Banyak orang sering memisahkan urusan agama dan politik. Padahal, Islam memandang politik sebagai bagian tak terpisahkan dari ajaran. Aktivitas ini bukan sekadar perebutan kekuasaan. Berpolitik menurut Islam adalah sebuah sarana luhur. Tujuannya untuk mengatur kehidupan umat manusia. Hal ini demi mencapai kemaslahatan bersama di dunia dan akhirat.
Islam menawarkan panduan hidup yang lengkap atau syumul. Panduan ini mencakup semua aspek kehidupan manusia. Mulai dari ibadah ritual hingga interaksi sosial. Termasuk di dalamnya adalah cara mengelola sebuah komunitas atau negara. Inilah esensi dari politik dalam kerangka Islam.
Konsep Siyasah Syar’iyyah: Politik yang Berlandaskan Syariat
Dalam khazanah keilmuan Islam, kita mengenal istilah siyasah syar’iyyah. Istilah ini secara harfiah berarti politik yang sesuai dengan syariat. Konsep ini menjadi fondasi utama dalam berpolitik menurut Islam. Politik tidak boleh berjalan liar tanpa etika dan tujuan. Sebaliknya, politik harus terikat pada prinsip-prinsip Ilahi.
Tujuan utama siyasah syar’iyyah sangat jelas. Pertama, menegakkan keadilan (iqamatul ‘adl). Kedua, mewujudkan kesejahteraan atau kemaslahatan umat (tahqiq maslahatil ummah). Politik menjadi alat untuk melindungi hak-hak rakyat. Ia juga berfungsi mendistribusikan sumber daya secara adil. Serta memastikan hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Dengan begitu, politik menjadi ibadah yang bernilai tinggi.
Para ulama telah lama membahas pentingnya peran ini. Mereka melihat politik sebagai cara menjaga nilai-nilai agama. Imam Al-Ghazali dalam karyanya yang monumental memberikan sebuah perumpamaan kuat. Beliau berkata:
“Agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Agama adalah pondasi dan kekuasaan adalah penjaganya. Sesuatu yang tidak memiliki pondasi akan runtuh, dan sesuatu yang tidak memiliki penjaga akan hilang.”
Kutipan ini menegaskan hubungan simbiosis antara agama dan kekuasaan. Agama memberikan landasan moral dan etika. Sementara itu, kekuasaan (politik) melindungi dan mengimplementasikan nilai-nilai tersebut dalam tatanan masyarakat.
Teladan Sejarah dari Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin
Sejarah Islam memberikan bukti nyata tentang pentingnya politik. Rasulullah Muhammad SAW bukan hanya seorang nabi. Beliau juga seorang kepala negara yang ulung. Setelah hijrah ke Madinah, beliau mendirikan sebuah negara berdaulat. Beliau menyusun Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah). Dokumen ini dianggap sebagai konstitusi tertulis pertama di dunia.
Piagam Madinah mengatur kehidupan masyarakat yang majemuk. Di dalamnya terdapat kaum Muslimin, Yahudi, dan kelompok lainnya. Semua pihak memiliki hak dan kewajiban yang sama. Rasulullah SAW berhasil membangun masyarakat yang adil, toleran, dan sejahtera. Ini adalah model ideal bagaimana berpolitik menurut Islam seharusnya berjalan.
Kepemimpinan beliau dilanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin. Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Mereka semua adalah pemimpin politik. Mereka menjalankan pemerintahan berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah. Fokus utama mereka adalah melayani rakyat dan menegakkan syariat. Mereka tidak mengejar kemewahan pribadi atau kekuasaan absolut.
Politik Islam di Era Modern: Menjawab Tantangan Zaman
Di era modern, konsep berpolitik menurut Islam sering disalahpahami. Sebagian orang menganggapnya kaku dan tidak relevan. Namun, prinsip dasarnya justru sangat fleksibel dan universal. Prinsip seperti keadilan, musyawarah (syura), amanah, dan akuntabilitas relevan di setiap zaman.
Musyawarah, misalnya, sejalan dengan semangat demokrasi. Islam mendorong para pemimpin untuk mendengar aspirasi rakyat. Keputusan penting harus diambil melalui proses konsultasi. Ini mencegah lahirnya pemerintahan yang tiran dan otoriter.
Oleh karena itu, keterlibatan umat Islam dalam politik modern sangat penting. Keterlibatan ini bukan untuk memaksakan kehendak. Tujuannya adalah untuk berkontribusi positif. Umat Islam dapat menawarkan solusi atas berbagai masalah bangsa. Misalnya, masalah korupsi, ketidakadilan ekonomi, dan kerusakan moral. Dengan berpegang pada nilai-nilai Islam, politisi Muslim dapat menjadi agen perubahan yang membawa kebaikan.
Kesimpulan: Sebuah Tanggung Jawab Kolektif
Jelaslah bahwa berpolitik menurut Islam bukanlah sekadar pilihan, melainkan sebuah kebutuhan yang tidak bisa ditawar. Politik dalam Islam berfungsi sebagai instrumen strategis untuk menjaga fondasi agama sembari mengelola dinamika dunia. Tanpa kehadiran instrumen ini, peran aktif umat Islam di panggung politik akan hilang, dan nilai-nilai luhur agama pun sulit terwujud dalam tatanan negara, yang pada gilirannya membuat kemaslahatan umat terancam terabaikan.
Sebaliknya, politik yang ideal menurut Islam justru berorientasi penuh pada pelayanan. Artinya, seluruh energi politik diarahkan untuk menciptakan tatanan sosial yang adil dan beradab. Maka, memikul amanah ini menjadi tugas dan tanggung jawab kolektif bagi seluruh umat Islam, agar tujuan agung untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin) dapat tercapai.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
