Kisah
Beranda » Berita » Kisah Abid dan Godaan Syaithan : Dari Puncak Ketaatan ke Jurang Kehancuran

Kisah Abid dan Godaan Syaithan : Dari Puncak Ketaatan ke Jurang Kehancuran

Ilustrasi

SURAU.CO – Seorang ulama dari kalangan tabi’in, Wahhab bin Munabbih, meriwayatkan sebuah kisah tragis. Kisah ini menyoroti seorang abid (ahli ibadah) dari kaum Bani Israel. Ia sangat terkenal akan kesalehan dan ketekunannya dalam beribadah. Masyarakat begitu menghormati dan memercayai dirinya. Di masa itu, hiduplah tiga orang pemuda bersaudara. Mereka memiliki seorang adik perempuan yang masih gadis.

Suatu hari, ketiga saudara itu menerima perintah untuk pergi berperang. Mereka harus pergi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini menimbulkan kekhawatiran besar bagi mereka. Mereka bingung harus menitipkan adik perempuan mereka kepada siapa. Setelah berdiskusi, mereka sepakat pada satu nama. Nama itu adalah sang abid yang saleh.

Awalnya, sang abid menolak permintaan mereka. Ia merasa takut tidak sanggup menjaga amanah besar itu. Terlebih lagi, ia seorang ahli ibadah yang hidup sendiri. Namun, ketiga saudara itu terus mendesaknya. Mereka meyakinkan bahwa tidak ada orang lain yang lebih mereka percayai. Mereka yakin sang abid mampu menjaga adik mereka dengan baik. Akhirnya, sang abid pun luluh dan menerima amanah tersebut.

Awal Mula Jebakan Syaithan

Setelah ketiga pemuda itu berangkat, sang adik perempuan tinggal di rumah sang abid. Sang abid menempatkannya di sebuah kamar di lantai bawah. Sementara itu, ia sendiri tetap fokus beribadah di lantai atas. Saat waktu makan tiba, sang abid akan turun. Ia meletakkan makanan di dekat tangga. Lalu, ia memberitahu perempuan itu untuk mengambilnya. Proses ini berjalan beberapa hari tanpa mereka saling bertatap muka.

Syaithan, yang sejak awal mengincar sang abid, melihat sebuah celah. Ia tidak terburu-buru. Ia membiarkan rutinitas itu berjalan. Kemudian, ia memulai langkah pertamanya. Syaithan membisikkan sesuatu yang tampak seperti kebaikan. “Alangkah besar pahalamu jika engkau mengantar makanan itu ke depan pintunya,” bisik syaithan. Sang abid membenarkan bisikan itu dalam hatinya. Ia pun mulai mengantarkan makanan persis di depan pintu kamar.

Umar bin Khattab Masuk Islam: Sang Singa Makkah yang Menemukan Cahaya

Perangkap yang Semakin Dalam

Syaithan kembali membiarkan kondisi ini berjalan untuk sementara waktu. Setelah itu, ia melancarkan bisikan kedua. “Pahalamu akan jauh lebih besar jika engkau masuk dan meletakkannya di dalam kamarnya,” rayu syaithan. Sang abid kembali tergoda. Ia merasa kasihan pada gadis itu. Maka, ia mulai masuk ke dalam kamar untuk mengantar makanan.

Tipu daya syaithan tidak berhenti di situ. Beberapa hari kemudian, bisikan baru datang. “Gadis itu pasti sangat kesepian. Ajaklah ia bicara agar hatinya tenang. Pahalamu di sisi Allah tentu akan bertambah.” Sang abid lagi-lagi menyetujui ide itu. Mulanya mereka berbicara dari kejauhan. Namun, hari demi hari, jarak mereka semakin dekat. Obrolan ringan berubah menjadi candaan. Candaan berlanjut ke sentuhan fisik. Akhirnya, mereka terjerumus ke dalam perbuatan zina. Dosa besar itu mereka ulangi berkali-kali hingga sang perempuan hamil.

