SURAU.CO – Sejarah militer Iran, yang hingga tahun 1935 dikenal sebagai Persia, memiliki sejarah militer yang sangat panjang dan kaya. Kondisi geografisnya yang strategis membentuk budaya militer yang beragam. Sejarah ini mencakup masa supremasi militer kuno yang tak tertandingi. Namun, Iran juga mengalami serangkaian kekalahan telak. Kekalahan ini sering kali datang dari bangsa-bangsa yang sebelumnya mereka taklukkan, seperti Yunani, Arab, dan suku nomaden Asia.
Era Achaemenid (559 SM–330 SM)
Kekaisaran Achaemenid merupakan Kekaisaran Persia pertama yang menguasai sebagian besar wilayah Iran Raya. Kekaisaran ini memiliki “tentara nasional” yang sangat kuat. Jumlah pasukannya diperkirakan antara 120.000 hingga 150.000 tentara. Mereka juga didukung puluhan ribu pasukan dari sekutu.
Struktur tentara Persia sangat terorganisir. Pasukan terbagi dalam resimen seribu orang, yang disebut hazarabam. Sepuluh hazarabam membentuk sebuah divisi atau haivarabam. Divisi yang paling terkenal adalah Pasukan Abadi, unit pengawal pribadi Raja. Unit terkecil terdiri dari sepuluh prajurit yang disebut dathaba. Sepuluh dathaba kemudian membentuk unit seratus orang atau sataba.
Pasukan kerajaan menggunakan sistem seragam berwarna untuk mengidentifikasi unit. Mereka memakai beragam warna seperti kuning, ungu, dan biru. Namun, sistem ini kemungkinan hanya berlaku bagi pasukan asli Persia.
Taktik utama yang mereka gunakan adalah membentuk dinding perisai. Para pemanah menembakkan panah dari balik dinding ini. Pasukan pembawa perisai (sparabara) melengkapinya dengan perisai anyaman besar bernama spara. Mereka juga membawa tombak pendek sepanjang sekitar enam kaki. Senjata yang paling dominan adalah busur. Peran sparabara adalah melemahkan musuh dengan hujan panah, sementara kavaleri menjadi kekuatan kejut utama.
Kekaisaran Seleucid (330 SM–150 SM)
Kekaisaran Seleucid adalah negara Helenistik penerus kekuasaan Alexander Agung. Wilayahnya mencakup Anatolia tengah, Levant, Mesopotamia, Persia, hingga lembah Indus.
Kekaisaran Parthia (250 SM–226 M)
Parthia adalah peradaban Iran yang terletak di timur laut Iran modern. Pada puncak kekuasaannya, dinasti Parthia menguasai seluruh Iran. Wilayahnya meluas hingga Armenia, Irak, Turki timur, Suriah timur, dan negara-negara Teluk Persia.
Dinasti Arsacid memimpin kekaisaran ini. Mereka berhasil menyatukan kembali dataran tinggi Iran setelah mengalahkan Kekaisaran Seleucid. Parthia menjadi musuh bebuyutan Kekaisaran Romawi di timur. Kekuatan Parthia seringkali diremehkan oleh sejarawan kuno. Kekaisaran ini berakhir pada tahun 224 M setelah raja terakhirnya dikalahkan oleh salah satu vasalnya, yaitu Dinasti Sassanid Persia.
Era Sassanid (226 M–637 M)
Lahirnya tentara Sassanid dimulai saat Ardashir I naik takhta. Ardashir ingin membangkitkan kembali Kekaisaran Persia. Untuk itu, ia mereformasi militer. Ia membentuk tentara tetap di bawah komando pribadinya. Perwiranya terpisah dari para bangsawan lokal. Ia memulihkan organisasi militer Achaemenid dan mempertahankan model kavaleri Parthia. Ia juga menerapkan jenis baju zirah dan teknik pengepungan baru.
Sistem militer ini bertahan selama lebih dari 400 tahun. Selama periode ini, Kekaisaran Sassanid menjadi salah satu dari dua negara adidaya di Eurasia Barat, bersama Kekaisaran Romawi. Tentara Sassanid melindungi Eranshahr (wilayah Iran) dari serangan nomaden Asia Tengah di timur. Di barat, mereka terus-menerus berperang melawan Kekaisaran Romawi.
