Olahraga
Beranda » Berita » Ternyata Lari juga Memiliki Aspek Politik, Begini Penjelasannya!

Ternyata Lari juga Memiliki Aspek Politik, Begini Penjelasannya!

Empat anggota keluarga berlari pagi bersama di taman, menikmati udara segar sambil menjaga kebugaran dan mempererat kebersamaan.

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena lari pagi atau running telah menjelma menjadi tren gaya hidup di kota-kota besar. Komunitas pelari bermunculan, acara lari amal diselenggarakan rutin, dan media sosial dibanjiri unggahan rute, sepatu, hingga pencapaian kilometer.

Namun di balik itu semua, running yang telah menjelma sebagai gaya hidup mencerminkan sesuatu yang lebih dari sekadar olahraga. Dalam perspektif lifestyle politics seperti dijelaskan oleh Joost de Moor (2014), aktivitas lari bisa menjadi bentuk partisipasi politik yang lahir dari ruang privat namun berdampak publik.

Running dan Konsep Lifestyle Politics

De Moor menjelaskan bahwa lifestyle politics mencakup tindakan sehari-hari yang lahir dari nilai politik, moral, atau etika. Banyak orang menjalankan gaya hidup seperti menjadi vegetarian, berkebun organik, atau menggunakan transportasi ramah lingkungan sebagai bentuk partisipasi politik.

Pelari juga bisa menerapkan prinsip yang sama dalam aktivitas mereka, dengan meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya kesehatan kolektif. Mereka membawa pesan lingkungan dengan mengikuti aksi seperti run for clean air. Mereka menyuarakan solidaritas melalui lari untuk Palestina, penyintas kanker, atau penyandang disabilitas. Bahkan, mereka menolak dominasi kendaraan bermotor dengan berlari bersama dan mengambil alih ruang jalan sebagai bentuk protes simbolik.

Komunitas Lari dan Politik Ruang Kota

Di Jakarta, Bandung, dan Jogja, komunitas pelari seperti Indorunners Yogyakarta atau Run for Indonesia tak hanya berlari untuk kesehatan. Mereka turut menyuarakan pentingnya ruang terbuka hijau, jalur pedestrian, dan kota ramah pesepeda dan pejalan kaki.

Menggali Peran Pemuda dalam Riyadus Shalihin: Menjadi Agen Perubahan Sejati

Fenomena ini sejalan dengan konsep collective lifestyle mobilization (de Moor, 2014), yakni tindakan kolektif yang mengajak publik mengubah gaya hidup. Dalam konteks ini, lari menjadi cara untuk merebut ruang kota dari dominasi kendaraan pribadi dan polusi.

Mereka tidak menyampaikan protes lewat spanduk atau demonstrasi, tapi dengan kehadiran tubuh kolektif yang konsisten di ruang publik.

Dari Tubuh Privat ke Ruang Publik

Giddens (1991) menjelaskan bahwa gaya hidup modern membuat individu menghubungkan tubuh mereka dengan isu global. Saat berlari, para pelari menggunakan tubuh mereka sebagai media ekspresi sekaligus medium aksi. Mereka menyampaikan pesan tentang kesehatan, kesetaraan akses ruang, dan keadilan ekologis melalui gerakan tubuh mereka.

Beberapa pelari bahkan memilih mengenakan kostum unik—mulai dari pakaian adat hingga simbol perjuangan—untuk menegaskan bahwa tubuh dan pakaian dapat menjadi tanda politik dalam aktivitas yang tampak netral seperti berlari.

Dengan menjadikan tubuh sebagai ruang ekspresi, para pelari secara aktif membentuk narasi politik dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak hanya menempuh rute olahraga, tetapi juga menciptakan makna yang menantang dominasi ruang kota oleh kendaraan pribadi dan iklan komersial. Melalui setiap langkah kaki, mereka menyuarakan hak atas ruang publik yang inklusif, ramah lingkungan, dan terbuka untuk semua kalangan.

Pendidikan Adab Sebelum Ilmu: Menggali Pesan Tersirat Imam Nawawi

Running sebagai Prefigurative Politics

Komunitas lari sering menciptakan micro-utopia, semacam ruang sosial di mana nilai seperti kesetaraan, inklusivitas, dan kesadaran lingkungan diterapkan. Ini sesuai dengan konsep prefigurative politics (de Moor, 2014), yakni tindakan yang menampilkan versi kecil dari dunia yang diimpikan.

Dengan membuka rute lari alternatif, mengatur lari inklusif untuk pelari disabilitas, atau menggalang dana untuk hutan adat, mereka tidak hanya berlari untuk diri sendiri—mereka membayangkan dunia yang lebih adil dan sehat.

Lari Itu (juga) Politik

Running bukan lagi sekadar aktivitas rekreatif. Banyak orang menjadikan aktivitas ini sebagai bagian dari lifestyle politics yang menunjukkan bagaimana pilihan personal dapat menciptakan dampak politik. Para pelari tidak hanya mengejar kebugaran, tetapi juga menghidupkan kembali ruang kota, menyebarkan nilai hidup berkelanjutan, dan menyuarakan solidaritas sosial.

Bennett (1998) menegaskan bahwa masyarakat kini tidak hanya menjalankan politik di bilik suara, tetapi juga di rak sepatu dan setiap langkah kaki yang mereka ambil.

Birrul Walidain: Membangun Peradaban dari Meja Makan untuk Generasi Mulia

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement