Sosok
Beranda » Berita » Syekh Nawawi al-Bantani: Sayyid Ulama Hijaz dan Bapak Kitab Kuning dari Banten

Syekh Nawawi al-Bantani: Sayyid Ulama Hijaz dan Bapak Kitab Kuning dari Banten

Syekh Nawawi al-Bantani
Syekh Nawawi al-Bantani

SURAU.CO – Indonesia patut berbangga pernah memiliki ulama sekaliber Syekh Nawawi al-Bantani. Ia adalah seorang ulama besar bertaraf internasional. Namanya masyhur hingga diangkat menjadi Imam Masjidil Haram. Sosoknya merupakan seorang intelektual yang sangat produktif. Ia menulis lebih dari 115 kitab dalam berbagai disiplin ilmu. Karyanya meliputi bidang fikih, tauhid, tasawuf, tafsir, hingga hadis.

Karena keluasan ilmunya, Syekh Nawawi al-Bantani mendapatkan banyak gelar kehormatan. Beberapa di antaranya adalah Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz). Ia mendapat julukan al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq. Gelar ini berarti imam yang ilmunya sangat mumpuni. Reputasinya yang cemerlang membuatnya terkenal  sebagai tokoh ulama terkemuka abad ke-14 Hijriyah.

Masa Kecil dan Pendidikan di Tanah Air

Nama lengkapnya adalah Muhammad Nawawi bin Umar bin Arabi al-Bantani. Ia lahir di Desa Tanara, Serang, Banten, pada tahun 1813 M (1230 H). Ayahnya, Syekh Umar bin Arabi, adalah seorang ulama lokal di Banten. Ibunya bernama Zubaidah. Syekh Nawawi merupakan anak sulung dari tujuh bersaudara.

Secara nasab, ia adalah keturunan ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddin. Sultan Hasanuddin merupakan raja pertama Kesultanan Banten. Garis keturunannya bahkan sampai kepada Nabi Muhammad SAW.

Syekh Nawawi menerima pendidikan agama pertama kali langsung dari ayahnya. Sejak usia lima tahun, ia sudah belajar dasar-dasar Islam. Ia mempelajari bahasa Arab, fikih, dan tauhid. Pada usia delapan tahun, ia melanjutkan pendidikannya. Ia berguru kepada K.H. Sahal al-Bantani. Setelah itu, ia belajar kepada Syekh Baing Yusuf di Purwakarta.

Burnout dan Kelelahan Jiwa: Saatnya Pulang dan Beristirahat di Bab Ibadah

Bakat mengajarnya sudah terlihat sejak usia sangat muda. Bahkan sebelum genap berusia 15 tahun, ia sudah aktif mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat.

Perjalanan Intelektual ke Makkah

Pada usia 15 tahun, Syekh Nawawi al-Bantani berangkat ke Makkah. Tujuannya adalah untuk menunaikan ibadah haji. Selain itu, ia ingin memperdalam ilmu agamanya. Di Kota Suci, ia belajar kepada para ulama besar pada masanya. Beberapa gurunya yang terkenal antara lain Syekh Ahmad Nahrawi, Syekh Junaid, dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Ia juga menimba ilmu dari ulama Nusantara lain, seperti Syekh Abdul Ghani al-Bimawi.

Semangat Nasionalisme Melawan Penjajah

Setelah tiga tahun di Makkah, Syekh Nawawi pulang ke Banten sekitar tahun 1828. Hatinya merasa sangat sedih. Ia menyaksikan langsung kezaliman penjajah Belanda di kampung halamannya. Banyak penindasan dan kesewenang-wenangan terjadi.

Kondisi ini menyulut semangat jihad dalam dirinya. Sebagai seorang intelektual, ia tidak tinggal diam. Syekh Nawawi mulai berdakwah keliling Banten. Ia mengobarkan semangat perlawanan kepada rakyat. Tentu saja, aktivitasnya ini terdeteksi oleh Belanda. Penjajah kemudian membatasi gerak-geriknya. Belanda  melarangnya berkhotbah di masjid.

Puncaknya, Belanda menuduhnya sebagai pengikut Pangeran Diponegoro. Ia pun mendapat tekanan hingga Belanda mengusirnya dari tanah air. Pada tahun 1830, ia memutuskan kembali ke Makkah. Meski begitu, dakwahnya telah menumbuhkan bibit perlawanan. Banyak warga Banten yang tercerahkan dan berani melawan penjajah.