Penaklukan Islam (637–651)
Penaklukan Islam di Persia mengakhiri Kekaisaran Sassanid. Hal ini juga menyebabkan kemunduran agama Zoroaster. Namun, pencapaian peradaban Persia sebelumnya tidak hilang. Sebagian besar diserap oleh pemerintahan Islam yang baru.
Beberapa sejarawan berpendapat bahwa masyarakat Persia saat itu sudah mengalami kemunduran sehingga menyambut tentara Arab. Pandangan ini tidak diterima secara luas. Beberapa penulis menggunakan sumber-sumber Arab untuk menunjukkan bahwa “bertentangan dengan klaim yang ada, orang Iran sebenarnya berjuang keras melawan penjajah Arab.” Setelah ditaklukkan secara politik, bangsa Persia memulai perlawanan budaya untuk mempertahankan identitas mereka.
Masa Dinasti-Dinasti Lokal (Abad ke-9 hingga ke-13)
Setelah penaklukan, beberapa dinasti lokal muncul dan memerintah berbagai wilayah Iran. Di antaranya adalah:
Pertama, Dinasti Tahirid (821–873), dimana dinasti ini menguasai wilayah Khorasan dan secara efektif merdeka dari Kekhalifahan Abbasiyah. Kedua, Dinasti Alavid (864–928), yang merupakan sebuah emirat Syiah di Mazandaran yang membawa Islam ke wilayah Laut Kaspia selatan. Dan juga Dinasti Saffarid (861–1003), yang didirikan oleh seorang pandai tembaga, Ya’qub bin Laith as-Saffar, yang membangun sebuah kekaisaran singkat di Sistan. Ada juga Dinasti Samanid (875–999), yang merupakan dinasti asli Persia pertama setelah penaklukan Arab, yang memerintah di Asia Tengah dan Khorasan Raya. Yang lainnya Dinasti Ziyarid (928–1043) yang menguasai provinsi Gorgan dan Mazandaran di tepi Laut Kaspia. serta Dinasti Buwayhid (934–1055): Dinasti Syiah Persia yang mengendalikan sebagian besar Iran dan Irak modern.
Era Kekaisaran Turki-Persia dan Mongol
Periode ini ditandai dengan munculnya kekuatan baru dari Asia Tengah.
Kekaisaran Ghaznavid (963–1187): Dinasti Muslim asal budak Turki yang memerintah sebagian besar Persia dan Asia Tengah.
Kekaisaran Seljuq (1037–1187): Dinasti Muslim Sunni Turco-Persia yang membangun kekaisaran besar dari Anatolia hingga Persia. Mereka mengadopsi budaya Persia.
Kekaisaran Khwarezmian (1077–1231): Dinasti Muslim Sunni Persia yang berasal dari Mamluk Turki. Tetapi kekaisaran ini dihancurkan oleh invasi Mongol.
Ilkhanate (1256–1353): Kekhanan Mongol yang didirikan di Persia oleh cucu Jenghis Khan, Hulagu. Awalnya mereka toleran terhadap berbagai agama, tetapi kemudian memeluk Islam.
Kekaisaran Timurid (1370–1506): Penakluk Tamerlane mendirikan kekaisaran ini yang mencakup seluruh Asia Tengah, Iran, dan Afghanistan.
Era Safawi (1501–1736): Era Senjata Mesiu
Penguasa Safawi pada awalnya memandang rendah senjata api. Namun, mereka belajar dari kekalahan melawan pasukan Ottoman yang kuat. Pada abad ke-16 dan ke-17, para Shah Iran mulai membeli senapan dan artileri. Sumber utama senjata ini adalah Venesia, Portugal, dan Inggris.
Meskipun enggan, bangsa Persia cepat menguasai seni membuat dan menggunakan senjata api. Shah Abbas (1587–1629) membawa era modern senjata mesiu ke Persia. Ia membangun pasukan baru meniru model Ottoman. Ia dibantu oleh dua bersaudara asal Inggris, Anthony dan Robert Sherley. Mereka membantu mengorganisir tentara menjadi pasukan tetap yang terlatih. Pasukan ini terbagi menjadi tiga divisi: Ghilman (pasukan budak), Tofongchis (penembak), dan Topchis (artileri).
Model tentara baru Shah Abbas sangat sukses. Ini memungkinkannya menyatukan kembali wilayah Iran Raya.
Dinasti Afsharid, Zand, dan Qajar (1750–1925)
Setelah jatuhnya Safawi, seorang jenderal brilian bernama Nader Shah mengambil alih kekuasaan. Ia berhasil mengusir Ottoman dan Rusia dari wilayah pendudukan. Namun, setelah kematiannya, kekuasaan melemah dan Dinasti Qajar mengambil alih.
Era Qajar menandai penurunan kekuatan Persia. Tekanan dari kekuatan Barat, terutama Rusia dan Inggris, semakin besar. Dalam Perang Rusia-Persia (1806-1813), Persia kalah karena tidak memiliki artileri modern. Perjanjian Gulistan pada 1813 sangat merugikan Persia.
Pangeran Abbas Mirza berusaha memodernisasi tentara. Ia mengirim perwira ke Eropa dan mengundang perwira Inggris untuk melatih pasukannya. Upaya ini menunjukkan hasil dalam Pertempuran Erzeroum (1821) di mana mereka mengalahkan pasukan Ottoman. Namun, dalam perang berikutnya melawan Rusia, Persia kembali kalah. Perjanjian Turkmenchay (1828) melumpuhkan Persia lebih jauh lagi.
Era Pahlavi (1925–1979): Modernisasi Besar-Besaran
Ketika Dinasti Pahlavi berkuasa, tentara Persia hampir tidak ada. Raja baru, Reza Shah Pahlavi, segera mengembangkan militer baru. Ia mengirim ratusan perwira ke akademi militer Eropa dan Amerika. Mulai mendirikan Angkatan Udara Iran dan mulai membangun Angkatan Laut.
Pada masa pemerintahan putranya, Mohammad Reza Pahlavi, Iran memulai program modernisasi militer yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dengan dukungan dari pendapatan minyak, Iran membeli persenjataan paling canggih. Pada tahun 1978, Iran memiliki tentara terkuat kelima di dunia dan merupakan kekuatan regional yang tak terbantahkan.
Pembelian besar-besaran meliputi ratusan jet tempur seperti F-14 Tomcat dan F-4 Phantom II. Mereka juga membeli tank M60 Patton, helikopter serang, kapal perusak, dan ribuan rudal canggih. Iran memiliki armada hovercraft terbesar di dunia.
Pemesanan senjata yang sangat besar telah dilakukan, termasuk jet F-16, kapal induk kelas Invincible dari Inggris, dan kapal selam dari Jerman. Iran juga bekerja sama dengan Israel dalam proyek rudal balistik. Jika semua pesanan ini selesai, Iran akan menjadi salah satu kekuatan militer paling kuat di dunia. Namun, semua kesepakatan senjata ini dibatalkan setelah revolusi.
Republik Islam Iran (1979–Sekarang)
Setelah Revolusi Islam pada 1979, militer Iran mengalami desertir massal. Pemerintahan baru melakukan pembersihan terhadap perwira tinggi yang setia pada Dinasti Pahlavi. Kondisi ini membuat diktator Irak, Saddam Hussein, memandang Iran lemah, yang memicu Perang Iran-Irak.
Perang delapan tahun itu menghancurkan wilayah dan militer Iran. Setelah perang, Iran memulai program pembangunan kembali militer yang ambisius. Tujuannya adalah menciptakan industri militer yang mandiri. Secara regional, Iran berusaha menyebarkan pengaruhnya dengan mendukung berbagai kelompok, seperti Hezbollah di Lebanon dan Aliansi Utara di Afghanistan. (Tri)
Sumber :
https://military-history.fandom.com/wiki/Military_history_of_Iran
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
