Opinion
Beranda » Berita » Pertanian Regeneratif Sawit di Tengah Krisis Ekspor

Pertanian Regeneratif Sawit di Tengah Krisis Ekspor

Surau.co Pertanian regeneratif sawit mulai diuji di Asia Tenggara, di tengah krisis ekspor CPO dan desakan global untuk menghentikan deforestasi.

Pertanian Regeneratif Sawit: Menjawab Ancaman Iklim dan Deforestasi

Industri kelapa sawit yang telah mengubah bentang alam Indonesia dan Malaysia kini menuai dampak dari krisis iklim yang turut memicunya. “Palm has thrived in the tropics because the weather is predictable. But that is no longer the case,” ujar Anita Neville, Chief Sustainability Officer Golden Agri-Resources (GAR), yang mengelola 500.000 hektare kebun sawit.
Hujan ekstrem dan banjir membuat panen gagal dan produktivitas turun. Di sisi lain, musim kering berkepanjangan menyebabkan penurunan hasil hingga 30% jika suhu global naik 2°C.
Mendorong Transformasi ke Sistem Sawit Berkelanjutan di Asia Tenggara
Meski sawit adalah tanaman paling efisien dibanding sumber minyak nabati lain, para analis memperkirakan Indonesia  mengalami penurunan produksi sebesar 1 juta ton tahun ini karena pohon tua dan kurangnya inovasi teknologi.
Sementara itu, tekanan global memaksa perubahan. Regulasi Uni Eropa (EUDR) mewajibkan pembuktian bahwa produk sawit bebas deforestasi. Namun, hanya 12% dari 100 perusahaan sawit yang mengungkap lokasi geografis pemasok pihak ketiga.

baca: https://www.liputan6.com/news/read/6054971/lanjutan-perkara-cpo-minyak-goreng-kejagung-sita-rp118-triliun-dari-terdakwa-korporasi

Dari Monokultur ke Agroforestri: Harapan Baru Industri Sawit

Pendekatan pertanian regeneratif mulai diuji. Nonprofit IDH bersama Musim Mas, Unilever, dan Pepsi menjalankan proyek sawit berkelanjutan di Aceh Tamiang, Sumatera—wilayah penyangga Ekosistem Leuser. Di Sabah, Malaysia, skema TRAILS mengganti kebun monokultur dengan kombinasi pohon hutan lokal untuk mendukung keanekaragaman hayati.
“Regeneratif agriculture” menambahkan tanaman lain di antara sawit, mengurangi pupuk kimia, dan membiarkan sebagian hutan tetap berdiri—sehingga menurunkan emisi dan meningkatkan ketahanan petani kecil.

Sawit Regeneratif dan Ketahanan Petani Kecil di Era Globalisasi

Meski menjanjikan, pertanian regeneratif di sawit masih eksperimental. Para petani kecil, yang terbebani laporan keberlanjutan, kerap terpinggirkan dari rantai pasok perusahaan besar. “Kami punya tim khusus hanya untuk menyiapkan laporan sepanjang tahun,” kata Neville. Carolyn Lim dari Musim Mas menambahkan, “Kami menghabiskan US$1 juta per tahun hanya untuk pelaporan.”
Sementara itu, petani kecil seperti anggota SPKS (Serikat Petani Kelapa Sawit) masih minim dukungan. Greenpeace bersama SPKS merilis panduan bagi petani kecil agar bisa bertani tanpa deforestasi.
Belajar dari Guatemala: Produktivitas Tinggi Tanpa Merusak Hutan
Di Amerika Latin, terutama Guatemala, sawit ditanam dalam lanskap mozaik bersama tanaman lain. Hasilnya, produktivitas tinggi tanpa deforestasi, dan 60% produksinya tersertifikasi RSPO. Namun, investigasi Mongabay menemukan peningkatan keluhan lingkungan dan sosial akibat ekspansi besar-besaran agribisnis.

NPWP: Antara Kewajiban Dunia dan Bekal Akhirat

baca: https://www.surau.co/2025/06/17730/solidaritas-tanpa-sekat-dukungan-terhadap-palestina-di-atas-semua-perbedaan/

Krisis Ekspor CPO dan Ancaman Perluasan Biofuel

Krisis ekspor CPO juga memperkuat urgensi reformasi. Pada 6 Juni 2024, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menangkap kontainer CPO ilegal yang akan diekspor melalui Pelabuhan Belawan, Medan. Mereka mengemas ulang CPO tersebut  tanpa izin sesuai larangan ekspor sementara yang dikeluarkan pemerintah. Penangkapan ini menjadi sorotan publik dan menambah tekanan bagi pemerintah serta pelaku industri untuk segera menata ulang tata kelola ekspor dan keberlanjutan sawit.

Penangkapan ini memperlihatkan ketegangan antara kebijakan nasional yang ingin menstabilkan harga dalam negeri dan tekanan dari industri untuk tetap ekspansi.
Presiden terpilih Prabowo Subianto telah berkomitmen pada target net-zero 2060, namun juga menyebut akan mendorong sektor biofuel berbasis sawit—yang berpotensi meningkatkan tekanan terhadap hutan.

Bisakah Model Pertanian Regeneratif Sawit Menjadi Norma Industri?

Dr Jean-Pierre Caliman dari SMART Research Institute mengingatkan bahwa dalam masa kekeringan, tanaman agroforestri dapat bersaing air dengan sawit. Meskipun begitu, mereka meyakini sistem ini memberi ketahanan pangan dan pendapatan lebih merata bagi petani.
Jika ingin mempertahankan hutan tropis Asia Tenggara sambil menjaga ekonomi berbasis sawit, industri harus beralih dari model ekstraktif ke sistem yang inklusif, regeneratif, dan adaptif terhadap perubahan iklim. (Abi Elfausto)

Larangan Menghina Orang Lain Dalam Islam
× Advertisement
× Advertisement