senayan.

Dahlan: Bisikan Prabowo Subianto

Tantangan di Jalan Sunyi Literasi

Menurut Haedar, mengembangkan budaya literasi bukanlah pekerjaan mudah. Ia menyebut aktivitas menulis dan menerbitkan buku sebagai sebuah “jalan sunyi-sepi”. Istilah ini menggambarkan betapa sedikit orang yang tekun berada di jalur ini.

Kondisi ini sangat kontras dengan aktivitas populer lainnya. Masyarakat lebih sering memadati pusat perbelanjaan. Mereka mencari produk fesyen atau menikmati kuliner. Sementara itu, toko buku dan perpustakaan jarang menjadi tujuan utama. Fakta ini menjadi cermin rendahnya minat literasi di tanah air. Haedar merujuk pada data yang dirilis oleh UNESCO. Data tersebut menunjukkan gambaran yang memprihatinkan. Dari 1.000 penduduk Indonesia, hanya satu orang yang gemar membaca buku. Ini adalah kenyataan pahit di tengah kemudahan akses informasi saat ini. “Maka penghargaan kita ini termasuk untuk para penulis. Merupakan cara kita untuk menjaga detak jantung kita agar tetap bisa merawat kesadaran literasi kita,” tegasnya.

Ia menjelaskan bahwa literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis. Literasi adalah semangat untuk terus mencari informasi. Tujuannya agar hidup menjadi lebih cerdas, beradab, dan berbudaya luhur.

Sosok Intelektual di Balik Gagasan Berkemajuan

Prof. Dr. H. Haidar Nashir, M.Si., memang figur yang pantas menerima penghargaan ini. Ia adalah seorang sosiolog dan intelektual Muslim terkemuka. Pembawaannya tenang dengan pemikiran yang mendalam. Gagasan-gagasannya selalu mencerahkan.

Lahir di Bandung pada 28 Februari 1963, ia tumbuh di lingkungan Muhammadiyah. Latar belakang ini membentuk karakternya yang penuh semangat pembaruan. Perjalanan akademisnya di Universitas Gadjah Mada (UGM) dari S1 hingga S3 mengukuhkannya sebagai akademisi tangguh di bidang Sosiologi. Pada 2019, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mengukuhkannya sebagai Guru Besar.

Hikmah Permintaan Maaf: Perjalanan Nikah Sahabat Karib

Pergutalannya dengan Muhammadiyah mulai dari bawah. Ia pernah aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) hingga menjadi Ketua PP Pemuda Muhammadiyah. Puncaknya, ia terpilih sebagai Ketua Umum PP Muhammadiyah sejak 2015 hingga sekarang.

Di bawah kepemimpinannya, gagasan “Islam Berkemajuan” terus menggema. Konsep ini mendorong Islam yang dinamis, progresif, dan solutif. Ia juga mempertegas posisi Muhammadiyah terhadap negara melalui konsep “Darul Ahdi wa Syahadah”. Konsep ini memandang Pancasila sebagai hasil kesepakatan bangsa yang harus diisi dengan kebaikan.

Sebagai seorang intelektual, Haedar Nashir sangat produktif menulis. Ia telah menghasilkan banyak buku dan artikel. Beberapa karyanya yang terkenal antara lain Muhammadiyah Gerakan Pembaruan dan Memahami Ideologi Muhammadiyah. Produktivitas inilah yang memperkuat posisinya sebagai tokoh sentral dalam dunia perbukuan dan pemikiran Islam di Indonesia. Anugerah ini menjadi pengakuan atas jalan panjang pengabdiannya dalam mencerahkan umat dan bangsa melalui tulisan.

× Advertisement
× Advertisement