Rajin Shalat tapi Maksiat Tetap Jalan? (Refleksi QS. Al-‘Ankabut [29]: 45).
Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-‘Ankabut [29]: 45)
Shalat adalah ibadah yang seharusnya memberi efek nyata dalam kehidupan sehari-hari. Jika shalat dikerjakan dengan benar, penuh kesadaran, dan khusyuk, ia akan menjadi benteng kokoh yang mencegah pelakunya dari maksiat dan keburukan.
Namun, kenyataan yang sering kita jumpai — bahkan mungkin kita alami — adalah rajin shalat, tetapi maksiat tetap dilakukan. Lisan masih ringan berkata kasar, mata masih suka memandang yang haram, hati masih condong pada dosa. Mengapa bisa demikian?
Shalat Tanpa Menghadirkan Hati
Penyebab utamanya adalah shalat dilakukan sekadar gerakan fisik tanpa menghadirkan hati. Bacaan shalat diucapkan, tetapi tidak dipahami. Rukuk dan sujud dijalankan, tetapi pikiran mengembara entah ke mana.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan:
“Shalat yang mencegah perbuatan keji dan mungkar adalah shalat yang dikerjakan dengan kesadaran penuh terhadap bacaan Al-Qur’an, dzikir, tasbih, doa di dalamnya, serta dijaga rukuk, sujud, khusyuk, dan ketenangannya.”
Sebaliknya, shalat yang dilakukan dengan hati kosong, hanya sebagai rutinitas tanpa penghayatan, tidak akan memberi pengaruh signifikan pada perilaku kita.
Rasulullah ﷺ bersabda:
> “Seseorang tidak mendapatkan dari shalatnya kecuali apa yang ia pahami darinya: setengahnya, seperempatnya, sepertiganya, sepersepuluhnya, atau seperlimanya, tergantung sejauh mana kamu memahami shalatmu.” (Tafsir Juz ‘Amma, hal. 119)
Bagaimana agar shalat benar-benar mencegah maksiat
1. Pahami makna bacaan shalat — agar lisan dan hati selaras.
2. Jaga wudhu dengan tenang — mempersiapkan diri secara lahir dan batin.
3. Luruskan niat — shalat hanya karena Allah, bukan kebiasaan semata.
4. Hindari terburu-buru — setiap gerakan punya dzikir khusus yang perlu dihayati.
5. Latih khusyuk — hadirkan rasa diawasi Allah dalam setiap rakaat.
Shalat bukan sekadar menggugurkan kewajiban, melainkan sarana untuk membentuk pribadi yang bersih dari dosa. Bila maksiat masih terasa ringan, itu pertanda kita perlu memperbaiki kualitas shalat, bukan hanya memperbanyak jumlahnya.
Mari kita renungkan: Jangan sampai kita menjadi orang yang rajin shalat, tetapi shalat kita hanya menjadi gerakan tanpa ruh. Jadikan shalat sebagai “pertemuan istimewa” dengan Allah, yang membekas pada hati dan membimbing perilaku kita setiap hari.
Umur Itu Seperti Es Batu (Refleksi dari QS. Al-‘Ashr [103]: 1–3).
Allah ﷻ berfirman: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati dalam kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr [103]: 1–3)
Waktu adalah aset yang tidak bisa diulang atau dibeli kembali. Ibarat es batu, ia akan terus mencair meski kita biarkan begitu saja. Begitu pula umur, ia akan terus berkurang, digunakan atau tidak, bermanfaat atau tidak, tetap saja berjalan menuju titik akhir: kematian.
Dua pelajaran penting dari “umur seperti es batu”:
1. Waktu tak menunggu kesiapan kita.
Banyak orang menunda kebaikan dengan alasan “nanti saja” atau “tunggu waktu luang”. Padahal, setiap detik yang lewat adalah bagian dari umur yang tak akan kembali.
2. Nilai hidup ada pada pemanfaatannya.
Es batu yang didiamkan akan mencair sia-sia. Tapi es yang digunakan untuk mendinginkan minuman, bermanfaat bagi orang lain. Demikian pula umur kita — ia berharga bila dipakai untuk amal shalih dan kebaikan.
Rasulullah ﷺ mengingatkan:
> “Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Al-Hakim)
Bagaimana agar umur kita tidak sia-sia?
Isi dengan ibadah — shalat tepat waktu, dzikir, membaca Al-Qur’an.
Gunakan untuk memberi manfaat — tolong-menolong, menebar ilmu, membantu sesama.
Tinggalkan kebiasaan yang menguras umur tanpa faedah — seperti ghibah, scroll tanpa tujuan, atau menunda-nunda pekerjaan baik.
Perbanyak doa — agar sisa umur diberkahi dan diakhiri dengan husnul khatimah.
Setiap tetes waktu yang hilang tidak akan kembali. Maka, jangan biarkan umur kita mencair begitu saja tanpa makna.
Gunakan setiap hari untuk mendekat kepada Allah, karena kita tidak pernah tahu es batu itu akan habis kapan. (Tengku)
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