Seni Mengkritik Tanpa Melukai: Memahami Adab Memberi Nasihat yang Elegan

Menjadi Ulama Besar dan Imam Masjidil Haram

Sekembalinya di Makkah, Syekh Nawawi semakin tekun belajar dan mengajar. Ia membuka majelis ilmu di halaman rumahnya di Syi’ib Ali. Awalnya, muridnya hanya puluhan. Namun, seiring waktu, jumlah muridnya terus bertambah. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia.

Namanya semakin terkenal luas karena kedalaman ilmunya. Puncaknya, ia diangkat menjadi Imam Masjidil Haram. Posisi terhormat ini membuat namanya semakin masyhur. Banyak umat Islam dari seluruh dunia yang sengaja menemuinya saat berada di Makkah.

Ia berhasil mencetak banyak ulama besar dari Nusantara. Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah K.H. Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama). Ada juga K.H. Kholil al-Bangkalani dan K.H. Shaleh Darat as-Samarani.

Bapak Kitab Kuning dan Karya-Karyanya

Syekh Nawawi al-Bantani dikenal sebagai penulis yang sangat produktif. Kitab-kitab karyanya menjadi rujukan utama di pesantren-pesantren Asia Tenggara. Karena kontribusinya ini, ia dijuluki “Bapak Kitab Kuning“. Berikut adalah beberapa karyanya yang terkenal:

  1. Nashaihul ‘Ibad (Kitab Tasawuf)
  2. Sullam al-Munajah (Kitab Fikih)
  3. Nihayah al-Zain (Kitab Fikih)
  4. Kasyifah al-Saja (Syarah Kitab Safinah an-Najah)
  5. Marah Labid atau Tafsir al-Munir (Kitab Tafsir)
  6. Tijan ad-Durari ala Risalat al-Bajuri (Kitab Tauhid)
  7. Tanqih al-Qawl al-Hatsits Syarh Lubab al-Hadits li as-Suyuthi (Kitab Hadis)

Karomah yang Melegenda

Allah SWT menganugerahkan beberapa karomah (kemuliaan) kepada Syekh Nawawi. Salah satu cerita menyebutkan telunjuk kirinya dapat bersinar. Cahaya itu ia gunakan sebagai penerang saat menulis kitab di dalam syuqduf (tandu unta) yang gelap.

Mengubah Insecure Menjadi Bersyukur: Panduan Terapi Jiwa Ala Imam Nawawi

Karomah lainnya terjadi saat ia mengunjungi Masjid Pekojan di Jakarta. Ia memberitahu Sayyid Utsman bahwa arah kiblat masjid itu kurang tepat. Untuk membuktikannya, Syekh Nawawi menunjukkan Ka’bah secara langsung dari Jakarta. Ia berkata:

“Lihatlah Sayyid!, itulah Ka’bah tempat Kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka’bah itu terlihat amat jelas? Sementara Kiblat masjid ini agak ke kiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap ke arah Ka’bah.”

Sayyid Utsman pun takjub dan langsung membenarkan arah kiblat tersebut.

Wafat dan Warisan Abadi

Syekh Nawawi al-Bantani wafat di Makkah pada 25 Syawal 1314 H (1897 M). Ia dimakamkan di pemakaman Ma’la. Sebuah peristiwa luar biasa terjadi saat makamnya hendak digali sesuai kebijakan pemerintah setempat. Petugas menemukan jasadnya masih utuh sempurna, seolah baru dimakamkan. Akhirnya, pemerintah Arab Saudi melarang membongkar makamnya.

Hingga hari ini, warisan ilmu dan semangat perjuangan Syekh Nawawi terus hidup. Haul atau peringatan wafatnya selalu diadakan setiap tahun. Acara ini menjadi bukti betapa besar cinta umat kepada ulama besar dari Banten ini.

Referensi :

Lathifah, Aiun . 2022 . Warisan Ulama Nusantara. Biografi dan Karya Intelektual Mereka. Yogyakarta.Laksana.

https://qotrunnada-depok.ponpes.id/read/79/biografi-syekh-muhammad-nawawi-al-jawi-al-bantani


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement