Sosok
Beranda » Berita » Moderasi Beragama ala Prof. Dr. Mohammad Nuh: Menyatukan Iman, Ilmu, dan Aksi Nyata untuk Bangsa

Moderasi Beragama ala Prof. Dr. Mohammad Nuh: Menyatukan Iman, Ilmu, dan Aksi Nyata untuk Bangsa

Moderasi Beragama ala Prof. Dr. Mohammad Nuh Menyatukan Iman, Ilmu, dan Aksi Nyata untuk Bangsa
Moderasi Beragama ala Prof. Dr. Mohammad Nuh Menyatukan Iman, Ilmu, dan Aksi Nyata untuk Bangsa

SURAU.CO – Bayangkan seorang pria yang menghabiskan masa mudanya di laboratorium teknik elektro di Prancis, mempelajari teknologi tercanggih di dunia. Namun, di tengah gemerlap sains modern, hatinya justru semakin dekat dengan nilai-nilai spiritualitas Islam. Ia adalah Prof. Dr. Mohammad Nuh, DEA , sosok yang berhasil menyatukan dua dunia yang sering dianggap berseberangan: iman dan ilmu pengetahuan. Baginya, keduanya bukanlah hal yang bertentangan, melainkan saling melengkapi (Kompas, 2015). Dari laboratorium hingga mimbar dakwah, dari ruang rapat kabinet hingga masjid-masjid, jejak perjalanannya membuktikan bahwa moderasi beragama adalah kunci untuk menjawab tantangan zaman.

Namun, siapa sangka bahwa pria yang dikenal sebagai menteri teknokrat ini juga memiliki sisi humanis yang begitu kuat? Di balik angka-angka statistik ekonomi digital atau program pendidikan vokasi yang ia gagas, ada sosok yang selalu menekankan pentingnya moralitas dan spiritualitas. Ia sering berkata, “Teknologi bisa membawa kita ke mana saja, tapi tanpa spiritualitas, kita bisa kehilangan arah.” (Republika, 2018). Kini, di usianya yang matang, ia terus bergerak—dari PBNU hingga Badan Wakaf Indonesia—untuk membangun jembatan antara ilmu pengetahuan dan agama, antara tradisi lokal dan globalisasi.

Dari Laboratorium Teknik Elektro ke Dunia Dakwah

Ceritanya dimulai di Prancis, tepatnya di Institut National des Sciences Appliquées (INSA) Lyon , tempat Prof. Nuh menempuh pendidikan doktoral. Di sana, ia belajar tentang teknik elektro—ilmu yang sangat modern dan rasional. Namun, di tengah gemerlap teknologi Eropa, hatinya justru semakin dekat dengan nilai-nilai Islam. Ia sering berkata, “Teknologi itu alat, bukan tujuan. Jangan sampai kita lupa akan nilai-nilai budaya dan agama,” (Islamic Finance Forum, 2020).

Setelah pulang ke Indonesia, karier akademisnya melesat. Ia menjadi rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, salah satu perguruan tinggi terkemuka di Tanah Air. Tapi Prof. Nuh tidak berhenti di situ. Ia tahu bahwa ilmu pengetahuan harus bermanfaat bagi masyarakat luas. Maka, ketika dipercaya menjadi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) pada 2009, ia mulai memperkenalkan konsep literasi digital kepada masyarakat. Bukan sekadar soal teknologi, tapi juga tentang bagaimana menggunakan media sosial secara bijak.

“Anak-anak muda hari ini hidup di dunia digital, tapi mereka butuh panduan moral,” katanya dalam sebuah diskusi publik (Kompas, 2015). Pesan inilah yang membuatnya begitu disukai oleh generasi milenial dan Gen Z.

Sejarah Nabi Muhammad saw.: Risalah, Peristiwa Penting, & Teladan Abadi

Pendidikan Karakter: Warisan dari Kemendikbud

Ketika ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada 2014, Prof. Nuh langsung fokus pada satu hal: pendidikan karakter . Ia percaya bahwa anak-anak Indonesia tidak hanya perlu pintar secara akademis, tapi juga kuat secara moral dan spiritual.

