Sosok
Beranda » Berita » Syaikhona Kholil Bangkalan: Maha Guru Ulama dan Bapak Pesantren Indonesia

Syaikhona Kholil Bangkalan: Maha Guru Ulama dan Bapak Pesantren Indonesia

Syaikhona Kholil Bangkalan.

SURAU.CO – Syekh Kholil al-Bangkalani merupakan sosok sentral dalam sejarah Islam di Nusantara. Beliau dikenal luas dengan berbagai nama panggilan, seperti Syaikhona Kholil, Kholil Bangkalan, hingga Mbah Kholil. Ulama besar ini lahir dengan nama Muhammad Kholil di Kemayoran, Bangkalan, Madura, pada tahun 1820. Ayahnya adalah KH Abdul Latif, seorang kiai terpandang. Ibunya bernama Syarifah Khadijah, yang nasabnya tersambung hingga Sunan Gunung Jati.

Syaikhona Kholil hidup pada masa penuh gejolak di bawah penjajahan Belanda. Saat itu, pemerintah kolonial mengawasi ketat setiap aktivitas masyarakat. Namun, di tengah kondisi tersebut, lahir seorang tokoh yang kelak menjadi mercusuar ilmu dan spiritualitas. Beliau wafat dalam usia lebih dari seratus tahun di Mertajasah, Bangkalan, pada 1925 dengan meninggalkan warisan abadi bagi bangsa Indonesia.

Perjalanan Menuntut Ilmu yang Tak Kenal Lelah

Pendidikan agama Syaikhona Kholil dimulai sejak dini di bawah bimbingan ayahnya. KH Abdul Latif menanamkan disiplin dan kecintaan pada ilmu-ilmu Islam. Sejak kecil, Syaikhona Kholil sudah menunjukkan ketekunan luar biasa. Beliau tidak hanya belajar membaca Al-Qur’an, tetapi juga aktif dalam tradisi keislaman seperti diba’an.

Beranjak remaja, semangat belajarnya membawa Syaikhona Kholil merantau ke berbagai pondok pesantren di tanah Jawa. Pondok Pesantren Langitan di Tuban menjadi persinggahan pertamanya. Di sana, beliau berguru kepada Kyai Haji Muhammad Nur. Perjalanannya berlanjut ke Pondok Pesantren Cangaan di Bangil, Pasuruan. Beliau juga menimba ilmu di Pondok Pesantren Keboncandi.

Haus akan ilmu membuatnya tidak pernah diam di satu tempat. Dari Keboncandi, beliau rela berjalan kaki menuju Pondok Pesantren Sidogiri. Tujuannya adalah untuk belajar kepada Kyai Haji Nur Hasan, khususnya mendalami kitab Ihya’ Ulumiddin. Pada usia 24 tahun, Syaikhona Kholil melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Makkah. Di Tanah Suci, beliau belajar kepada para ulama besar dunia saat itu, seperti Syekh Nawawi al-Bantani, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syekh Mustofa bin Muhammad al-Afifi Al Makki.

Syekh Ihsan al-Jampasi dan Pandangannya Tentang Rokok

Maha Guru bagi Para Pendiri Pesantren Besar

Ulama-ulama terkemuka mengakui kealiman Syaikhona Kholil. Salah satu ulama terkemuka, K. Achmad Qusyairi Pasuruan, pernah memberikan pujian besar kepadanya:

“Man fi al-Nahwi ka sibawaih wa man alfiqh ka al-nawawi.”

Artinya: “Seseorang yang dalam ilmu nahwu seperti Imam Sibawaih dan dalam ilmu fiqh seperti Imam Nawawi.”

Gelar “maha guru” melekat padanya bukan tanpa alasan. Dari tangannya, lahir para ulama besar yang kemudian mendirikan pondok-pondok pesantren berpengaruh di seluruh Jawa. Murid-muridnya antara lain:

  1. Hasyim Asy’ari, pendiri Pondok Pesantren Tebuireng dan Nahdlatul Ulama.
  2. As’ad Samsul Arifin, pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah.
  3. Manaf Abdul Karim, pendiri Pondok Pesantren Lirboyo.
  4. Zaini Mun’im, pendiri Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton.
  5. Bisri Syansuri, pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.
  6. Munawwir, pendiri Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak.

