Beranda » Berita » Merenungi Bencana sebagai “Takdir” dalam Pandangan Islam

Merenungi Bencana sebagai “Takdir” dalam Pandangan Islam

BPBD Jawa Barat

Akhir-akhir ini, bencana datang silih berganti dan mengguncang kehidupan manusia. Indonesia menghadapi berbagai kejadian bencana yang signifikan sebagai salah satu negara dengan risiko bencana yang tinggi. Sejak Januari hingga Juni 2025, BNPB mencatat terjadi 1.603 bencana.

Melihat Bencana dalam Perspektif Islam

Dalam Perspektif Islam, sebagian umat Muslim memahami fenomena alam ini sebagai bagian dari takdir Allah dan ujian bagi manusia. Banyak ayat Al-Qur’an menegaskan hal ini, salah satunya dalam Surat Al-An’am (6:59): “Dan di sisi-Nya kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.” Ayat ini menunjukkan bahwa setiap kejadian, termasuk bencana, berada dalam pengaturan dan izin Allah.

Dengan demikian umat Muslim memaknai bencana sebagai bagian dari ujian dan cobaan yang diberikan Allah pada umat Manusia. Hal ini bukan berarti sebagai alasan untuk pasrah tanpa usaha. Sebaliknya, justru harus disadari bahwa di balik setiap peristiwa terdapat kehendak ilahi yang tidak selalu dapat dijangkau oleh akal manusia. Kesadaran ini mendorong mereka untuk tetap berikhtiar sambil menjaga keyakinan kepada Allah.

Namun, sebagian orang kurang sepakat dengan pandangan bahwa bencana sepenuhnya merupakan takdir Allah. Mereka berpendapat bahwa pandangan tersebut dapat membuat masyarakat bersikap pasrah dan mengabaikan upaya pencegahan. Menurut pandangan ini, bencana sering kali muncul karena kerusakan lingkungan, kelalaian manusia, atau lemahnya tata kelola risiko. Oleh karena itu, masyarakat perlu memikul tanggung jawab bersama untuk mencegahnya.

 

Dahlan: Bisikan Prabowo Subianto

Islam mengajarkan bahwa alam merupakan makhluk ciptaan Allah. Gempa bumi, banjir, dan tsunami terjadi atas izin dan kehendak-Nya. Surat Ath-Thur (52:35-36) menyatakan bahwa tidak satu pun ciptaan berdiri sendiri tanpa kehendak Allah.

Kesadaran bahwa alam tunduk kepada Allah membentuk cara pandang masyarakat Muslim terhadap bencana. Mereka memandang bencana bukan hanya sebagai fenomena fisik, tetapi juga sebagai peristiwa spiritual dan moral.

Sebagian umat Muslim meyakini bahwa bencana merupakan ujian keimanan dan pengingat atas kebesaran Allah. Mereka meresponsnya melalui praktik keagamaan seperti memperbanyak istighfar, melaksanakan shalat tobat, dan memperkuat ikatan sosial di tengah krisis.

Sumber-sumber keagamaan seperti Al-Qur’an, hadis, dan pengajian membentuk pengetahuan masyarakat tentang bencana. Proses ini tidak hanya menumbuhkan kesadaran spiritual, tetapi juga melahirkan pengetahuan kolektif yang menjadi pedoman dalam menghadapi bencana.

Peran Tokoh Agama dalam Menafsirkan Musibah

Tokoh agama memainkan peran penting dalam menafsirkan peristiwa bencana. Mereka menggunakan mimbar ceramah dan pengajian untuk menjelaskan bahwa musibah bukanlah kutukan, melainkan bagian dari rencana Allah yang lebih besar.

Hikmah Permintaan Maaf: Perjalanan Nikah Sahabat Karib

Dalam Islam, ajaran tentang bencana sering kali berkaitan dengan seruan untuk bertobat. Taubat (tawbah) mencerminkan kesadaran bahwa manusia memiliki keterbatasan dan harus kembali kepada Allah. Tindakan ini menjadi respons aktif terhadap bencana, bukan sikap pasif yang menyerah pada nasib.

Sehingga masyarakat tidak serta-merta memahami bencana sebagai takdir Allah. Pengetahuan ini terbentuk melalui interaksi sosial, peran institusi agama, dan pengalaman kolektif. Dalam situasi bencana, keyakinan tersebut memberikan kekuatan batin yang memupuk harapan, ketabahan, dan solidaritas.

Doa bersama, ceramah, dan ritual keagamaan menjadi ruang belajar kolektif yang menghidupkan pengetahuan spiritual ini. Di ruang-ruang inilah masyarakat menginternalisasi makna bencana sebagai bagian dari takdir Allah dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam pandangan ini, Islam tidak memandang bencana sebagai kejadian yang kebetulan. Sebagian Umat Muslim masih meyakini bahwa setiap bencana mengandung hikmah dan menjadi bagian dari takdir Allah. Mereka memahami alam sebagai makhluk yang tunduk pada kehendak-Nya. Dengan dasar keimanan, masyarakat membentuk pengetahuan dan cara pandang khas dalam menghadapi bencana. Mereka memaknainya sebagai ujian, pengingat, dan panggilan untuk kembali kepada Allah.

Oleh karena itu, umat Muslim tidak hanya merasa takut ketika menghadapi bencana, tetapi juga mengembangkan kekuatan spiritual yang memperkuat solidaritas dan refleksi diri. Inilah kekuatan iman yang menuntun mereka dalam menghadapi bencana sebagai bagian dari takdir Allah.

Menyelaraskan Pikiran dan Perbuatan: Kunci Hidup yang Autentik dan Bermakna

× Advertisement
× Advertisement