Surau.co. Doa sering kita pandang sebagai senjata yang paling ampuh di hadapan Allah, sebagai penghubung hati kepada Sang Raja Maha Kuasa. Namun, dalam Talbīs Iblīs, Ibn al-Jawzī memperlihatkan sebuah paradoks: bagaimana seseorang yang berpura-pura berdoa atau merasa dekat dengan Allah bisa saja dikelabui oleh bisikan setan. Dengan demikian, tema utama artikel ini, raja yang dikelabui oleh doa, akan menjelajahi bagaimana Talbīs Iblīs memperingatkan kita agar tidak tergoda tipuan dalam ikhtiar spiritual.
Menyadari Tipu Daya dalam Doa
Setiap pagi, kita bangun, merentangkan tangan, dan mengucap: “Allāhumma inni as’aluka…” — sebuah doa sederhana. Kita berpikir, “Doaku sudah sampai.” Namun, Ibn al-Jawzī berujar bahwa banyak orang “raja” — hati yang diberi kedudukan tinggi oleh Allah — justru dikelabui oleh doa yang tampaknya mulia tetapi mengandung kebodohan batin. Talbīs Iblīs adalah katalog jebakan-jebakan spiritual.
Ibn al-Jawzī menyebut:
«وَإِنَّ أَوَّلَ تَلْبِيسِ الشَّيْطَانِ عَلَى النَّاسِ أَنْ يُحَجِّرَهُمْ وَيَجْعَلَهُمْ يَظُنُّونَ أَنَّهُ لَيْسَ فِيهِمْ جَهْلٌ»
“Sungguh, tipuan pertama setan terhadap manusia adalah ketika ia menahan mereka dan membuat mereka mengira bahwa di antara mereka tiada kebodohan.”
Artinya: sering kita terkecoh bahwa kita sudah “cukup tahu,” sudah “cukup ibadah,” padahal dalam doa pun masih ada ruang untuk kesalahan hati.
Dalam halaman lain, ia menuturkan:
«لَمْ تَكُنْ فِي صَلَاتِهِمْ نَفْسُهُمْ بَلْ لِلشَّيْطَانِ فِيهَا تَجَوُّلٌ»
“Mereka tidak sungguh-sungguh hadir dalam salatnya, melainkan setan berkeliaran di dalamnya.”
Maknanya: doa atau salat bisa terjadi tanpa keterlibatan jiwa; supaya kita waspada agar hati tidak lengah.
Ilusi Kedekatan yang Memikat
Dalam kehidupan sehari-hari, ada fenomena: seseorang rajin baca doa pagi, dzikir, namun tetap merasa kosong. Ia bangun pagi, menadah tangan di muka langit, namun di tengah hari malah jatuh ke dalam kemarahan atau keputusasaan. Dengan nada naratif, bisa kubayangkan seorang “raja kecil” dalam dirinya — hati yang dipuja, tetapi dikelabui oleh tipuan batin.
Ibn al-Jawzī memperingatkan:
«وَمَا أَخْسَرَ أَحَدُكُمْ إِذَا تَعَوَّدَ أَنْ يَتَفَكَّرَ فِي مَا صَلَّى كَمَا تَدْرُونَ أَنَّ الشَّيْطَانَ يَتَجَوَّلُ فِي الْجَوْفِ بَعْدَ الانصِرَافِ»
“Dan alangkah meruginya seseorang di antara kalian, bila ia terbiasa tidak merenungi apa yang ia salat – padahal kalian tahu bahwa setan berkeliaran dalam dada setelah ia meninggalkan (salat).”
Doa bisa menjadi rutinitas kosong tanpa tadabbur (renungan). Karena itu, doa yang tulus harus diselami, bukan sekadar rangkaian lafaz.
Ibn al-Jawzī juga mengatakan:
«أَعظمُ التلبيس أن يُظَنَّ أن العبد إذا سمع كلمة من الذكر فإنه يراقب نفسه»
“Tipuan terbesar adalah ketika seseorang menyangka bahwa jika ia mendengar sepotong dzikir maka dirinya sudah pasti dalam pengawasan (hati).”
Artinya: hanya mendengar atau membaca dzikir bukan jaminan bahwa hati telah terjaga dari tipu daya.
Langkah Nyata Agar Raja Hati Tak Dikelabui
- Periksa Niat Sebelum Membaca Doa
Ketika tangan terangkat, tanyakan: “Untuk siapa aku berdoa? Untuk riya’ atau untuk Allah?” Tipu daya yang pertama adalah niat yang tersembunyi.
- Doa dengan Tadabbur dan Perasaan
Jangan biarkan lisan berlari ke depan, tetapi hati tertinggal. Seraya melafazkan, rasakan makna dan bayangkan adab kepada Allah.
- Muwāzahah (Dialog dengan Diri Sendiri)
Setelah doa, refleksikan apakah ada hawa nafsu atau kelalaian yang menyelinap. Ibn al-Jawzī menekankan bahwa setelah lama berdialog dengan diri, kita bisa mendeteksi bisikan setan.
- Perbanyak Dzikir Pengejap Hati
Seperti “Subḥānallāh, Al-ḥamdu lillāh, Lā ilāha illā Allāh, Allāhu Akbar” yang ditegaskan sering sebagai wasilah penjaga hati agar tidak longgar.
- Jaga Ilmu dengan Praktek
Doa dan dzikir harus disertai ilmu agar kita tidak termakan oleh simbolisme kosong. Ibn al-Jawzī menggunakan Talbīs Iblīs persis sebagai langkah edukatif agar manusia mengenal muslihatnya.
Refleksi Akhir: Dari Raja yang Tertipu Menjadi Raja yang Bangkit
Kisah raja yang dikelabui oleh doa bukanlah narasi dongeng, melainkan realitas hati setiap manusia. Allah mengangkat hati kita menjadi raja kecil di alam batin, namun setan ingin merebut takhtanya melalui tipuan. Ibn al-Jawzī, seperti Rumi dalam hal kelembutan bercerita, menuntun kita agar tidak terbuai oleh cahaya semu doa.
Kita harus menjaga agar do’a bukan lampu tidur yang menyala tanpa jiwa, tetapi lentera yang menuntun kaki dalam gelap. Maka, jadilah raja hati yang sadar — ketika doa datang, hadirkan diri sepenuhnya, hadapi bisikan tipu dengan ilmu dan adab.
Semoga Allah melindungi kita dari Talbīs Iblīs dan menjadikan doa kita cahaya yang membimbing, bukan fatamorgana yang menipu.
* Sugianto al-jawi
Budayawan kontemporer Tulungagung
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
