SURAU.CO – Tahun Baru Hijriyah segera tiba. Umat Islam di seluruh dunia menyambut datangnya bulan Muharram atau biasa kita sebut dengan malam satu suro. Bulan ini memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Muharram merupakan salah satu dari empat bulan suci atau asyhurul hurum. Oleh karena itu, setiap Muslim dianjurkan memperbanyak ibadah kebaikan dengan amalan satu suro. Di Indonesia, khususnya dalam budaya Jawa, tanggal 1 Muharram dikenal sebagai Malam Satu Suro. Momen ini sering kali diisi dengan berbagai tradisi dan ritual yang khas.
Memahami Amalan Satu Suro dalam Perspektif Syariat Islam: Siap-siap untuk tingkatkan Ibadah
Masyarakat Jawa kerap menyambut 1 Suro dengan beragam kegiatan budaya. Contohnya seperti laku tirakat, tapa bisu, hingga jamasan pusaka. Tradisi ini merupakan warisan leluhur yang kaya akan nilai filosofis. Akan tetapi, sebagai seorang Muslim, kita perlu cermat. Penting untuk memastikan semua amalan sejalan dengan kaidah syariat. Hal ini bertujuan agar kita tidak terjerumus pada praktik khurafat atau kesyirikan. Artikel ini akan mengupas tuntas amalan 1 Suro yang benar menurut ajaran Islam.
Hubungan Sejarah Antara 1 Suro dan 1 Muharram
Sebelum membahas lebih jauh, kita perlu memahami konteks sejarahnya. Sistem penanggalan Jawa (Saka) pada awalnya berbeda dengan kalender Hijriyah. Namun, pada masa pemerintahan Sultan Agung dari Mataram, terjadi sebuah akulturasi budaya. Beliau berupaya menyatukan kalender Saka dengan kalender Hijriyah. Tujuannya adalah untuk menyatukan perayaan hari besar Islam dengan tradisi masyarakat Jawa.
Dengan demikian, tahun baru Saka yang sebelumnya jatuh pada bulan April, disesuaikan agar bertepatan dengan 1 Muharram. Nama bulan pertama pun diganti menjadi “Suro”, yang berasal dari kata “Asyura”. Langkah ini merupakan strategi dakwah yang cerdas pada masanya. Namun, seiring waktu, beberapa praktik budaya terkadang bercampur dengan kepercayaan animisme dan dinamisme. Karenanya, pemurnian niat dan cara beribadah menjadi sangat krusial.
Amalan Utama yang Dianjurkan pada Awal Tahun Hijriyah
Islam memberikan panduan yang jelas untuk mengisi hari-hari di bulan Muharram. Amalan ini berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Berikut adalah beberapa ibadah utama yang dapat kita lakukan.
1. Menunaikan Puasa Sunnah
Salah satu amalan yang paling ditekankan di bulan Muharram adalah puasa. Rasulullah SAW menegaskan keutamaannya dalam sebuah hadis.
“Puasa yang paling utama setelah Ramadan adalah puasa di bulan Allah yang disebut Muharram…” (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan betapa mulianya puasa di bulan Muharram. Meskipun puasa yang paling masyhur adalah puasa Tasu’a (9 Muharram) dan Asyura (10 Muharram), kita juga bisa berpuasa pada hari lainnya. Memulai tahun baru dengan berpuasa pada 1 Muharram adalah sebuah pilihan yang sangat baik. Amalan satu suro ini menjadi simbol pengendalian diri. Selain itu, puasa menjadi wujud syukur kita kepada Allah SWT atas nikmat umur.
2. Memanjatkan Doa dan Melakukan Muhasabah
Momen pergantian tahun adalah waktu yang tepat untuk introspeksi diri atau muhasabah. Kita bisa merenungi segala perbuatan selama setahun terakhir. Apa saja kebaikan yang sudah kita lakukan? Apa saja dosa dan kesalahan yang perlu kita perbaiki? Muhasabah membantu kita merancang resolusi yang lebih baik untuk tahun mendatang.
Selanjutnya, iringi muhasabah dengan doa yang tulus. Mintalah ampunan kepada Allah atas segala khilaf. Berdoa agar tahun yang akan datang dipenuhi berkah, hidayah, dan kemudahan dalam beribadah. Sehingga, doa ini akan menjadi bentuk pengakuan atas kelemahan diri dan kebergantungan kita hanya kepada Allah.
3. Memperbanyak Shalat Sunnah dan Dzikir
Malam 1 Muharram atau Malam Satu Suro adalah waktu yang sangat berharga. Daripada begadang untuk hal yang sia-sia, lebih baik kita hidupkan malam dengan ibadah. Lalu, dirikanlah shalat sunnah seperti shalat tahajjud atau shalat hajat. Shalat malam merupakan sarana mendekatkan diri yang sangat efektif kepada Sang Pencipta.
Selain itu, basahi lisan kita dengan dzikir. Perbanyak ucapan istighfar, tasbih, tahmid, dan tahlil. Dzikir tidak hanya mendatangkan pahala, tetapi juga menenangkan jiwa. Mengawali tahun dalam keadaan suci lahir dan batin adalah sebuah permulaan yang ideal. Ini sejalan dengan semangat Islam untuk senantiasa mengingat Allah dalam setiap keadaan.
4. Menguatkan Silaturahmi dan Bersedekah
Islam adalah agama yang sangat peduli pada hubungan sosial. Bulan Muharram menjadi momentum untuk mempererat tali silaturahmi. Kunjungi sanak saudara, teman, atau tetangga. Saling mendoakan kebaikan di tahun yang baru akan memperkuat ukhuwah Islamiyah. Silaturahmi terbukti dapat melapangkan rezeki dan memanjangkan umur.
Amalan mulia lainnya adalah bersedekah. Menyisihkan sebagian harta untuk membantu sesama, terutama anak yatim dan fakir miskin, sangat dianjurkan. Bahkan, terdapat anjuran khusus untuk melebihkan belanja bagi keluarga pada hari Asyura (10 Muharram). Tindakan ini adalah wujud nyata dari rasa syukur dan kepedulian sosial kita.
Menyikapi Tradisi Suro dengan Bijak
Lalu, bagaimana kita harus bersikap terhadap tradisi Suro yang sudah mengakar? Islam tidak melarang budaya selama tidak bertentangan dengan prinsip akidah. Sebuah kaidah fiqih menyebutkan bahwa hukum asal adat istiadat adalah boleh.
Jika sebuah tradisi, seperti perenungan di tempat sepi (tirakat), diniatkan sebagai ajang muhasabah kepada Allah, maka hal itu bisa bernilai positif. Begitu pula tapa bisu (tidak berbicara) bisa dimaknai sebagai upaya menahan lisan dari perkataan sia-sia. Sehingga, kuncinya terletak pada niat dan tata cara. Niat harus lurus karena Allah semata, bukan karena entitas lain.
Akan tetapi, jika tradisi tersebut mengandung unsur meminta kepada selain Allah, mempercayai kekuatan benda pusaka, atau persembahan untuk roh leluhur, maka kita wajib meninggalkannya. Hal tersebut jelas bertentangan dengan ajaran tauhid yang menjadi inti agama Islam.
Jadikan Momentum untuk Perbaikan Diri
Sebagai kesimpulan, 1 Muharram atau 1 Suro adalah momen yang sangat berarti. Mari kita isi hari istimewa ini dengan amalan yang berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah. Kita dapat menjalankan puasa, berdoa, berdzikir, bersilaturahmi, dan bersedekah. Jadikan tahun baru Hijriyah sebagai titik awal untuk menjadi pribadi Muslim yang lebih baik. Dengan demikian, kita tidak hanya melestarikan identitas keislaman, tetapi juga meningkatkan kualitas iman dan takwa kita kepada Allah SWT.
Dinda Aulia Meiliana
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
