Sosok Visioner di Balik Lahirnya Perbankan Nasional
Surau.co-Raden Mas Margono Djojohadikusumo bukan sekadar nama dalam sejarah ekonomi Indonesia. Ia adalah sosok visioner di balik berdirinya Bank Negara Indonesia (BNI), bank pertama milik Republik Indonesia.
Dilahirkan pada 16 Mei 1894 di Banyumas dari keluarga bangsawan priyayi, Margono tumbuh dalam lingkungan yang menjunjung tinggi pendidikan dan pengabdian. Sebagai anak keenam dari pasangan bangsawan yang hidup sederhana, Margono mengalami kehilangan berat sejak kecil.
Lima kakaknya meninggal dunia di usia muda. Hanya ia yang bertahan hidup dan melanjutkan garis keturunan keluarga. Margono memulai pendidikan dasarnya di Europeesche Lagere School (ELS) Banyumas dan melanjutkannya ke OSVIA Magelang, sekolah calon pegawai pribumi. Di sinilah ia ditempa menjadi birokrat andal yang kelak berkontribusi besar untuk republik yang baru lahir.
Membangun Pondasi Perbankan Nasional
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, negara membutuhkan lembaga keuangan yang bisa menopang ekonomi nasional. Dalam Sidang Dewan Menteri 19 September 1945, Margono mengusulkan pembentukan bank nasional sesuai amanat UUD 1945. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta mendukung penuh gagasan itu.
Hasilnya? Pada 15 Juli 1946, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 1946, lahirlah Bank Negara Indonesia. Margono ditunjuk langsung menjadi Direktur Utama pertama. Di bawah kepemimpinannya, BNI tidak hanya menjadi simbol kedaulatan finansial Indonesia, tapi juga alat penting untuk menggerakkan ekonomi rakyat.
Tahun 1970, BNI resmi berstatus sebagai perusahaan persero (PT). Meski tak lagi berada di pucuk pimpinan, warisan visi Margono tetap melekat dalam DNA institusi ini. Ia membangun bank tidak semata untuk bisnis, tapi sebagai lembaga kepercayaan publik.
Kontribusi dalam Dunia Politik dan Parlemen
Tak hanya di bidang ekonomi, Margono juga aktif dalam kancah politik nasional. Sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS), ia banyak memberi masukan strategis kepada Presiden. Satu pencapaiannya yang patut dikenang adalah peran dalam pelaksanaan hak angket pertama DPR.
Ia mengusulkan penggunaan hak angket untuk menyelidiki kebijakan devisa negara berdasarkan UU Pengawasan Devisa 1940. Margono memimpin tim penyelidikan beranggotakan 13 orang sebuah langkah penting dalam penguatan fungsi kontrol parlemen. Ini menandakan bahwa sejak awal kemerdekaan, ia memahami pentingnya transparansi dan akuntabilitas negara.
Keluarga Pejuang dan Generasi Penerus
Dari sisi keluarga, Margono adalah ayah dari ekonom terkemuka Indonesia, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo. Dua anaknya, Soebianto dan Soejono, gugur dalam peristiwa heroik Pertempuran Lengkong. Pengorbanan keluarga ini menjadi bukti bahwa semangat juang Margono tidak hanya hidup dalam karya, tapi juga darah dagingnya.
Cucunya, Prabowo Subianto, kelak menjadi tokoh militer dan Presiden Republik Indonesia. Sementara Hashim Djojohadikusumo dikenal sebagai pengusaha nasional. Keduanya membawa semangat kakeknya dalam panggung nasional modern, baik dalam politik maupun ekonomi.
Warisan dan Penghargaan
R.M. Margono wafat pada 25 Juli 1978 di Jakarta dan dimakamkan di Dawuhan, Banyumas. Meskipun sosoknya tak banyak dikenal generasi muda, warisannya tetap hidup. Namanya diabadikan di salah satu gedung Universitas Gadjah Mada, serta menjadi nama jalan di Jakarta.
Namanya juga sempat menjadi inspirasi dalam film perjuangan “Merah Putih”, yang mengangkat semangat patriotisme era revolusi. Namun perlu diluruskan, Rumah Sakit Margono di Purwokerto bukan dinamai dari beliau, melainkan dari Margono Sukarjo, tokoh berbeda yang berjasa di bidang kesehatan.
Visioner yang Layak Diingat
R.M. Margono Djojohadikusumo bukan hanya perintis bank nasional, tapi juga arsitek awal ekonomi Indonesia merdeka. Visi, integritas, dan dedikasinya menjadikan ia layak dikenang bukan hanya dalam buku sejarah, tetapi juga dalam praktik nyata kehidupan berbangsa.
Jika Indonesia hari ini memiliki sistem perbankan nasional yang kokoh, maka fondasinya tak lain adalah hasil kerja keras sosok seperti Margono. Kini tugas kita melanjutkan estafet perjuangan itu: membangun negeri dengan integritas, seperti yang telah ia contohkan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.