Salah satu program unggulannya adalah pendidikan vokasi , yang bertujuan untuk melatih keterampilan praktis siswa agar siap bersaing di dunia kerja. Ia juga mendorong penggunaan teknologi di sekolah-sekolah, tapi selalu dengan pesan moral yang kuat. “Teknologi itu alat, bukan tujuan. Jangan sampai anak-anak kita lupa akan nilai-nilai budaya dan agama,” ujarnya suatu kali (Republika, 2018).

Banyak orang masih ingat bagaimana ia sering turun ke lapangan, berdialog langsung dengan guru-guru dan siswa. Sikap rendah hatinya itulah yang membuatnya dicintai oleh banyak kalangan.

Wakaf: Solusi untuk Masa Depan Umat

Jika ada satu hal yang paling sering disampaikan Prof. Nuh belakangan ini, itu adalah wakaf . Sebagai Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) , ia telah menghidupkan kembali semangat wakaf sebagai instrumen ekonomi syariah yang potensial. Ia sering berkata,
“Beruntunglah kita, hati dan langkah kita dipertautkan oleh wakaf. Di wakaflah kita dapat menutup defisit amal kebaikan dengan rentang batas umur manusia yang terbatas.” (BWI, 2023)

Melalui BWI, ia mempromosikan wakaf tidak hanya sebagai ibadah ritual, tapi juga sebagai solusi nyata untuk pembangunan sosial-ekonomi. Contohnya, masjid-masjid besar yang didanai wakaf, sekolah-sekolah gratis, hingga rumah sakit yang melayani masyarakat miskin. “Wakaf adalah investasi abadi. Manfaatnya tidak hanya dirasakan di dunia, tapi juga di akhirat,” tegasnya (BWI, 2023).

Ulil Abshar Abdalla: Jembatan Islam Progresif dalam Arus Tradisi Nahdlatul Ulama

Islam Nusantara dan Moderasi Beragama

Sebagai tokoh di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) , Prof. Nuh sering menjadi juru bicara tentang Islam Nusantara . Apa itu? Menurutnya, Islam Nusantara adalah Islam yang damai, toleran, dan sesuai dengan budaya lokal. Ia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Islam tidak harus kaku atau eksklusif.

“Islam itu universal, tapi juga fleksibel. Di Indonesia, kita punya cara sendiri untuk menjalankan ajaran agama tanpa meninggalkan tradisi,” katanya (PBNU, 2020). Melalui PBNU, ia giat mempromosikan nilai-nilai moderasi beragama, seperti toleransi, keadilan, dan persaudaraan. Sikap moderatnya membuatnya disegani oleh semua kalangan, baik Muslim maupun non-Muslim.

Keteladanan Nyata: Menyatukan Semua Kalangan

Apa yang membuat Prof. Nuh begitu istimewa? Jawabannya sederhana: keteladanannya . Beliau tidak hanya berbicara tentang teori, tapi juga memberikan contoh nyata. Baik sebagai menteri, pemimpin organisasi, maupun dai, ia selalu mendengarkan aspirasi orang lain tanpa memandang latar belakang.

Misalnya, ketika menjabat sebagai Dewan Komisaris di Bank Mega Syariah , ia mendorong pengembangan sistem keuangan syariah yang inklusif. “Ekonomi syariah itu bukan soal profit semata, tapi juga tentang memberikan manfaat bagi masyarakat,” katanya dalam sebuah forum (Islamic Finance Forum, 2020).

Warisan Inspiratif untuk Generasi Muda

Prof. Mohammad Nuh adalah contoh nyata bahwa ilmu pengetahuan dan keimanan bisa berjalan beriringan. Melalui berbagai perannya—di dunia pendidikan, teknologi, ekonomi syariah, hingga dakwah—ia membuktikan bahwa moderasi beragama adalah kunci untuk menghadapi tantangan zaman.

Lolly Suhenty: Lantang Suarakan Hak Perempuan, Kisah Aktivis Gigih di Panggung Demokrasi

Bagi generasi muda, ia memberikan pesan penting:
“Jangan pernah berhenti belajar. Jadikan ilmu agama dan ilmu dunia sebagai landasan untuk berkontribusi kepada masyarakat.”

Semoga kisah Prof. Mohammad Nuh dapat menginspirasi kita semua untuk terus memperjuangkan nilai-nilai moderasi, persaudaraan, dan kemaslahatan umat. (Khayun Ahmad Noer)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca