Berita Nasional
Beranda » Berita » Di Balik Pernikahan Dini Anak SMP di Lombok yang Lagi Viral

Di Balik Pernikahan Dini Anak SMP di Lombok yang Lagi Viral

Pernikahan Dini Anak SMP di Lombok
Pernikahan Dini Anak SMP di Lombok

SURAU.COSebuah video menampilkan iring-iringan pengantin remaja dalam tradisi Nyongkolan di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Video ini baru-baru ini mengguncang jagat maya. Pernikahan Dini Anak SMP di Lombok, melibatkan seorang siswi kelas 1 SMP berinisial YL (15 tahun) dan siswa kelas 1 SMK berinisial RN (16 tahun). Peristiwa ini tidak hanya menjadi tontonan viral. Lebih dari itu, kasus ini kembali membuka luka lama tentang praktik pernikahan dini. Praktik ini masih mengakar kuat di sebagian wilayah Indonesia, khususnya Lombok. Akun Facebook @Diyok Stars pertama kali mengunggah video ini. Unggahan tersebut telah ditonton lebih dari 2,1 juta kali. Video ini memperlihatkan kemeriahan adat. Namun, di baliknya tersimpan kompleksitas masalah sosial, budaya, dan perlindungan anak.

Peristiwa ini bukan sekadar pernikahan dua remaja di bawah umur. Prosesi Nyongkolan merupakan arak-arakan pengantin. Prosesi ini diiringi musik tradisional Gendang Beleq dan Kecimol, serta Jaran Kampus (patung kuda Sasak). Nyongkolan menjadi sorotan. Terlebih, publik menyoroti aksi pengantin wanita, YL. Ia terekam berjoget dan sesekali tampak marah. Aksi ini menambah dimensi pertanyaan publik. Publik mempertanyakan kerelaan dan kesiapan mental anak-anak ini memasuki bahtera rumah tangga.

Kronologi dari Kepala Desa: Upaya Pencegahan dan Dilema yang Dihadapi

Untuk memahami akar permasalahan pernikahan YL dan RN, kesaksian Kepala Desa Sukaraja, Lalu Januarsa Atmaja, menjadi krusial. Ia membenarkan bahwa RN, pengantin pria, adalah warganya. Lalu Januarsa mengungkap serangkaian peristiwa yang mendahului pernikahan viral tersebut.

Menurut Lalu Januarsa, sekitar tiga minggu sebelum pernikahan yang menghebohkan ini, YL dan RN telah mencoba menikah. Mereka melakukannya melalui tradisi “kawin culik” atau merarik. Merarik adalah praktik adat Suku Sasak. Dalam praktik ini, pihak laki-laki membawa lari calon mempelai perempuan. “Dia sempat mau menikah dulu, 3 minggu sebelum kejadian ini. Nah pada pernikahan pertama ini sudah kita upayakan terjadi pembelasan (pemisahan) oleh Kadus dan kita berhasil melakukan pemisahan keduanya,” jelas Lalu Januarsa.

Upaya pemisahan oleh aparat desa tersebut ternyata tidak bertahan lama.

Dukung Ekonomi Kerakyatan: Bimtek Menjahit, Sinergi Kemendagri dan Dekranas

Kabur ke Sumbawa dan Penolakan Keluarga

Tiga minggu berselang, RN kembali membawa kabur YL. Kali ini, ia membawa YL hingga ke Pulau Sumbawa selama dua hari dua malam. Mereka pergi tanpa sepengetahuan keluarga kedua belah pihak. Setelah keduanya kembali, aparat desa kembali mengusahakan pemisahan. Namun, kali ini, pihak keluarga YL menolak.

“Karena orang tua/wali perempuan ndak ngasih dia (dilakukan pemisahan). Dia ndak mau terima kembali anak perempuannya. Alasan orang tua mempelai wanita karena memang anaknya sudah dua hari dua malam dibawa itu,” terang Lalu Januarsa. Alasan ini mencerminkan tekanan sosial. Pandangan masyarakat menganggap kehormatan keluarga telah “tercoreng” jika anak perempuan yang telah dibawa kabur tidak segera dinikahkan.

Kepasrahan Pihak Desa

Pihak desa, menurut pengakuan Lalu Januarsa, merasa telah melakukan berbagai upaya. “Jadi kita dua kali sudah dua kali melakukan pemisahan. Tapi karena keduanya ndak mau jadi ya sudah kita ndak mau urus. Kita sudah upayakan berbagai macam cara karena ini anak di bawah umur kan,” ujarnya. Pernyataan ini menyiratkan kepasrahan setelah berbagai intervensi gagal. Bahkan, pemerintah desa sampai pada titik menyarankan untuk tidak mengurus pernikahan tersebut jika situasinya demikian rumit. “Kami dari pemerintah desa juga bilang, jangan urus kalau seperti itu. Terserah dia, kalau mau kawin anaknya silakan. Kan begitu,” tambahnya.

