SURAU.CO. Banyak orang mungkin belum mengetahui jejak panjang Islam di Nusantara bagian timur, khususnya Papua. Sejarah Islam bumi Cendrawasih ini ternyata memiliki akar yang dalam dan kompleks. Masyarakat Papua diduga telah mengenal Islam sejak abad ke-13 hingga ke-16 M. Proses ini pada awalnya tidak terjadi secara masif. Islam menyentuh individu melalui jalur perdagangan dan perkawinan.
Islam mulai tumbuh di Papua karena pengaruh kerajaan-kerajaan Islam dari Maluku berekspansi. Kerajaan Islam seperti Bacan, Tidore, dan Ternate memperluas kekuasaannya. Mereka menyasar wilayah pesisir utara Papua, seperti Fakfak. Mereka juga mengincar pesisir barat, termasuk Raja Ampat dan Sorong. Bahkan, kerajaan Maluku ini mendirikan kerajaan-kerajaan satelit. Contohnya adalah Kerajaan Kokas dan Patipi yang menjadi bagian dari kekuasaan mereka.
Islam pertama kali masuk ke Papua pada abad ke-14, melalui pedagang dan kemudian melalui pengaruh politik dari kerajaan-kerajaan Islam di Maluku. Islam mulai berkembang di Papua setelah raja-raja Papua secara politik tunduk pada Tidore. Mayoritas umat Islam di Papua adalah non-suku asli Papua, sementara sebagian kecilnya adalah suku asli Papua. Kampung Gar (Furuwagi), Fakfak, diyakini sebagai tempat pertama masuknya Islam di wilayah tersebut dan diperingati setiap tahunnya pada tanggal 8 Agustus. Data tahun 2021 menunjukkan bahwa dari total 4.310.000 penduduk Papua, sekitar 627.78 ribu (14.57%) adalah pemeluk agama Islam.
Ragam Teori Masuknya Islam ke Papua
Beberapa teori masuknya Islam di tanah Papua. Dalam catatan Toni Wanggai menyebut beberapa versi mengenai awal mula Islam di Papua. Setiap versi memiliki bukti dan narasi pendukungnya sendiri. Hal ini menunjukkan betapa kaya dan beragamnya sejarah Islam di wilayah ini.
Pertama, versi lokal dan peran Kerjaaan Aceh. Sebuah versi unik datang dari masyarakat Papua sendiri. Menurut cerita turun-temurun di Fakfak, Islam tidak datang dari luar. Mereka meyakini Islam telah ada bersamaan dengan penciptaan pulau Papua itu sendiri. Di sisi lain, ada teori kuat yang menghubungkan Papua dengan Aceh. Kerajaan Samudra Pasai ternyata memiliki peran penting. Adalah Syekh Abdurrauf yang mengutus Syekh Iskandar Syah ke Nuu War (Papua).
Misi ini bertujuan untuk menyebarkan dakwah pada abad ke-13. Syekh Iskandar berhasil mengislamkan tokoh lokal bernama Kriskris. Kriskris kemudian diangkat menjadi imam pertama di Patipi. Kisah lain memperkuat hubungan Aceh dan Papua. Seorang mubaligh bernama Abdul Ghafar datang ke Rumbati, Fakfak. Peristiwa ini diperkirakan terjadi pada abad ke-14. “Beliau berdakwah selama 14 tahun di Rumbati dan sekitarnya,” tulis Toni Wanggai. Abdul Ghafar wafat pada 1374 dan dimakamkan di belakang masjid Rumbati.
Jejak Timur Tengah dan Jawa
Kedua, jejak mubaligh dari Timur Tengah. Teori lain menyebutkan Islam datang langsung dari Timur Tengah. Seorang syekh dari Irak bernama Syekh Abdur Rahman bin Auf Maulana Saniki Yarimullah tiba di Tanjung Onim. Ia kemudian mendirikan kerajaan Islam bernama Woni Epapua. Keturunannya kelak menjadi penguasa di wilayah Raja Ampat dan Kokas.
Ada juga cerita lisan tentang Syarif Muadz atau popler dengan sebutan Syekh Jubah Biru. Ia diperkirakan menyebarkan Islam di Fakfak pada abad ke-16. Bukti arkeologis mendukung cerita ini. Terdapat Masjid Tunasgim yang pembangunannya sekitar tahun 1587 M. selain itu ada Syekh Jubah Biru yang juga menyebarkan ajaran Islam hingga ke Raja Ampat.
Ketiga, keterlibatan Kerajaan-Kerajaan Jawa/ Pengaruh Jawa dalam penyebaran Islam juga tercatat. Sultan Adipati Muhammad Yunus dari Demak menjalin kerja sama. Ia berkolaborasi dengan kesultanan Tidore dan Ternate pada 1518 M. Mereka bersama-sama mengirim dai ke pesisir barat dan utara.
Selain itu, seorang dai perempuan dari Cirebon bernama Siti Hawa Farouk juga berperan dalam proses tumbuhnya Islam. Sekitar tahun 1600 M, ia menikah dengan pria setempat bernama Kalawen. Kalawen dianggap sebagai orang Papua pertama yang memeluk Islam. Ia kemudian mengganti namanya menjadi Bayajid.
Keempat, pengaruh kuat Kerajaan Maluku. Versi ini menyebut pengaruh kerajaan Maluku adalah pengaruh paling kuat dalam pertumbuhan Islam. Kerajaan Bacan, Tidore, dan Ternate memiliki pengaruh politik yang sangat dominan. Kekuasaan mereka membentang di pesisir barat dan utara. Pengaruh ini bahkan bertahan hingga awal kemerdekaan Indonesia. Ekspansi kekuasaan, perdagangan, dan perkawinan menjadi modus penyebaran Islam yang paling efektif.
Dakwah di Era Kolonial Belanda
Dalam tulisannya yang berjudul Migrasi Kaum Muslim ke Sorong Papua Barat, Saprillah, peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar menyebut gerakan penyebaran Islam menghadapi tantangan besar pada zaman penjajahan. Pemerintah kolonial Belanda relatif menghambat dakwah Islam. Tidak banyak catatan mengenai perkembangan Islam sejak Belanda berkuasa pada 1828 M. Namun, ada sebuah ironi sejarah.
Belanda menjadikan Digul, Merauke, sebagai kamp tahanan politik. Tokoh-tokoh Islam seperti Muh. Hatta dan Sutan Syahrir diasingkan di sana. Kehadiran para tokoh ini justru memberi dampak positif. Mereka aktif berdakwah kepada masyarakat setempat. Hal ini secara tidak langsung membantu pengembangan Islam.