Masjid
Beranda » Berita » Masjid Gedhe Kauman: Pilar Spiritual dan Sejarah Jantung Kota Yogyakarta

Masjid Gedhe Kauman: Pilar Spiritual dan Sejarah Jantung Kota Yogyakarta

Masjid Gedhe Kauman ( Foto/jogjacagar.jogjaprov.go.id)

SURAU.CO – Masjid Gedhe Kauman bukan sekadar tempat ibadah. Masjid agung ini merupakan pilar spiritual dan komponen utama tata kota Keraton Yogyakarta. Keberadaannya melengkapi konsep Catur Gatra Tunggal yang menjadi fondasi kota-kota tradisional di Jawa. Konsep ini menyatukan keraton (pusat pemerintahan), alun-alun (ruang publik), pasar (pusat ekonomi), dan masjid (pusat religius). Terletak megah di sisi barat Alun-alun Utara, masjid ini menjadi saksi bisu perjalanan panjang Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Sejarah dan Pendirian oleh Sang Sultan

Sri Sultan Hamengkubuwono I memprakarsai pembangunan masjid ini segera setelah Kraton Yogyakarta berdiri. Pembangunan utama masjid berlangsung pada tahun 1773 M. Sri Sultan mempercayakan proyek agung ini kepada seorang arsitek andal bernama K. Wiryokusumo. Sementara itu, Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat diangkat sebagai penghulu pertama. Dua tahun kemudian, pada 1775 M, kompleks masjid diperluas dengan penambahan bangunan serambi yang multifungsi.

Sebagai Masjid Keprabon atau masjid kerajaan, fungsinya jauh melampaui tempat salat. Masjid ini menjadi simbol peran Sultan sebagai sayidin panatagama khalifatullah, yaitu pemimpin agama dan wakil Tuhan di bumi.

Arsitektur Khas Penuh Makna Filosofis

Desain Masjid Gedhe Kauman mengakar kuat pada arsitektur tradisional Jawa. Ciri utamanya adalah atap model tajug yang bersusun tiga pada ruang utama. Susunan ini bukan tanpa makna. Tiga tingkatan atap melambangkan tiga pilar kesempurnaan spiritual dalam Islam: Iman, Islam, dan Ihsan. Semua tingkatan atap menyatu pada satu puncak yang melambangkan keesaan Allah Swt.

Bagian puncak atap (kemuncak) dihiasi mustoko berbentuk gada dengan stilasi daun kluwih, sebuah ciri khas yang unik. Dindingnya terbuat dari bata tebal yang kokoh, sementara lantainya kini telah menggunakan keramik dan marmer untuk kenyamanan jamaah.

Asosiasi Ma’had Aly Dorong PenguatanDirektorat Jenderal Pesantren

Menjelajahi Tata Ruang Kompleks Masjid

Kompleks Masjid Gedhe Kauman memiliki tata ruang yang terstruktur dengan fungsi dan filosofinya masing-masing.

Serambi: Berada di sisi timur, serambi adalah bagian yang sangat hidup. Dahulu, tempat ini berfungsi sebagai pengadilan agama yang bernama Al Mahkamah Al Kabiroh. Kini, serambi menjadi tempat pengajian, syiar dakwah, hingga prosesi akad nikah. Di dalam serambi, terdapat bedug dan kentongan sebagai penanda waktu salat.

Ruang Salat Utama (Liwan): Ruangan inti ini berdenah bujur sangkar dengan empat pilar utama penyangga (Sokoguru). Di dalamnya terdapat mihrab (tempat imam), mimbar (tempat khatib), dan maksurah (ruang khusus bagi Sultan untuk beribadah). Sebuah fakta menarik, K.H. Ahmad Dahlan, salah satu khatib masjid ini, pernah memprakarsai pelurusan arah saf salat agar lebih presisi menghadap kiblat.

Pawestren: Terletak di sisi selatan ruang utama, pawestren adalah ruang salat yang khusus untuk jemaah perempuan. Ruangan ini memastikan kenyamanan dan kekhusyukan kaum wanita saat beribadah.

Pabongan: Ruangan ini berada di sisi utara ruang utama. Dahulu, pabongan berfungsi sebagai tempat istirahat para ulama, khatib, serta lokasi musyawarah untuk membahas urusan keagamaan.

Masjid Soko Tunggal Tamansari: Keajaiban Satu Tiang di Jantung Yogyakarta

Halaman dan Bangunan Pendukung: Halaman masjid sangat luas dengan pagar tembok tinggi mengelilinginya. Di sisi timur, terdapat gapura utama dengan arsitektur unik berbentuk semar tinandu. Di halaman depan, berdiri dua bangunan pagongan. Bangunan inilah yang menjadi tempat gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai Gunturmadu berada. Para nayaga memainkan gamelan tersebut selama perayaan Sekaten untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw.

Pusat Syiar Agama dan Lahirnya Gerakan Modern

Masjid Gedhe Kauman tidak hanya menjadi pusat ritual keagamaan kerajaan seperti Grebeg Maulud. Kawasan di sekitarnya, yang dikenal sebagai Kampung Kauman, tumbuh menjadi pusat pemukiman para ulama dan santri. Suasana religius yang kental di kampung inilah yang menjadi lahan subur bagi lahirnya sebuah gerakan pembaruan Islam. Pada tahun 1912, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, sebuah organisasi yang pengaruhnya terasa hingga kini di seluruh Indonesia.

Hingga hari ini, Masjid Gedhe Kauman tetap berdiri sebagai monumen sejarah yang hidup. Ia bukan hanya cagar budaya, tetapi juga pusat spiritual, sumber inspirasi, dan jantung kehidupan religius masyarakat Yogyakarta. (Tri/berbagai sumber)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement