SURAU.CO – Nama Muzakir Manaf kembali menjadi sorotan publik. Hal ini terjadi setelah keberhasilannya memperjuangkan kedaulatan wilayah Aceh. Polemik pengalihan empat pulau ke Sumatra Utara akhirnya menemui titik terang. Presiden Prabowo Subianto memimpin langsung rapat terbatas untuk menyelesaikan sengketa ini. Beberapa pejabat tinggi negara menghadiri rapat tersebut, termasuk Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution juga hadir. Dalam rapat penting itu, Presiden Prabowo mengambil keputusan tegas. Ia menetapkan bahwa Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Kecil, dan Pulau Mangkir Besar adalah milik Provinsi Aceh. Keputusan ini berlandaskan pada dasar-dasar dokumen yang dimiliki pemerintah.
Keberhasilan ini tidak lepas dari kegigihan Gubernur Aceh. Muzakir Manaf, atau akrab disapa Mualem, dengan kuat mempertahankan argumentasinya. Sosoknya yang vokal dalam mempertahankan hak Aceh membuatnya menjadi pusat perhatian. Lalu, siapakah sosok Muzakir Manaf sebenarnya? Mari kita kenali lebih dalam rekam jejaknya.
Masa Muda dan Perjalanan Menuju Medan Perang
Muzakir Manaf lahir pada 3 April 1964. Ia berasal dari Gampong Mane Kawan, dari pasangan Manaf dan Zubaidah. Mualem menamatkan pendidikan SMA pada tahun 1984. Ia sempat merasakan bangku kuliah di Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. Namun, panggilan perjuangan mengubah jalan hidupnya. Ia memutuskan bergabung dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Pada tahun 1986, Mualem berangkat ke Libya. Di sana, ia menerima pelatihan tempur intensif bersama para pejuang GAM lainnya. Pengalaman ini membentuknya menjadi seorang komandan yang tangguh dan disegani. Karier militernya menanjak dengan cepat. Ia menjadi figur penting dalam struktur komando GAM.
Titik balik dalam kariernya terjadi pada 22 Februari 2002. Panglima GAM saat itu, Abdullah Syafi’i, gugur dalam pertempuran dengan Tentara Nasional Indonesia. Setelah peristiwa itu, GAM mengangkat Muzakir Manaf sebagai panglima komando pusat. Ia pun menjadi panglima tertinggi militer GAM. Ia memimpin pergerakan di masa-masa paling kritis hingga proses-proses awal perdamaian.
Transformasi dari Panglima Menjadi Politikus Andal
Perdamaian bersejarah melalui Kesepakatan Helsinki mengubah segalanya. GAM secara resmi membubarkan sayap militernya, Tentara Negara Aceh, pada 27 Desember 2005. Sejak saat itu, Muzakir Manaf tidak lagi menyandang jabatan panglima. Perjuangannya beralih dari medan perang ke panggung politik.
Sehari setelahnya, pada 28 Desember 2005, ia mengemban tugas baru. Ia menjabat sebagai ketua Komite Peralihan Aceh (KPA). Lembaga ini bertugas mengawal proses transisi mantan kombatan ke kehidupan sipil. Dua tahun kemudian, ia menjadi salah satu tokoh sentral pendirian partai politik lokal. Ia turut mendirikan Partai Gerakan Aceh Mandiri. Namun, karena keluhan dari pemerintah pusat, partai itu mengubah namanya menjadi Partai Aceh. Mualem pun dipercaya menjadi ketua umum pertama partai tersebut hingga sekarang.
Jejak Karier di Pemerintahan dan Organisasi
Profil Muzakir Manaf semakin mengenalnya secara luas saat ia masuk ke pemerintahan. Pada Pemilihan Gubernur Aceh 2012, Mualem maju sebagai calon wakil gubernur. Ia mendampingi Zaini Abdullah. Pasangan ini berhasil memenangkan hati rakyat Aceh. Pemerintah melantik mereka secara resmi pada 4 Juni 2012.
Selama menjabat, popularitas Mualem di kalangan mantan kombatan tidak pernah luntur. Pengaruhnya terbukti sangat kuat. Salah satu contohnya adalah saat konflik bersenjata yang dipimpin oleh Din Minimi. Din menolak untuk menyerahkan diri ke Jakarta atau Banda Aceh. Ia hanya mau dijemput langsung oleh Mualem.
Setelah masa jabatannya berakhir, ia kembali bertarung dalam politik. Ia mencalonkan diri sebagai calon gubernur pada Pemilihan umum Gubernur Aceh 2017. Namun, saat itu ia belum berhasil meraih kemenangan.
Kiprahnya tidak hanya di bidang politik. Mualem juga aktif di berbagai organisasi. Ia pernah menduduki sebagai Ketua Umum Pramuka Aceh pada 2013. Dua tahun kemudian, ia memimpin Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Aceh pada 2015.
Pada Pemilihan Presiden 2024, Mualem menunjukkan arah politiknya. Ia secara terbuka menyatakan dukungan terhadap pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Dukungan ini ia sampaikan pada 26 Desember 2023.
Dalam Pilkada 2024, beberapa partai mengusung namanya kembali sebagai calon gubernur. Tiga partai besar, yaitu Partai Demokrat, Partai Gerindra, dan PKS, memberikan dukungannya. Ia memilih Fadhlullah, Ketua Partai Gerindra Aceh, sebagai wakilnya. Pasangan ini pun terpilih untuk memimpin Aceh periode 2025–2030, melanjutkan perjuangannya untuk tanah kelahirannya. (Tri)