SURAU.CO. Banyak orang saat ini masih menjadikan zodiak sebagai pedoman untuk membaca karakter dan meramalkan nasib seseorang berdasarkan tanggal lahir. Hal ini erat kaitannya dengan astrologi atau ilmu perbintangan. Mereka meyakini bahwa posisi bintang-bintang pada saat kelahiran memengaruhi kepribadian, peruntungan, dan masa depan seseorang. Dalam astrologi, termasuk ramalan zodiak mendasarkan pada keyakinan bahwa posisi gerakan benda langit mempengaruhi peristiwa di dunia bahkan kepribadian individu.
Pandangan ini bertentangan secara mendasar dengan akidah Islam. Dalam Islam doktrin tersebut dianggap sebagai bentuk syirik, yaitu menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu yang bukan-Nya.
Larangan dalam Islam
Islam secara tegas melarang umatnya mempercayai ramalan bintang karena keyakinan tersebut dapat menggoyahkan prinsip tauhid. Dalam Islam, Allah SWT secara mutlak mengatur dan menentukan nasib setiap makhluk-Nya. Tidak ada benda langit atau fenomena kosmik yang memiliki kuasa untuk menentukan takdir manusia. Ketika seseorang menyandarkan nasibnya kepada rasi bintang, ia secara tidak sadar telah melakukan syirik, yakni menyekutukan Allah dengan makhluk ciptaan-Nya.
Rasulullah SAW memperingatkan umatnya melalui berbagai hadis tentang bahaya mempercayai ramalan, termasuk astrologi dan perdukunan. Dalam salah satu sabdanya, Nabi menyatakan bahwa siapa pun yang mendatangi tukang ramal dan mempercayai ucapannya, maka ia telah telah keluar dari lingkup Islam.
Mempercayai astrologi bukan hanya kesalahan logika, tetapi juga bentuk penyimpangan akidah. Umat muslim hendaknya mengandalkan doa, kebijaksanaan, dan tindakan bermoral untuk menghadapi tantangan hidup dan meraih keberkahan Allah SWT.
Perdukunan Digital
Para ulama seperti Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa istilah kahin (dukun), ‘arraf (peramal), dan munajjim (ahli nujum atau astrolog) merujuk pada hal yang sama yaitu klaim mengetahui perkara gaib yang hanya diketahui oleh Allah. Korban praktik perdukunan tidak terbatas pada kalangan awam. Orang-orang terdidik seperti profesional, intelektual, bahkan pejabat dan pelaku bisnis pun sering terjerat oleh praktik ini.
Mereka mendatangi peramal atau dukun dengan harapan bisa mengetahui masa depan, memperlancar usaha, atau menyelesaikan persoalan pribadi. Sayangnya, keputusasaan, lemahnya iman, minimnya pemahaman agama, dan mental instan mendorong mereka untuk mencari solusi lewat jalur yang sesat.
Praktik perdukunan, termasuk ramalan zodiak, telah bermetamorfosis menjadi lebih modern melalui media sosial, aplikasi digital, dan konten kreatif. Masyarakat yang kurang pemahaman agama dan lemah dalam akidah sering menjadi korban dari “perdukunan digital” yang menyamar sebagai sains atau spiritualitas.
Media massa, baik cetak, elektronik, maupun digital, turut mempercepat penyebaran praktik ini. Sinetron bertema mistik dan konten media sosial yang mengeksploitasi supranatural membentuk persepsi masyarakat bahwa kemampuan para dukun itu nyata dan dapat diandalkan. Bahkan, sejumlah tayangan yang mengemas mistisisme dalam nuansa religius kian memperparah kebingungan umat, karena mencampuradukkan antara akidah Islam dan kepercayaan magis.
Islam mengarahkan umatnya untuk menggunakan akal sehat dan wahyu dalam menghadapi kehidupan, bukan dengan menggantungkan keputusan pada horoskop. Allah memerintahkan umat Islam untuk bertawakal, berikhtiar, dan senantiasa berdoa kepada-Nya sebagai satu-satunya Zat yang Maha Mengetahui perkara ghaib. Islam memuliakan usaha dan mendorong umatnya untuk menghadapi hidup dengan optimisme, bukan dengan menyerah kepada ramalan nasib yang semu dan tidak berdasar.
Hukum Ramalan Zodiak
Kita bisa mengkategorikan ramalan zodiak sebagai hukum ‘adi, yaitu hubungan sebab-akibat yang tampak berdasarkan kebiasaan (adat), bukan ketetapan mutlak, jika kita melihatnya secara netral sebagai pola pengamatan terhadap kecenderungan manusia dalam waktu tertentu. Namun demikian, mempercayainya secara mutlak sebagai penentu nasib adalah bentuk penyelewengan akidah karena Allah-lah satu-satunya penyebab hakiki (al-Musabbib al-Haqiqi) dalam segala hal.
Kalaupun memang terbukti, sikap terbaik ialah tidak perlu percaya sekalipun benar terjadi. Pasalnya mempercayai ramalan seperti itu akan membawa dampak yang serius seperti masuk dalam dosa besar, durhaka kepada Allah, tidak diterima salat, racun dalam amal saleh, tidak diampuni, pengikut setan, dan hal tersebut masuk dalam tujuh hal yang membinasakan.
Hadis Nabi SAW: “Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw. bersabda: “Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah itu? Beliau bersabda: “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita mu’min yang suci berbuat zina”. (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Syekh Ibrahim al-Baijuri bahkan membagi manusia dalam menyikapi sebab-akibat zodiak. Golongan pertama yang selamat adalah mereka yang meyakini bahwa segala sesuatu terjadi karena kehendak Allah dan tidak ada benda yang memberi pengaruh secara independen. Sedangkan golongan yang mempercayai benda (termasuk zodiak) sebagai penentu takdir telah jatuh pada kekufuran, baik secara eksplisit maupun implisit.
Kita harus mengakui bahwa Allah satu-satunya yang menguasai dan mengetahui nasib, yang merupakan bagian dari perkara ghaib. Oleh karena itu, umat Islam wajib menghindari segala bentuk keyakinan yang menggeser ketundukan kepada Allah menuju penghambaan terhadap ciptaan-Nya. Zodiak bukanlah sumber kebenaran, melainkan ilusi yang dibalut dengan bahasa simbolik.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
