Ketika nama Khadijah binti Khuwailid RA disebut, kita tidak hanya mengenang sosok istri pertama Nabi Muhammad SAW. Kita sedang membicarakan seorang perempuan yang mengukir sejarah Islam dengan teladan iman, kekuatan, dan keberanian wirausaha. Ia bukan hanya pendamping Rasul, tetapi pelopor perempuan Muslim dalam dunia bisnis, sosial, dan spiritual.
Bagi generasi hari ini, biografi Khadijah bukan sekadar kisah klasik. Ia adalah cermin bahwa keagungan perempuan tak pernah bertentangan dengan kesalehan. Sebaliknya, keduanya saling menyempurnakan.
Kehidupan Awal: Bangsawan Quraisy yang Disegani
Khadijah lahir di Mekah sekitar 68 tahun sebelum hijrah, dari keluarga terpandang Quraisy. Ayahnya, Khuwailid bin Asad, adalah pedagang sukses yang mewariskan jaringan bisnis yang luas. Ibunya, Fatimah binti Za’idah, juga berasal dari kalangan bangsawan.
Sejak muda, Khadijah dikenal sebagai wanita cerdas, jujur, dan cakap berbisnis. Ia mengelola perdagangan lintas negeri dari Yaman hingga Syam dan mempekerjakan laki-laki terbaik untuk menjalankan kafilah dagangnya. Di masa ketika perempuan umumnya dibatasi dalam ruang domestik, Khadijah justru menjadi penguasa pasar yang disegani, dijuluki Ath-Thahirah (yang suci) karena akhlaknya.
Pertemuan dengan Nabi Muhammad SAW
Khadijah mendengar reputasi kejujuran pemuda bernama Muhammad bin Abdullah, yang saat itu belum menjadi nabi. Ia memintanya memimpin salah satu ekspedisi dagang ke Syam. Hasilnya luar biasa, untung besar dan laporan penuh integritas dari budaknya, Maisarah.
Terpikat oleh akhlak dan keluhuran Muhammad, Khadijah yang saat itu berusia 40 tahun, melamar Muhammad yang berusia 25 tahun. Pernikahan mereka menjadi teladan rumah tangga Islam pertama. Dari Khadijah lahir Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah, dan Abdullah.
Perempuan Pertama yang Masuk Islam
Saat wahyu pertama turun di Gua Hira, Khadijah adalah orang pertama yang meyakini kerasulan Muhammad. Ia menenangkan, mendukung, dan mengantar suaminya bertemu Waraqah bin Naufal, sepupu Khadijah yang ahli Injil.
Khadijah berkata:
“Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu. Engkau menyambung silaturrahim, berkata jujur, menanggung orang lain, memberi orang miskin, dan membantu orang yang kesusahan.” (HR. Bukhari)
Kalimat ini bukan sekadar penghiburan. Ia adalah deklarasi iman penuh terhadap misi kenabian, bahkan ketika wahyu masih baru dan jalan kenabian belum terlihat terang.
Khadijah RA, Istri Nabi yang Dermawan: Mendukung Dakwah dengan Harta
Khadijah tidak hanya mendukung secara emosional. Ia menginfakkan seluruh hartanya untuk menopang dakwah Islam pada masa awal. Ketika kaum Muslim diboikot di Lembah Abu Thalib selama tiga tahun, logistik dan kebutuhan hidup ditanggung oleh kekayaan Khadijah.
Para ahli sejarah Islam sepakat bahwa tanpa pengorbanan Khadijah, dakwah Islam tidak akan berdiri setegar itu pada masa-masa genting.
Wafatnya Sang Cahaya Rasulullah
Khadijah RA, istri Nabi wafat pada tahun ke-10 kenabian, dalam usia 65 tahun. Rasulullah sangat kehilangan. Tahun itu dikenal sebagai ‘Am al-Huzn tahun duka. Ia tidak pernah menikah lagi selama Khadijah hidup. Bahkan setelah Khadijah wafat, Nabi Muhammad SAW sering menyebut-nyebut namanya, memberi hadiah kepada sahabat-sahabat Khadijah, dan menangis jika mengenangnya.
Dalam hadis shahih, Rasulullah bersabda:
“Dia beriman kepadaku saat orang lain mengingkari, dia membenarkanku saat orang lain mendustakan, dia memberiku hartanya saat orang lain menahan, dan Allah memberiku anak-anak darinya.” (HR. Ahmad dan Hakim)
Inspirasi Perempuan Sepanjang Zaman
Khadijah RA, Istri Nabi adalah teladan bagi Muslimah hari ini. Kita dapat meneladani sosok Khadijah RA yang sangat inspiratif dengan melihat beberapa contoh dibawah ini:
-
Ia sukses sebagai pengusaha dan pemilik modal
-
Ia taat sebagai istri dan pendukung dakwah
-
Ia mandiri, namun tetap rendah hati dan penuh cinta
-
Ia memperjuangkan agama, bukan lewat pedang, tapi lewat kepercayaan, kelembutan, dan pengorbanan
Tak heran, Jibril sendiri menyampaikan salam Allah kepadanya, dan menjanjikan rumah di surga dari mutiara tanpa kebisingan dan kelelahan (HR. Bukhari-Muslim).