Dari Dosa Menuju Kejahatan Fatal

Saat itulah syaithan mengubah strateginya dari rayuan menjadi ancaman. Ia datang dalam mimpi sang abid. “Apa yang akan kau lakukan jika ketiga saudaranya pulang?” tanya syaithan. “Mereka akan melihat adik mereka hamil karena perbuatanmu. Mereka pasti akan membunuhmu!” Sang abid terbangun dengan rasa takut yang luar biasa. Panik dan kalut, ia mengambil keputusan mengerikan. Ia membunuh perempuan yang sedang hamil itu. Jasadnya ia kubur di bawah lantai kamarnya untuk menyembunyikan jejak. Ia lalu membuat sebuah kuburan palsu di luar.

Ketika ketiga saudara itu pulang, mereka langsung menanyakan adik mereka. Dengan wajah penuh kepalsuan, sang abid menceritakan kabar duka. Ia berkata adik mereka meninggal karena sakit keras. Ia bahkan menunjukkan kuburan palsu yang telah ia siapkan. Ketiga saudara itu percaya sepenuhnya dan hanya bisa meratapi nasib.

Namun, kebenaran tidak bisa selamanya terkubur. Suatu malam, syaithan mendatangi ketiga saudara itu dalam mimpi yang sama persis. Dalam mimpi itu, syaithan mengungkap segalanya. Ia memberitahu bahwa adik mereka dibunuh oleh sang abid setelah hamil. Ia juga menunjukkan lokasi jasadnya dikuburkan. Ketiganya terbangun dan saling menceritakan mimpi mereka yang ternyata sama.

Hijrah ke Habasyah: Pencarian Perlindungan Awal Islam dari Kekejaman Quraisy

Keesokan paginya, mereka mendatangi sang abid dengan amarah. Mereka memaksa sang abid mengaku. Setelah ia terus mengelak, mereka menggali lantai kamar adiknya. Di sanalah mereka menemukan jasad adik mereka dalam kondisi hamil. Sang abid tidak bisa lagi berbohong. Sebagai hukumannya, ia dijatuhi hukuman mati dengan cara disalib. Ia mati dalam keadaan kufur, sepenuhnya dalam pelukan syaithan.

Pelajaran Berharga dari Kisah Tragis

Kisah ini memberikan beberapa pelajaran penting yang sangat relevan.

Pertama, syaithan adalah musuh abadi manusia. Ia tidak akan pernah rela melihat seorang hamba taat kepada Allah. Dengan segala cara, ia akan berusaha menyesatkan manusia. Allah SWT telah memperingatkan permusuhan ini sejak zaman Nabi Adam AS hingga akhir zaman nanti.

Kedua, ibadah yang banyak bukanlah jaminan. Jangan sampai amal ibadah membuat seseorang menjadi sombong atau ujub. Merasa diri paling suci dan pasti masuk surga adalah sebuah kelalaian. Para sahabat dan orang-orang saleh terdahulu justru selalu menangis dalam ibadahnya. Mereka takut neraka seolah-olah hanya diciptakan untuk mereka.

Ketiga, syaithan menggoda orang saleh melalui pintu kebaikan. Godaan untuk ahli ibadah bukanlah maksiat secara langsung. Syaithan membungkusnya dengan dalih pahala dan kebaikan. Tujuannya agar amal itu menjadi rusak karena riya atau mengarah pada dosa yang lebih besar.

Menghadang Dakwah: Enam Strategi Kafir Quraisy Melawan Cahaya Islam

Keempat, jangan pernah berkhalwat (berduaan) dengan yang bukan mahram. Pintu syahwat adalah gerbang utama yang digunakan syaithan untuk menjerumuskan manusia. Rasulullah saw. telah mengingatkan, “Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali ada mahramnya bersama mereka, karena tidak ada seorang laki-laki dan perempuanpun yang berdua-duaan kecuali yang ketiga adalah syaithan”.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement