SURAU.CO. Islam menjadi agama dengan pertumbuhan paling cepat di dunia. Hal tersebut berdasar hasil studi baru dari Pew Research Center mengungkap. Islam kini menjadi agama dengan tingkat pertumbuhan paling cepat secara global. Hasil riset tersebut menunjukkan jumlah umat Islam bertambah hingga 347 juta jiwa dalam satu dekade terakhir. Angka ini bahkan melampaui gabungan pertumbuhan kelompok agama lainnya.
Riset tersebut menganalisis pergerakan populasi agama di seluruh dunia. Adapun periode penelitiannya berlangsung dari tahun 2010 hingga 2020. dlam risetnya Pew Research Center juga menyoroti perubahan signifikan dalam lanskap keagamaan global.
Laporan bertajuk “Global Religious Landscape” ini dirilis pada Senin (9/6). Ini merupakan laporan edisi kedua mengenai kelompok demografi agama. Laporan edisi pertamanya telah diterbitkan pada tahun 2010 lalu. Conrad Hackett, seorang demografer senior di Pew, memberikan penjelasan. Ia menekankan pentingnya faktor demografi dalam studi ini. “Kami melihat karakteristik demografi kelompok-kelompok ini. Seperti struktur usia, berapa anak yang mereka miliki, dan latar belakang pendidikan. Karena semua ini mempengaruhi jumlah penganut di masa depan,” ujar Conrad Hackett, seperti dilansir NPR pada Selasa (10/6).
Meski begitu agama Kristen masih menjadi agama terbesar. Akan tetapi posisinya mengalami pergeseran. Selama satu dekade, penganut Kristen bertambah sebanyak 122 juta orang. Namun, persentase totalnya terhadap populasi dunia justru mengalami penurunan. Saat ini, Kristen memiliki 2,3 miliar penganut. Angka ini setara dengan 29 persen dari seluruh penduduk bumi.
Faktor Utama Pertumbuhan Populasi Muslim
Dalam laporan tersebut, lembaga ini menunjukkan dua faktor utama pertumbuhan umat Islam.. Pertama adalah disafiliasi atau pelepasan afiliasi agama. Kedua adalah pertumbuhan alami dari populasi itu sendiri. Keduanya sangat berperan membentuk peta keagamaan dunia. Populasi Muslim menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat. Jumlahnya bertambah hingga 347 juta jiwa dalam satu dekade terakhir. Angka ini bahkan melampaui gabungan pertumbuhan kelompok agama lainnya. Pendorong utama di balik fenomena ini adalah tingkat kelahiran yang tinggi di kalangan umat Islam. Hackett menjelaskan lebih lanjut mengenai dinamika ini. “Umat Muslim memiliki lebih banyak anak dibandingkan jumlah Muslim yang meninggal. Perpindahan masuk maupun keluar dari Islam jumlahnya sangat kecil,” katanya.
Untuk mendapatkan data yang akurat, Pew melakukan penelitian yang komprehensif. Mereka menggunakan 2.700 sumber data yang beragam. Sumber tersebut termasuk sensus nasional dan survei demografi. Pew juga memakai data registrasi penduduk dari 201 negara. Tujuannya adalah afiliasi keagamaan dari 100 ribu responden. Pertanyaan dalam survei bervariasi. Namun, sebagian besar menanyakan tentang agama yang dianut oleh partisipan.
Pergeseran Demografi Kristen dan Non-Afiliasi
Studi ini memadukan data keagamaan dengan data demografi lainnya. Termasuk tingkat kesuburan, angka kematian, serta distribusi usia. Hal ini dilakukan untuk mengukur perubahan demografi antara tahun 2010 dan 2020. Studi juga mencatat adanya keterlambatan pengumpulan data. Pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama keterlambatan tersebut.
Pertumbuhan populasi Muslim tersebar di wilayah dengan pertumbuhan penduduk tinggi. Misalnya di kawasan Timur Tengah-Afrika Utara (94,2 persen). Juga di Afrika Sub-Sahara (33 persen). Pertumbuhan terbesar terjadi di wilayah Asia Pasifik. Kawasan ini merupakan rumah bagi jumlah Muslim terbanyak di dunia. Populasi umat Islam di sana meningkat 16,2 persen selama periode penelitian.
Sebaliknya, penganut Kristen mengalami penurunan persentase sebesar 1,8 persen. Ini terjadi karena populasi non-Kristen tumbuh lebih cepat. Penurunan signifikan terlihat di Eropa, Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru. Meskipun demikian, Kristen tetap menjadi agama mayoritas di hampir seluruh wilayah. Pengecualiannya adalah Asia Pasifik dan Timur Tengah-Afrika Utara. Pew mencatat Kristen sebagai kelompok agama dengan sebaran geografis terluas.
Fenomena Peningkatan Kelompok Non-Afiliasi Agama
Kelompok tanpa afiliasi agama atau “non-afiliasi” kini menjadi komunitas terbesar ketiga. Posisinya berada setelah Kristen dan Islam. Jumlahnya mencapai 24,2 persen dari populasi dunia. Peningkatan signifikan terjadi di negara-negara Barat. Banyak orang yang dibesarkan sebagai Kristen tidak lagi mengidentifikasi diri mereka dengan agama apa pun.
Laporan ini juga memperkuat agama berdampak besar. Terutama pada penurunan jumlah penganut Kristen. “Banyak orang yang dibesarkan dalam keluarga Kristen kemudian beralih menjadi non-agama saat dewasa,” kata Hackett.
Untuk pertama kalinya, Pew melacak pola perpindahan agama secara detail. Mereka menghimpun data dari 117 negara. Data ini mencakup individu berusia 18 hingga 54 tahun. Pew membandingkan agama mereka saat lahir dengan agama yang dianut saat dewasa.
Di Amerika Utara, populasi non-afiliasi agama naik 13 poin persentase. Angkanya menjadi 30,2 persen antara tahun 2010 dan 2020. Peningkatan serupa juga terjadi di Amerika Latin–Karibia (4,1 persen) dan Eropa (6,6 persen). Mayoritas populasi non-afiliasi (78 persen) tinggal di Asia Pasifik. China menjadi penyumbang terbesar dengan 67 persen. Namun, Pew mengakui adanya tantangan dalam mengukur religiusitas di Tiongkok karena kompleksitas politik dan budayanya.
Pertumbuhan Agama Lainnya di Dunia
Umat Buddha tercatat sebagai satu-satunya kelompok yang populasinya menyusut. Jumlah penganutnya turun sebanyak 19 juta jiwa. Penyebab utamanya adalah meningkatnya disafiliasi di wilayah Asia Timur. Banyak penganut Buddha yang tidak lagi mengidentifikasi diri secara formal. Namun, mereka mungkin masih menjalankan praktik keagamaan Buddha.
Sementara itu, populasi Hindu tumbuh secara signifikan. Pertumbuhan terasa di Timur Tengah–Afrika Utara (62 persen) dan Amerika Utara (55 persen). Faktor utamanya adalah migrasi. Saat ini, sekitar 95 persen umat Hindu tinggal di India. Populasi Hindu mencakup 14,9 persen dari populasi global.
Populasi Yahudi juga mengalami pertumbuhan. Angkanya naik 6 persen dari 14 juta menjadi 15 juta jiwa. Sebanyak 45,9 persen di antaranya tinggal di Israel. Namun persentase mereka terhadap populasi global tetap stagnan di angka 0,2 persen.