SURAU.C) – Sebuah proyek ambisius untuk penulisan ulang sejarah nasional kini justru menuai sorotan tajam dari berbagai pihak. Seorang ahli arkeologi, yang sebelumnya merupakan bagian dari tim penyusun, mengambil langkah signifikan. Ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari keterlibatannya dalam tim tersebut. Lebih lanjut, ia secara terbuka membeberkan sejumlah dugaan kejanggalan serius yang ia temukan selama proses penyusunan berlangsung. Ahli arkeologi ini mengungkapkan setidaknya ada lima poin krusial. Poin-poin tersebut ia anggap sebagai masalah fundamental. Masalah ini berpotensi besar mengancam objektivitas serta integritas narasi sejarah bangsa Indonesia ke depan. Akibatnya, keputusannya untuk berbicara secara terbuka kepada publik segera memicu diskusi luas. Diskusi ini terutama terjadi di kalangan akademisi, sejarawan, dan para pemerhati sejarah lainnya.
Lima Poin Kejanggalan yang Menjadi Sorotan Utama
Dalam keterangannya kepada media, ahli arkeologi tersebut merinci lima kejanggalan utama. Ia menemukan kejanggalan ini selama dirinya terlibat aktif dalam tim penyusunan. Meskipun artikel sumber tidak menyebutkan secara spesifik nama ahli arkeologi yang dimaksud, poin-poin yang ia sampaikan memiliki bobot yang cukup fundamental. Poin-poin tersebut secara langsung menyangkut metodologi penelitian dan proses kerja tim penyusun.
Pertama, ia menyoroti masalah metodologi penelitian dan penulisan. Ahli arkeologi tersebut merasa bahwa tim menggunakan pendekatan yang kurang komprehensif. Ia melihat adanya kecenderungan untuk menyederhanakan narasi sejarah yang kompleks. Bahkan, menurutnya, ada potensi tim mengabaikan temuan-temuan arkeologis terbaru. Padahal, temuan-temuan baru ini seharusnya bisa memperkaya. Temuan ini juga bisa mengoreksi pemahaman sejarah yang mungkin sudah usang. “Metodologi yang digunakan terasa terburu-buru dan kurang mendalam,” ujarnya. Oleh karena itu, ia khawatir hasil akhirnya tidak akan mencerminkan kompleksitas sejarah Indonesia yang sesungguhnya.
Kedua, ahli arkeologi tersebut mempersoalkan komposisi tim penyusun. Ia menyoroti dugaan keterlibatan pihak-pihak yang mungkin memiliki agenda tertentu di baliknya. Atau, ada pula pihak yang ia nilai kurang memiliki kompetensi arkeologis yang memadai untuk tugas sepenting ini. Menurut pandangannya, tim penyusun sejarah idealnya harus terdiri dari para ahli multidisiplin. Para ahli ini wajib memiliki rekam jejak akademik yang kuat. Selain itu, mereka juga harus independen dari berbagai kepentingan. “Ada beberapa anggota tim yang kualifikasinya di bidang arkeologi atau sejarah kuno patut dipertanyakan,” ungkapnya. Tentu saja, hal ini bisa sangat mempengaruhi kualitas dan objektivitas hasil tulisan akhir.
Ketiga, ia mengkritik proses pengambilan keputusan dalam tim. Ahli arkeologi ini merasakan adanya dominasi pandangan tertentu dalam diskusi tim. Akibatnya, diskusi dan perdebatan ilmiah yang sehat kurang mendapat ruang yang cukup. Ada kesan bahwa arah narasi sejarah sudah tim tentukan sejak awal. Kondisi ini tentu bertentangan dengan prinsip kerja ilmiah yang objektif. Di mana setiap argumen harus selalu tim uji berdasarkan bukti-bukti yang valid. “Suara-suara kritis atau pandangan alternatif seringkali dikesampingkan,” jelasnya.
Keempat, ia menyampaikan kekhawatiran mengenai potensi munculnya narasi sejarah tunggal. Narasi ini dikhawatirkan bersifat politis. Ini adalah kekhawatiran terbesar yang ia sampaikan kepada publik. Ia cemas bahwa proyek penulisan ulang sejarah ini memiliki tujuan untuk melegitimasi kepentingan tertentu. Atau, proyek ini bertujuan untuk membangun citra tertentu yang pihak tertentu inginkan. Padahal, sejarah seharusnya menjadi alat untuk memahami masa lalu secara jujur dan apa adanya. Sejarah bukanlah instrumen propaganda untuk kepentingan sesaat. “Ada indikasi kuat bahwa narasi yang dihasilkan akan lebih condong pada interpretasi yang menguntungkan status quo,” tegasnya.
