Musim kemarau kembali tiba di Indonesia. Tahun ini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah merilis prediksi terkait puncaknya pada Juni hingga Agustus. Tentu saja, fenomena alam ini membawa berbagai tantangan. Mulai dari kekeringan lahan pertanian hingga krisis air bersih. Bagi seorang Muslim, menghadapi musim kemarau bukan sekadar masalah teknis. Ia adalah ladang untuk memperkuat iman dan mengamalkan ajaran agama secara menyeluruh.
Islam menawarkan panduan yang seimbang dalam menghadapi kesulitan. Panduan tersebut memadukan ikhtiar (usaha) yang rasional dengan tawakal (berserah diri) yang total. Oleh karena itu, mari kita telaah beberapa kiat bagi seorang Muslim dalam menghadapi musim kemarau, berdasarkan inspirasi dari sains modern dan teladan agung Nabi Muhammad SAW.
Kiat 1: Mengambil Langkah Ikhtiar Berbasis Sains
Langkah pertama seorang Muslim adalah melakukan usaha terbaik. Dalam konteks kemarau, peringatan dari BMKG adalah bentuk rahmat Allah yang hadir melalui ilmu pengetahuan. BMKG memberikan prediksi puncak musim kemarau. Informasi ini sangat berharga untuk persiapan. Sikap kita bukanlah mengabaikannya, melainkan memanfaatkannya.
Ikhtiar ini bisa berupa tindakan sederhana. Misalnya, mulai menghemat penggunaan air di rumah. Kita juga bisa membuat lubang biopori untuk menyimpan cadangan air hujan. Pada skala lebih besar, pemerintah dapat menyiapkan teknologi modifikasi cuaca atau membangun bendungan. Semua ini adalah bentuk ikhtiar yang sangat dianjurkan. Sebab, Islam mengajarkan umatnya untuk tidak pasrah tanpa berusaha.
Kiat 2: Memperbanyak Istighfar dan Bertaubat
Ulama sering mengingatkan bahwa salah satu penyebab tertahannya rahmat, termasuk hujan, adalah dosa. Kesulitan dan musibah bisa menjadi momen introspeksi diri. Oleh karena itu, kiat spiritual yang utama adalah memperbanyak istighfar dan bertaubat. Kita memohon ampunan kepada Allah atas segala kelalaian.
Dengan bertaubat, kita membersihkan diri dan berharap Allah membuka kembali pintu rahmat-Nya. Langkah ini melembutkan hati. Ia juga mengingatkan kita bahwa segala sesuatu berada dalam kendali-Nya. Hati yang bersih akan lebih mudah terhubung saat memanjatkan doa.
Kiat 3: Meneladani Doa Istisqa’ Rasulullah SAW
Ketika ikhtiar telah dilakukan dan hati telah dibersihkan, inilah saatnya menengadahkan tangan. Sejarah Islam mencatat sebuah teladan luar biasa dari Nabi Muhammad SAW. Saat Madinah dilanda kemarau panjang, umat menghadapi penderitaan hebat. Harta benda rusak dan sumber kehidupan mengering. Mereka pun mengadu kepada Rasulullah SAW.
Sebuah hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik mengabadikan momen ini. Seorang lelaki datang saat Nabi sedang berkhotbah Jumat dan berkata:
“Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan-jalan terputus. Maka, berdoalah kepada Allah agar Dia menurunkan hujan untuk kami.”
Tanpa menunda, Rasulullah SAW langsung berdoa dengan khusyuk. Seketika, keajaiban terjadi. Dari langit yang semula cerah, awan mulai berkumpul. Tak lama kemudian, hujan turun dengan sangat deras selama seminggu penuh. Doa yang dikenal sebagai shalat Istisqa’ (meminta hujan) ini adalah senjata spiritual terkuat seorang Muslim saat menghadapi kekeringan.
Kiat 4: Menguatkan Keyakinan (Tawakal) pada Kekuasaan Allah
Peristiwa doa Istisqa’ bukan sekadar cerita pengantar tidur. Ia adalah bukti nyata atas kekuasaan Allah SWT dan kebenaran risalah Nabi Muhammad SAW. Peristiwa ini termasuk dalam kategori mukjizat. Para ulama mendefinisikannya sebagai berikut:
“Mukjizat adalah suatu kejadian luar biasa yang terjadi melalui seorang nabi atau rasul, sebagai bukti kebenaran kenabiannya, yang tidak dapat ditiru oleh siapapun.”
Mengingat kembali mukjizat ini dapat menguatkan tawakal kita. Tawakal berarti menyerahkan hasil akhir sepenuhnya kepada Allah setelah berusaha maksimal. Keyakinan bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu akan memberikan ketenangan jiwa. Kita menjadi tidak mudah cemas atau putus asa dalam menghadapi kemarau.
Kesimpulan: Harmoni Antara Usaha dan Doa
Menghadapi musim kemarau, seorang Muslim memerlukan kiat-kiat dan tidak menjadi seorang yang pasif. Ia adalah pribadi yang proaktif dan seimbang. Ia mengambil langkah-langkah antisipasi berdasarkan data ilmiah dari BMKG. Namun, ia tidak pernah sombong dengan usahanya. Hatinya selalu bergantung dan berharap kepada Allah SWT. Dengan memadukan ikhtiar duniawi dan senjata spiritual, kita siap menyambut setiap musim. Kita mengubah tantangan kekeringan menjadi sebuah kesempatan untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta. Inilah cara seorang Muslim mengubah kesulitan menjadi ladang pahala dan keberkahan.