Ironisnya, pihak desa telah memberikan peringatan. Mereka meminta agar prosesi Nyongkolan tidak menggunakan alat kesenian. Ini sebagai simbol ketidaksetujuan atas pernikahan anak tersebut. Namun, desakan dari kedua keluarga mempelai membuat peringatan itu diabaikan. Khususnya, permintaan dari besan mempelai perempuan untuk tetap menggunakan Gendang Beleq sangat kuat. “Tapi orang tuanya juga yang ngotot. Dari laki-laki maupun perempuan. Dua-duanya. Harus pakai Gendang Beleq kata dari besan mempelai perempuan,” jelas Lalu Januarsa. Ia juga mengaku memahami pertimbangan orang tua. Mereka akhirnya menikahkan anak mereka untuk “menghindari fitnah.” Alasan ini seringkali muncul dalam kasus pernikahan dini di tengah masyarakat komunal.

Jerat Tradisi Merarik dan Nyongkolan dalam Pernikahan Dini Anak SMP di Lombok

Kasus ini tak bisa kita lepaskan dari praktik tradisi Suku Sasak. Merarik, atau kawin culik, merupakan bagian dari warisan budaya. Namun, dalam praktiknya, merarik seringkali menjadi jalan pintas bagi pasangan muda untuk menikah. Mereka melakukannya bahkan ketika belum cukup umur. Tradisi ini awalnya mungkin memiliki makna dan prosedur adat yang kompleks. Sayangnya, kini tradisi tersebut kerap disalahgunakan. Merarik menjadi salah satu faktor pendorong pernikahan dini. Ketika seorang gadis telah “diculik” atau dibawa lari, tekanan sosial dan budaya seringkali membuat keluarga merasa “harus” menikahkan mereka. Tujuannya untuk menjaga nama baik.

Menghidupkan Tradisi Ulama bagi Gen-Z: Kunci Menjaga Jati Diri Lewat Tulisan

Sementara itu, Nyongkolan adalah prosesi publikasi pernikahan. Dalam konteks pernikahan dini, Nyongkolan seolah menjadi legitimasi sosial. Padahal, pernikahan tersebut secara hukum dan psikologis problematik.

Dampak Buruk Pernikahan Dini yang Mengintai Anak

Pernikahan di usia anak membawa konsekuensi multidimensi. Dari segi kesehatan, remaja perempuan belum siap secara fisik untuk hamil dan melahirkan. Kondisi ini meningkatkan risiko komplikasi kehamilan, kematian ibu dan bayi, serta stunting pada anak. Pendidikan anak, terutama perempuan, seringkali terhenti. Hal ini memutus kesempatan mereka untuk mengembangkan potensi dan meraih masa depan yang lebih baik. Secara ekonomi, pasangan muda biasanya belum matang. Mereka juga belum memiliki pekerjaan stabil. Akibatnya, mereka rentan terperosok dalam lingkaran kemiskinan. Jangan lupakan dampak psikologis. Anak-anak ini bisa mengalami depresi, kecemasan, dan ketidaksiapan mental dalam mengemban tanggung jawab rumah tangga.

Urgensi Perlindungan Anak dan Penegakan Aturan Hukum

Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. UU ini merupakan Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Regulasi ini menaikkan batas usia minimal menikah bagi perempuan menjadi 19 tahun, sama dengan laki-laki. Namun, regulasi ini seringkali terbentur oleh praktik budaya. Pemahaman agama yang sempit dan lemahnya penegakan hukum serta pengawasan di tingkat bawah juga menjadi kendala. Dispensasi kawin masih menjadi celah yang kerap orang manfaatkan.

Kasus YL dan RN di Lombok Tengah adalah alarm keras bagi kita semua. Kita memerlukan upaya komprehensif. Upaya ini harus melibatkan pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas itu sendiri. Tujuannya untuk melakukan edukasi masif mengenai bahaya pernikahan dini. Peran tokoh adat menjadi sangat penting. Mereka perlu mereinterpretasi dan mengadaptasi tradisi agar tidak merugikan hak-hak anak. Keluarga juga perlu kita berdayakan. Mereka butuh pemahaman bahwa melindungi masa depan anak jauh lebih berharga daripada tunduk pada tekanan sosial atau kekhawatiran akan “fitnah”.

Masa depan anak-anak Lombok, dan Indonesia secara keseluruhan, bergantung pada keseriusan kita. Kita harus serius melindungi mereka dari praktik-praktik yang merenggut hak mereka. Hak mereka untuk tumbuh, belajar, dan berkembang secara optimal. Pernikahan seharusnya menjadi gerbang kebahagiaan bagi individu yang matang. Pernikahan bukan akhir dari masa kanak-kanak yang penuh potensi. (Kompas.com/KAN)

Kemenag Rancang Pedoman Perpustakaan Masjid, Wujudkan Literasi Inklusif untuk Umat



Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement