Oleh: Masykurudin Hafidz, Sekretaris Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Jakarta
SURAU.CO – Pemilu 2009 tinggal menghitung hari. Sarana untuk menentukan masa depan Indonesia ini cukup mengkhawatirkan. Dimulai dari data pemilih tetap yang selalu berubah, surat suara yang terlambat, hingga cara penentuan calon legislator terpilih yang mengundang konflik. Semua ini menjadi tantangan dalam mewujudkan pemilu yang demokratis dan berkualitas. Padahal, nasib bangsa ke depan kita tentukan dari sini.
Bukan omong kosong bahwa Pemilu 2009 mengkhawatirkan. Janji Komisi Pemilihan Umum (KPU) bahwa tahapan pemilu berjalan sesuai jadwal berbanding terbalik dengan fakta di lapangan. Daftar pemilih yang berubah-ubah berpotensi menambah pemilih siluman (ghost voter). Surat suara yang terlambat dan salah alamat menjadikan pemilu bisa tidak serempak. Sementara itu, di tingkat masyarakat, hubungan calon legislator dengan konstituen hampir murni bersifat transaksional. Aspek penawaran materi menjadi jalan pintas. Padahal, Pemilu 2009 semestinya menghasilkan wakil-wakil yang kita dasari dengan keinginan tulus dan kepercayaan penuh.
Peran Vital Partisipasi Masyarakat
Karena itu, pilihan demokrasi yang kita anut membutuhkan sistem untuk menghasilkan wakil dan pemimpin yang berkualitas. Sistem yang kita gunakan dalam mengubah suara rakyat menjadi kursi kekuasaan berprinsip pada dua hal: demokratis prosesnya, berkualitas hasilnya. Proses dan aturan yang kita buat sedemokratis mungkin seharusnya menghasilkan wakil-wakil yang mampu mewujudkan keadilan sosial.
Seburuk apa pun persiapan pemilu kali ini, ia tetap menjadi ajang penentuan nasib Indonesia ke depan. Menyerahkan tanggung jawab pemilu hanya kepada KPU dan pemerintah jelas tidak cukup. Pekerjaan besar ini harus seluruh pihak dukung. Keterlibatan aktif warga masyarakat dalam seluruh tahapan pemilu sangat kita butuhkan. Caranya adalah dengan mengetahui secara sadar ke mana suara akan mereka berikan dan jeli menentukan wakil yang mereka pilih. Cara seperti ini menjadi modal dasar bagi kualitas demokrasi.
Terlalu berisiko jika kita menyerahkan pengawasan tahapan pemilu hanya kepada Panitia Pengawas. Jumlah pengawas tidak sebanding dengan jumlah peserta pemilu. Keterlibatan aktif warga dapat mereka lakukan dengan mengawasi pelaksanaan kampanye, melaporkan pelanggaran, mencari tahu tentang partai politik dan calon yang akan dipilih, serta menjaga suara yang telah diberikan. Upaya ini tidak lain demi mewujudkan pemilu yang demokratis dan berkualitas, yang menjadi sarana kontrak politik untuk membangun akuntabilitas.
Strategi APIT untuk Pemilih Cerdas
Modal dasar warga masyarakat untuk menciptakan pemilu yang demokratis dan berkualitas adalah menjadi pemilih yang cerdas, kritis, sadar, dan bertanggung jawab. Bagaimana caranya? Dari sekian banyak cara yang ada, strategi APIT (Amati, Pilih, Ikuti, Tagih) bisa menjadi alur partisipasi tersebut.
Pertama, Amati. Amati secara cermat para calon dari ragam partai. Catat dan cerna janji-janji politik mereka. Apakah para calon tersebut mengenal daerah setempat, bersih dari KKN, dan mempunyai kesungguhan dalam memperjuangkan nasib rakyat.
Kedua, Pilih. Berikan suara kepada calon yang kita yakini mampu memperjuangkan aspirasi. Hasil catatan dan pengamatan terhadap para calon akan berguna untuk menjatuhkan pilihan. Pilihan ini juga menjadi wujud partisipasi dan garansi dalam menagih janji.
Ketiga, Ikuti. Langkah ini perlu agar kepercayaan yang kita berikan tidak disalahgunakan. Dengan mengikuti segala kebijakan wakil yang terpilih, dapat kita ketahui sejauh mana perjuangan wakil tersebut atas aspirasi rakyat yang memilihnya.
Keempat, Tagih. Tagih janji-janji yang telah mereka sampaikan. Hal ini untuk mendorong para wakil terpilih menjalankan agenda dan janji yang telah mereka ucapkan saat masa kampanye.
Melalui strategi APIT ini, partisipasi masyarakat tidak hanya berlaku pada hari pemilihan, tetapi terus-menerus melakukan pengawasan terhadap wakilnya. Mekanisme ini juga menghindarkan para wakil rakyat dari kemungkinan mengelak dari kepentingan konstituennya. Pada akhirnya, menjadi tugas segenap rakyat Indonesia untuk mengawal penyelenggaraan pemilu yang berkualitas. Karena walau hanya lima menit di bilik suara, itu sudah cukup menentukan nasib bangsa lima tahun lamanya.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.