SURAU.CO – Negara-negara saat ini berada dalam ketegangan geopolitik global kembali mencuat. Keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik antara Iran dan Israel memicu kekhawatiran luas akan potensi pecahnya Perang Dunia III. Meskipun pihak-pihak terkait telah memulai gencatan senjata dan melakukan deeskalasi, akan tetap ada potensi kemungkinan eskalasi konflik lanjutan tetap membayangi.
Ketakutan akan perang bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh. Menurut Profesor Brian Toon, professor of atmospheric and oceanic sciences yang juga tergabung dalam Laboratory for Atmospheric and Space Physics (LASP), penggunaan senjata nuklir dalam konflik besar bisa melenyapkan hingga 60 persen populasi dunia hanya dalam waktu 72 menit.
Saat bayang-bayang perang dunia menguat, maka perhatian masyarakat internasional mulai tertuju pada satu pertanyaan penting: di mana tempat paling aman untuk bertahan hidup jika perang besar benar-benar terjadi? Apakah Indonesia termasuk?
Parameter Menentukan Wilayah Aman
Adapun sejumlah parameter utama yang saling terkait untuk menilai apakah suatu wilayah tergolong aman dari perang adalah sebagai berikut:
-
Jarak Geografis
Negara yang terletak jauh dari pusat konflik utama seperti Timur Tengah biasanya memiliki risiko yang lebih rendah terkena dampak langsung dari eskalasi serangan militer. -
Netralitas Politik
Negara yang tidak terafiliasi atau tergabung dalam aliansi militer ofensif seperti NATO atau SCO cenderung tidak menjadi target utama dalam perang global. -
Ketahanan Energi dan Pangan
Kemampuan suatu wilayah dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar secara mandiri ketika perdagangan dunia tidak stabil menjadi penentu utama dalam bertahan hidup ketika masa perang berkepanjangan. -
Risiko Menjadi Target Militer
Negara yang tidak memiliki pangkalan militer asing, industri senjata, atau infrastruktur strategis internasional lebih kecil kemungkinannya untuk terlibat. -
Stabilitas Internal
Negara dengan tingkat konflik internal rendah, stabil secara sosial-politik, dan memiliki pemerintahan efektif akan lebih mampu menjaga ketertiban dalam situasi darurat ketika perang pecah. -
Akses Evakuasi dan Letak Geografis
Wilayah yang secara geografis menantang atau memiliki akses pelarian yang memadai cenderung lebih aman dari agresi militer.
Berdasarkan enam parameter tersebut, sejumlah negara dapat menjadi tempat paling aman jika Perang Dunia III pecah.
Daftar Negara Teraman dari Perang
1. Selandia Baru
-
Jarak Geografis: Selandia Baru terletak jauh di selatan Pasifik, membuatnya cukup aman dari pusat konflik global, khususnya di Timur Tengah.
-
Netralitas Politik: Politik dalam negerinya cenderung aman dan tidak tergabung dalam NATO atau blok militer aktif lainnya.
-
Ketahanan Energi dan Pangan: Swasembada pangan, air melimpah, dan energi terbarukan mendominasi.
-
Risiko Militer: Tidak memiliki basis militer asing atau industri strategis global.
-
Stabilitas Internal: Skor Global Peace Index-nya konsisten di peringkat teratas dunia.
-
Geografi: Geografi Selandia Baru yang merupakan gugusan pulau membuat jangkauan konflik bersenjata cukup jauh.
2. Islandia
-
Jarak Geografis: Terisolasi di Atlantik Utara, jauh dari jalur militer utama.
-
Netralitas Politik: Tidak memiliki angkatan bersenjata nasional dan cenderung netral secara internasional.
-
Risiko Militer: Tidak memiliki kepentingan strategis besar bagi kekuatan global.
-
Stabilitas Internal: Stabil secara politik dan sosial.
-
Geografi: Kondisi alamnya mendukung pertahanan sipil dalam situasi ekstrem.
3. Bhutan
-
Jarak Geografis: Pegunungan Himalaya membuat wilayah ini sulit dijangkau secara geografis.
-
Netralitas Politik: Sangat netral, tidak memiliki sejarah keterlibatan konflik global.
-
Risiko Militer: Tidak memiliki infrastruktur strategis atau nilai geopolitik besar.
-
Stabilitas Internal: Pemerintahan stabil, prioritas pembangunan berbasis kesejahteraan warga.
4. Chile (Wilayah Patagonia)
-
Jarak Geografis: Wilayah selatan Chile sangat terpencil dari konflik utama dunia.
-
Netralitas Politik: Tidak tergabung dalam blok militer besar.
-
Risiko Militer: Minim infrastruktur militer besar dan bukan wilayah kepentingan strategis global.
-
Stabilitas Internal: Demokrasi mapan dan tingkat konflik internal rendah.
-
Geografi: Alamnya ekstrem, tetapi justru menjadi penghalang alami dari penetrasi militer.
5. Indonesia
-
Jarak Geografis: Cukup jauh dari pusat konflik seperti Timur Tengah dan Laut Cina Selatan.
-
Netralitas Politik: Politik luar negeri bebas aktif, tidak tergabung dalam blok militer besar.
-
Risiko Militer: Tidak memiliki pangkalan militer asing di wilayah timur, sehingga tidak menjadi target strategis.
-
Geografi: Pulau-pulau terpencil di wilayah timur Indonesia, seperti Papua, NTT, dan Maluku Utara, menyulitkan akses militer ke kawasan tersebut.
-
Catatan: Indonesia tetap perlu memperkuat ketahanan energi dan pangan yang masih bergantung pada impor.
Penutup: Antara Realitas dan Persiapan
Di tengah bayang-bayang konflik global, pembicaraan soal negara teraman dari perang menjadi semakin relevan. Selandia Baru dan Islandia mungkin unggul dalam hampir semua parameter. Akan tetapi, Indonesia tetap menunjukkan potensi yang kuat sebagai negara aman. Secara khusus, wilayah-wilayah di bagian timur yang jauh dari pusaran aktivitas perang memiliki posisi yang aman dari segi geografis, politik, maupun risiko militer. Karena itu, Indonesia masih bisa menjadi tempat aman dari eskalasi global jika perang terjadi. Langkah penting selanjutnya adalah memperkuat ketahanan dan kemampuan dalam negeri. Indonesia masih perlu mengurangi ketergantungan terhadap energi dan pangan impor. Dengan cara ini, negara kita bisa lebih siap menghadapi kemungkinan terburuk, sekaligus tetap aktif mendorong perdamaian dunia. Meskipun demikian, parameter yang digunakan masih dalam klasifikasi sederhana dan belum melibatkan indikator yang lebih kompleks. Di sisi lain, mengatakan kondisi aman suatu negara juga berkaitan dengan lokasi konflik.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
