Pendidikan
Beranda » Berita » Mengaji di YouTube: Kemudahan Sesaat atau Ancaman Degradasi Adab Remaja?

Mengaji di YouTube: Kemudahan Sesaat atau Ancaman Degradasi Adab Remaja?

Turutan dan Iqra’: Studi Historis atas Perkembangan Metode Literasi Tradisional
Turutan dan Iqra’: Studi Historis atas Perkembangan Metode Literasi Tradisional

Teknologi digital telah mengubah banyak aspek kehidupan. Termasuk cara generasi muda belajar agama. Kini, platform seperti YouTube menjadi sumber utama. Remaja bisa belajar mengaji kapan saja. Mereka juga bisa memilih guru dari seluruh dunia. Kemudahan ini tentu sangat menarik. Namun, sebuah pertanyaan besar muncul. Apakah pergeseran dari mengaji tatap muka ke YouTube ini aman?

Banyak pihak khawatir fenomena ini menjadi ancaman serius. Ia berisiko menyebabkan pendangkalan adab. Karakter remaja pun bisa ikut tergerus. Belajar langsung dengan guru bukan sekadar proses teknis. Ia adalah tradisi luhur yang sarat makna.

Hilangnya Esensi Talaqqi dan Koreksi Langsung

Metode belajar Al-Qur’an yang paling ideal adalah talaqqiTalaqqi adalah proses belajar secara langsung. Murid berhadapan dengan guru. Murid melafalkan ayat. Guru mendengar dengan saksama. Jika ada kesalahan, guru langsung memperbaikinya.

Koreksi ini mencakup banyak hal penting. Mulai dari makharijul huruf (tempat keluarnya huruf). Hingga hukum tajwid yang rumit. Interaksi langsung ini memastikan bacaan murid benar. Bacaan tersebut juga sesuai dengan kaidah yang diajarkan turun-temurun.

Saat belajar dari YouTube, esensi ini hilang total. Remaja hanya menjadi pendengar pasif. Tidak ada yang mengoreksi bacaannya. Ia mungkin merasa bacaannya sudah benar. Padahal, bisa jadi banyak kesalahan fatal. Kesalahan yang terus diulang akan menjadi kebiasaan. Ini sangat berbahaya bagi kemurnian bacaan Al-Qur’an.

Dahlan: Bisikan Prabowo Subianto

Seorang pendidik Islam, Ahmad Fauzi, M.Pd., mengingatkan, “Interaksi langsung dengan guru bukan sekadar transfer ilmu, tetapi transfer adab dan ruh. Murid melihat bagaimana guru memuliakan Al-Qur’an, dan itu tidak akan pernah bisa didapatkan dari layar gawai.”

Ancaman Pendangkalan Adab Terhadap Guru dan Ilmu

Mengaji tatap muka menanamkan adab yang kuat. Seorang murid belajar bagaimana menghormati guru. Ia datang dengan pakaian sopan. Ia duduk dengan tenang dan fokus. Ia tidak memotong pembicaraan guru. Semua ini adalah bagian dari pendidikan karakter. Adab terhadap ilmu dan pembawanya adalah kunci keberkahan.

Kondisi ini sangat kontras dengan belajar di YouTube. Remaja bisa belajar sambil tiduran. Mereka bisa makan atau minum saat video diputar. Mereka bisa dengan mudah menekan tombol jeda. Atau bahkan mempercepat video jika merasa bosan. Al-Qur’an dan ilmu yang disampaikan diperlakukan seperti konten hiburan biasa.

Tidak ada lagi rasa hormat dan takzim. Guru di layar hanyalah konten kreator. Ilmu agama menjadi produk digital yang bisa dikonsumsi sesuka hati. Inilah akar dari pendangkalan adab. Ketika adab terhadap ilmu sudah hilang, nilai dari ilmu itu sendiri akan luntur.

Peran Guru sebagai Teladan Karakter (Uswah Hasanah)

Guru ngaji bukan hanya pengajar tajwid. Beliau adalah seorang pendidik dan teladan (uswah hasanah). Murid tidak hanya belajar cara membaca Al-Qur’an. Mereka juga menyerap akhlak dan perilaku guru. Mereka melihat bagaimana guru bersabar. Bagaimana guru berinteraksi dengan orang lain. Bagaimana guru menerapkan nilai-nilai Qur’ani dalam kesehariannya.

Hikmah Permintaan Maaf: Perjalanan Nikah Sahabat Karib

Proses peneladanan ini membentuk karakter remaja secara perlahan. Mereka belajar tentang kejujuran, disiplin, dan kerendahan hati. Ikatan emosional antara guru dan murid menjadi fondasi kuat. Guru bisa memberikan nasihat personal. Ia bisa menjadi tempat bertanya saat remaja menghadapi masalah.

Hal ini mustahil terjadi melalui YouTube. Ustaz di YouTube adalah figur yang jauh. Interaksinya hanya satu arah. Remaja kehilangan sosok teladan nyata di dekatnya. Pendidikan karakter yang seharusnya menyertai pembelajaran Al-Qur’an menjadi kosong.

YouTube sebagai Pelengkap, Bukan Pengganti

Menolak teknologi bukanlah solusi yang bijak. YouTube tetap memiliki manfaat jika digunakan dengan benar. Platform ini bisa menjadi alat bantu atau pelengkap. Misalnya, remaja bisa menggunakannya untuk:

  1. Mendengarkan Murottal: Menyimak bacaan dari qari ternama untuk melatih pendengaran.

  2. Mengulang Pelajaran: Mereview materi yang sudah diajarkan oleh guru di dunia nyata.

    Menyelaraskan Pikiran dan Perbuatan: Kunci Hidup yang Autentik dan Bermakna

  3. Wawasan Tambahan: Mendapatkan penjelasan tafsir atau kisah-kisah Islami dari penceramah tepercaya.

Namun, perannya harus jelas sebagai suplemen. Fondasi utama harus tetap melalui bimbingan guru secara langsung. Orang tua memegang peran krusial di sini. Mereka harus memastikan anak-anaknya memiliki guru ngaji yang nyata. Jangan biarkan kemudahan digital mengorbankan kualitas pendidikan agama dan karakter anak.

Pada akhirnya, belajar Al-Qur’an adalah sebuah perjalanan spiritual. Perjalanan ini membutuhkan bimbingan, adab, dan ikatan hati. Semua itu hanya bisa ditemukan dalam interaksi manusiawi, bukan melalui layar dingin gawai.

× Advertisement
× Advertisement