Kelima, ia menyoroti kurangnya transparansi dan partisipasi publik dalam proyek ini. Menurutnya, sebuah proyek sepenting penulisan ulang sejarah nasional seharusnya melibatkan publik secara luas. Keterlibatan ini terutama dari kalangan akademisi, sejarawan, dan ahli arkeologi independen. Akan tetapi, proses yang berjalan selama ini ia anggap cenderung tertutup. Diskusi publik mengenai draf awal atau temuan-temuan awal sangat minim. Bahkan, nyaris tidak ada. “Bagaimana kita bisa menghasilkan sejarah bangsa yang komprehensif jika prosesnya tidak terbuka?” tanyanya secara retoris.
Menjaga Objektivitas dan Integritas dalam Penulisan Sejarah Bangsa
Pengungkapan berbagai dugaan kejanggalan ini tentu merupakan sebuah persoalan yang sangat serius. Sejarah adalah cermin identitas sebuah bangsa. Oleh karena itu, penulisan sejarah yang tidak objektif dan tidak berintegritas dapat menyesatkan generasi mendatang. Sejarah yang benar adalah sejarah yang penulisannya berdasarkan fakta-fakta yang ada. Fakta ini harus didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan dapat diverifikasi. Bukti-bukti tersebut bisa berupa bukti arkeologis, arsip-arsip sejarah, maupun sumber-sumber primer lainnya. Interpretasi terhadap sejarah memang bisa beragam. Akan tetapi, kerangka metodologi ilmiah harus tetap menjadi pegangan utama.
Pentingnya Suara Kritis dan Evaluasi Proyek oleh Pemerintah
Keputusan ahli arkeologi ini untuk keluar dari tim penyusun dan berbicara secara terbuka kepada publik patut kita apresiasi. Tindakan ini menunjukkan adanya keberanian yang besar. Keberanian untuk menjaga marwah ilmu pengetahuan dan integritas akademik. Meskipun mungkin ada berbagai risiko yang harus ia hadapi setelah ini. Kritik konstruktif yang ia sampaikan seharusnya menjadi bahan evaluasi yang serius. Terutama bagi pihak-pihak yang bertanggung jawab atas proyek penulisan ulang sejarah nasional ini. Kemungkinan besar, proyek ini berada di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) atau lembaga pemerintah terkait lainnya.
Publik kini tentu menantikan tanggapan resmi dari pihak penyelenggara proyek penulisan ulang sejarah. Apakah berbagai kejanggalan yang telah ahli arkeologi tersebut ungkapkan akan mereka tindaklanjuti dengan serius? Apakah akan ada perbaikan mendasar dalam metodologi penelitian dan komposisi tim penyusun? Transparansi menjadi kunci utama untuk menjawab berbagai keraguan yang muncul di masyarakat. Pemerintah atau lembaga yang berwenang perlu segera membuka ruang dialog yang lebih luas. Dialog ini harus melibatkan para ahli sejarah dan ahli arkeologi dari berbagai latar belakang dan perspektif. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa penulisan ulang sejarah bangsa kita semua lakukan secara benar, jujur, dan bertanggung jawab.
Refleksi dan Harapan untuk Penulisan Sejarah yang Lebih Baik
Lebih jauh lagi, kasus ini juga menjadi sebuah momentum penting bagi kita semua. Momentum untuk merefleksikan bagaimana kita sebagai sebuah bangsa memperlakukan sejarah kita sendiri. Apakah kita hanya melihat sejarah sebagai alat politik untuk kepentingan sesaat? Ataukah kita memandangnya sebagai cermin berharga untuk belajar dan membangun masa depan yang lebih baik? Integritas akademik dan kejujuran intelektual harus menjadi landasan utama. Terutama dalam setiap upaya untuk merekonstruksi dan memahami masa lalu. Jika tidak, kita berisiko kehilangan bagian penting dari jati diri kita sebagai bangsa yang besar. Suara-suara kritis seperti yang telah ahli arkeologi ini sampaikan sangatlah berharga. Ini menjadi pengingat agar kita tidak pernah berhenti bertanya. Dan, tidak pernah berhenti untuk mencari kebenaran sejarah.