SURAU.CO – Beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan betapa cepatnya game online seperti Mobile Legends (ML) dan Free Fire (FF) merebut hati anak-anak dan remaja. Di mana-mana, di warung kopi, di ruang kelas, bahkan di masjid sebelum shalat selalu saja ada remaja yang sibuk main game ini. Tapi, apakah kita benar-benar tahu ke mana arah tren ini membawa generasi muda kita?
Sebagai penikmat teknologi, saya tidak anti game. Saya paham betul bahwa bermain game bisa jadi hiburan yang sehat, media pembelajaran, bahkan ladang rezeki bagi mereka yang serius menekuni jalur e-sport. Tapi yang menjadi kegelisahan saya adalah saat keseruan game justru jadi jalan sunyi menuju lunturnya nilai-nilai sosial dan keagamaan.
Dari Seru Jadi Candu
Awalnya mungkin cuma iseng, ikut-ikutan teman. Tapi pelan-pelan, waktu yang dihabiskan untuk bermain game mulai menggerus waktu belajar, waktu ibadah, bahkan waktu ngobrol bareng keluarga. Game seperti ML dan FF memang dirancang untuk bikin pemainnya betah berlama-lama. Makin tinggi rank, makin sulit berhenti.
Parahnya, ada remaja yang lebih bangga jadi top global daripada jadi ranking satu di sekolah. Di situlah alarm bahaya mulai berbunyi.
Norma yang Terkikis Perlahan
Satu hal yang sering saya amati dari pemain aktif game online adalah bagaimana bahasa yang digunakan makin lama makin kasar. Kata-kata umpatan, makian, hingga istilah “noob” dan “bacot” jadi hal biasa. Lebih dari itu, perilaku toxic di dalam game kadang terbawa ke dunia nyata.
Yang paling mengkhawatirkan adalah ketika ibadah, hormat pada orang tua, dan sopan santun dianggap tidak sepenting memenangkan pertandingan.
Kalau ini dibiarkan, kita sedang menyiapkan generasi yang jago menggerakkan jari di layar, tapi kaku ketika harus berinteraksi di dunia nyata. Pintar membuat strategi di medan pertempuran digital, tapi bingung saat harus menghadapi tantangan hidup yang sesungguhnya.
Game Boleh, Tapi Jangan Lupa Akhlak
Saya tidak ingin menyalahkan game. Salah satu kekeliruan terbesar orang tua zaman sekarang adalah melarang tanpa memahami. Yang lebih baik adalah mendampingi. Kita bisa mengajak anak ngobrol tentang batas waktu bermain, konsekuensi, dan juga nilai-nilai yang tidak boleh ditinggalkan.
Kepada para gamer muda, izinkan saya sampaikan ini: Kalian hebat karena bisa main game dengan skill tinggi. Tapi akan jauh lebih hebat kalau kalian juga tetap menjunjung tinggi akhlak, etika, dan agama.
Bayangkan kalau kamu bisa rank Mythic dalam game, tapi juga Mythic dalam hal tanggung jawab, sopan santun, dan ibadah. Bukankah itu jauh lebih keren?
Fenomena e-sport seperti ML dan FF akan terus berkembang. Tapi mari kita pastikan, perkembangan itu tidak dibayar mahal dengan rusaknya nilai-nilai yang sudah diajarkan sejak kecil.
Game bisa jadi sahabat, tapi jangan sampai berubah jadi tuan yang memperbudak. Yuk, main game boleh tapi tetap waras, tetap beriman, tetap hormat sama orang tua, dan tetap tahu arah hidup.
Redaksi Surau.Co
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.