Jejaring ulama inilah yang membuat Syaikhona Kholil dijuluki sebagai Bapak Pesantren Indonesia. Keilmuannya diturunkan dan disebarkan secara luas melalui murid-muridnya.

Bukan Nabi, Tapi Namanya Diabadikan: Siapa Sebenarnya Luqman?

Perjuangan Melawan Penjajah dan Peran Kunci di Balik Lahirnya NU

Syaikhona Kholil tidak hanya berjuang melalui pena dan dakwah. Beliau juga turut melawan penjajah Belanda dengan caranya sendiri. Beliau sering melindungi para pejuang di kediamannya. Akibatnya, Belanda pernah menangkap beliau karena tindakan tersebut. Namun, dengan penangkapannya justru menunjukkan hal itu semakin menunjukkan kharismanya. Masyarakat berbondong-bondong mendatangi penjara hanya untuk menemuinya.

Peran terbesarnya mungkin adalah sebagai inspirator dan penentu berdirinya Nahdlatul Ulama (NU). Saat itu, muridnya, KH. Hasyim Asy’ari, merasa ragu untuk mendirikan sebuah organisasi besar. Melalui isyarat spiritual, Syaikhona Kholil mengutus santrinya, Kiai As’ad Syamsul Arifin, untuk menemui KH. Hasyim.

Kiai As’ad membawa sebuah tongkat seraya membacakan pesan dari Al-Qur’an Surat Thaha ayat 17-23. Tak lama kemudian, Syaikhona Kholil mengutus kembali Kiai As’ad dengan membawa sebuah tasbih dan amalan Ya Jabbar Ya Qahhar. Isyarat ini memantapkan hati KH. Hasyim Asy’ari. Akhirnya, NU pun didirikan pada 31 Januari 1926 dan kini menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Warisan Pendidikan dan Karya Tulis

Syaikhona Kholil adalah seorang pemikir pendidikan yang visioner. Beliau percaya bahwa pondok pesantren harus menanamkan dasar-dasar intelektualisme. Pemikirannya mendorong para pimpinan pesantren untuk membuka diri terhadap perubahan sistem pendidikan tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisional.

Beliau juga mendirikan beberapa pondok pesantren dimana pesantren pertamanya di Desa Cengkubuan (Jangkibuan). Beliau menyerahkan pesantren pertamanya kepada putrinya, Siti Khatimah, dan menantunya, KH. Muhammad Thaha. Kemudian, pada tahun 1861, beliau membangun Pondok Pesantren Syaikhona Kholil di Kademangan, Bangkalan, dan hingga hari ini terus berkembang .

Nasihat Khalifah Umar: Cermin Tata Kelola Pemerintahan Ideal

Sebagai ulama produktif, beliau meninggalkan banyak karya tulis. Beberapa kitabnya yang terkenal adalah:

Al-Matnus Syarif: Kitab yang membahas dasar-dasar ilmu fikih.

As-Silah fi Bayan an-Nikah: Kitab panduan mengenai fikih pernikahan.

Taqrirat Matn al-Izzi: Kitab yang mengulas ilmu sharaf (morfologi bahasa Arab).

Isti’dad al-Maut: Kitab tentang fikih pengurusan jenazah.

Tafsir al-Khalil: Terjemahan Al-Qur’an lengkap dengan tulisan Jawa Pegon.

Syaikhona Kholil Bangkalan adalah pilar utama keilmuan Islam di Indonesia. Warisannya hidup melalui jutaan santri, puluhan ribu pesantren, dan organisasi Nahdlatul Ulama yang terus berkhidmat untuk umat dan bangsa. (Tri /dari berbagai sumber)

× Advertisement
× Advertisement