Beranda » Berita » Kisah Terbaru Maslahat atau Mafsadah Tambang di Raja Ampat

Kisah Terbaru Maslahat atau Mafsadah Tambang di Raja Ampat

Sumber langsung lapangan

Bayangkan malam sunyi. Anda duduk sendirian, lalu muncul tagar #SaveRajaAmpat. Pemerintah mencabut empat izin tambang nikel di Raja Ampat. Greenpeace dan masyarakat adat meradang. Mereka menuntut penghentian operasi di lima pulau kecil, termasuk PT Gag Nikel. Gag Nikel masih beroperasi di Pulau Gag—area di luar geopark—di bawah pengawasan ketat.Ini bukan sekadar berita. Ini adalah panggilan untuk meneliti ulang konsep maslahat atau mafsadah tambang dalam maqāṣid al‑sharī‘ah.

Maslahat atau Mafsadah Tambang Dibentur Realitas Ekologi

Al‑Ghazālī mengingatkan:

“Maslahat yang diakui adalah yang tidak bertentangan dengan nash atau ijmaʾ.”Jika tambang merampas air dan tanah adat, menimbulkan limbah dan sedimentasi, maka itu bukan maslahat. Untuk itu syariat menolak mafsadah itu. Itu maknanya Tambang yang merusak laut berarti membisu pada QS al‑Aʿrāf: 56:“Jangan membuat kerusakan di muka bumi setelah diperbaiki.”

baca: https://www.surau.co/2025/06/16375/ahmad-dhani-kritik-tambang-nikel-raja-ampat/

Wahabi Lingkungan vs Ustaz Korporat

Pertama, wahabi lingkungan—menolak semuanya. Mereka menabuh genderang perang hijau, tanpa kompromi, tanpa strategi. Kata mereka: tambang haram mutlak. Mereka pun kebal terhadap empati sosial.Sebaliknya, muncul ustaz korporat. Ulama yang menyematkan stempel halal atas tambang. Atas nama maslahat moneter, mereka membungkam nurani. Maka, delusi moral tumbuh subur.Padahal, Islam tak butuh kader hitam-putih. Tapi ijtihad kontekstual—yang merajut data ilmiah, nilai sosial, dan rasa sejarah.

Presiden Prabowo Turun Tangan, Tambang Nikel Raja Ampat Disetop Sementara

Kasus Raja Ampat:Maslahat atau Mafsadah Tambang Pelajaran Terbuka

Raja Ampat adalah surga laut. Ia menampung 75 % spesies karang dunia dan lebih dari 1.600 jenis ikan.Namun, tambang nikel mulai mencetak lubang-lubang oranye. Sedimentasi pun meracuni laut. Ikan pergi. Nelayan kehilangan mata pencaharian.Akibatnya, pariwisata tersingkir. Akar ekonomi lokal perlahan terkikis.Sementara itu, Greenpeace melaporkan lebih dari 500 hektar hutan telah musnah. Pemerintah merespons cepat. Meski begitu, satu perusahaan masih terus mendulang nikelnya di pulau tetangga.

Ini bukan sekadar konflik ekonomi. Ini adalah drama moral, ujian maqāṣid di tengah kekacauan global atas nama energi bersih.

Muhammadiyah: Jalan Tengah yang Tindas Delusi,Maslahat atau Mafsadah Tambang

Muhammadiyah menunjukkan model berbeda. Mereka mengambil konsesi tambang, namun dengan syarat yang tegas:

Izin harus bersifat transparan dan adil.Muhammadiyah pun berhak mencabut operasi jika terbukti menimbulkan kerusakan.Alih-alih mengandalkan fatwa ekonomis, mereka mengadopsi fiqh ekologi.Meski demikian, publik tetap waspada. Ormas yang terlalu dekat dengan proyek bisa terjebak dalam delusi moral. Legitimasi agama pun rawan menjadi topeng ekstraktif.

baca: https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/sikap-pbnu-dan-muhammadiyah-atas-pencabutan-iup-di-raja-ampat/ar-AA1GEJPl

Maqāṣid: Kompas atau Stempel Ekstraksi?

Al‑ʿIzz ibn ʿAbd al‑Salām berkata:“Apa pun yang mengarah pada kezaliman adalah haram… menuju keadilan adalah wajib atau sunnah.”Maqāṣid bukan tanda tangan pada dokumen izin tambang. Ia bukan fatwa keuntungan. Ia adalah suara nurani yang memimpin masyarakat.

Empat Langkah Menuju Maqāṣid Sejati

Izin terbuka. Rakyat harus tahu.Pengawasan independen pasca tambang.Reklamasi dan tanggung jawab: bukan gaya tipu.

× Advertisement
× Advertisement