Sejarah
Beranda » Berita » Tarekat Malamatiyah, Tarekat yang Tersembunyi

Tarekat Malamatiyah, Tarekat yang Tersembunyi

ilustrasi

SURAU.CO. Dunia tasawuf Islam mengenal banyak jalan spiritual atau tarekat. Setiap tarekat  memiliki metode khas untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di antara tarekat yang ada, Tarekat Malamatiyah menempuh jalur yang sangat unik. Jalan spiritual ini mungkin asing bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia. Namanya tidak sepopuler Tarekat Qodiriyah, Naqsyabandiyah, atau Syadziliyah. Namun, Malamatiyah menyimpan filosofi mendalam tentang perjuangan melawan ego dan pencapaian ikhlas.

Tarekat ini pertama kali berkembang di wilayah Naisabur, Khurasan. Kawasan ini pada masanya merupakan pusat peradaban dan keilmuan Islam. Kehadiran tarekat ini tercatat dalam sejarah sejak abad ke-3 Hijriah. Salah satu ulama pertama yang menulis dan membelanya adalah Abu Abdurahman al-Sulami. Beliau menyusun pemikiran Malamatiyah pada abad ke-11. Tulisannya tersebut kemudian menjadi rujukan penting untuk memahami ajaran ini.

Akar Sejarah dan Silsilah Keilmuan

Namun tidak jelas siapa yang menjadi pendiri tarfekat ini. Sejarah hanya mencatat beberapa nama penting dalam penyebaran Tarekat Malamatiyah. Tarekat ini juga dikenal dengan sebutan Tarekat Qusyariyah. Nama tersebut merujuk kepada Syekh Hamdun bin Ahmad bin Amarah al-Qashar. Beliau menjadi tokoh sentral yang menyebarkan ajaran ini ke berbagai penjuru dunia. Namun, terdapat pandangan lain mengenai silsilah atau sanadnya.

Pendapat lain menyandarkan tarekat ini kepada Syekh Abu Hafs al-Haddad al-Malamati. Garis silsilah spiritual dari Syekh Abu Hafs memiliki jejak yang sangat jelas. Sanadnya tersambung kepada Syekh Syaqiq al-Balkhi. Kemudian, terus bersambung kepada Ibrahim ibn Adham. Silsilah ini berlanjut hingga kepada ulama besar Hasan al-Basri. Ujung silsilahnya sampai kepada sahabat Nabi, Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib, hingga ke sumber utama, Nabi Muhammad SAW. Silsilah yang kokoh ini menunjukkan bahwa ajaran Malamatiyah berakar kuat dalam tradisi Islam.

Filosofi Inti: Menempuh Jalan Celaan

Nama “Malamatiyah” berasal dari kata Arab malāmah, yang berarti celaan atau hinaan. Ini menjadi inti dari filosofi mereka. Para pengikutnya sengaja menempuh jalan yang membuat mereka dicela oleh orang lain. Tujuannya bukan untuk berbuat maksiat. Melainkan, untuk menghancurkan penyakit hati paling berbahaya, yaitu riya’ (pamer) dan cinta pujian. Mereka berperang melawan tabiat dasar nafsu yang selalu ingin diakui dan dihormati.

Jangan Mengejar Dunia yang Fana Ini

Syekh Abu Hafs al-Haddad al-Malamati merumuskan beberapa dasar ajaran tarekat ini. Pertama, kaum Malamatiyah mengisi seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah SWT. Kedua, mereka selalu menjaga sirri atau rahasia spiritual antara dirinya dengan Tuhan. Ketiga, mereka justru mencela diri sendiri ketika ibadah mereka diketahui orang lain. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya rasa bangga.

Poin paling unik adalah prinsip keempat. Mereka terkadang menampakkan perbuatan-perbuatan yang terlihat jelek di mata awam. Sementara itu, mereka menyimpan rapat-rapat semua kebaikannya. Akibatnya, orang lain sering mencela mereka karena hanya melihat sisi lahiriahnya. Menurut Al-Hujwiri, seorang sufi besar, pengikut tarekat ini akan mencela diri sendiri jika sisi batinnya yang mulia diketahui orang lain.

Syekh Syihabuddin Abi Hafs Umar al-Suhrawardi memperkuat pandangan ini. Beliau mengatakan bahwa kaum Malamatiyah adalah orang-orang yang mengharapkan hinaan. Maksudnya, mereka meyakini bahwa diri mereka tidak punya nilai apa pun. Mereka merasa tenang dan bahagia ketika dicela. Sebab, celaan tersebut menegaskan keyakinan mereka tentang kehinaan diri di hadapan Allah. Jalan ini menjadi tameng ampuh untuk melawan cinta dunia, jabatan, dan popularitas.

Kemuliaan di Balik Kesederhanaan 

Meskipun metodenya ekstrem, banyak ulama besar yang menyanjung kemuliaan Tarekat Malamatiyah. Mereka memahami bahwa di balik penampilan yang sengaja dibuat “buruk”, tersimpan hati yang tulus. Para wali Malamatiyah memiliki kedudukan spiritual yang sangat tinggi. Hal ini karena mereka berhasil mencapai puncak keikhlasan.

Sebuah kutipan menjelaskan posisi tarekat ini.  “Tareqat Malamatiyyah adalah tareqat yang mulia, di mana wali dalam posisi ini memiliki maqam yang tinggi. Ia berpegang teguh pada sunnah dan atsar, hatta mereka mencapai realisasi sifat ikhlas. Tareqat ini bukanlah seperti yang dipandang khalayak, sungguh fitnahnya terlalu jauh.”

Zohran Mamdani Menang, Menteri Israel Desak Drang Yahudi Meninggalkan New York

Kutipan ini menegaskan bahwa jalan Malamatiyah tetap berpegang pada ajaran Nabi (sunnah) dan para sahabat (atsar). Tujuan utama mereka adalah merealisasikan sifat ikhlas dalam setiap tindakan. Mereka tidak menyimpang dari ajaran pokok Islam. Justru, mereka menyelami esensinya dengan cara yang tidak biasa.

Ulama besar Ibnu Hajar Al-Haitami juga memberikan kesaksian serupa. Beliau mengisahkan tentang karakter para wali Malamatiyah yang sangat menjaga hatinya.

“Wali malamatiyyah adalah kelompok tareqat yang selalu menjaga kebaikan hatinya untuk allah semata, mereka tidak menyukai orang lain melihat amalnya-amalnya.”

Pernyataan ini menggarisbawahi inti perjuangan mereka. Yaitu, memastikan setiap amal hanya hanya kepada  Allah, tanpa sedikit pun mengharap validasi dari manusia. Tarekat Malamatiyah mengajarkan sebuah pelajaran berharga. Bahwa kemuliaan sejati tidak terletak pada penampilan lahiriah, melainkan pada ketulusan hati yang tersembunyi. Wallahu A’lam Bishowab ( ENHA/ berbagai sumber)

 

Thoha Husein Pemikir Besar Mesir dan Pembaharu Sastra Arab


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement