Masjid
Beranda » Berita » Menyelami Sejarah dan Filosofi Masjid Gedhe Mataram Kotagede

Menyelami Sejarah dan Filosofi Masjid Gedhe Mataram Kotagede

Masjid Gedhe Mataram Kotagede ( Foto/ Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta)

SURAU.CO – Daerah Istimewa Yogyakarta adalah pusat peradaban Islam di Pulau Jawa. Kawasan Kotagede menjadi saksi bisu kejayaan Kerajaan Mataram Islam. Di sinilah berdiri Masjid Tertua Yogyakarta, Masjid Gedhe Mataram Kotagede. Bangunan ini bukan sekadar tempat ibadah. Ia adalah monumen hidup yang menyimpan jejak sejarah, arsitektur, dan filosofi luhur. Usianya bahkan diyakini lebih tua dari Masjid Gedhe Kauman.

Jejak Sejarah Pendirian Masjid

Sejarah masjid ini dimulai dari sebuah langgar kecil. Ki Ageng Pemanahan mendirikannya saat membuka Alas Mentaok. Setelah ia wafat, putranya, Panembahan Senopati, melanjutkan perjuangan. Ia mengubah langgar menjadi masjid megah pada sekitar tahun 1587. Pembangunannya melibatkan masyarakat Hindu dan Buddha kala itu.

Proses pembangunan ini menunjukkan toleransi yang luar biasa. Umat Islam membangun bagian utama masjid. Sementara itu, umat Hindu membangun pagar dan gapura. Panembahan Senopati mendukung konsep ini. Ia berpesan agar bangunan fisik tidak boleh diubah.

Seiring waktu, masjid mengalami pengembangan. Sultan Agung membangun serambi dan halaman pada tahun 1611. Sebuah prasasti di masjid juga menunjukkan tanggal berbeda. Prasasti itu menulis tanggal pendirian pada 27 Juni 1773. Ini adalah era pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I. Perbedaan tahun ini kemungkinan merujuk pada renovasi besar.

Arsitektur Unik Hasil Akulturasi Budaya

Desain masjid ini sangat unik. Ia memadukan arsitektur Jawa, Hindu, dan Islam dengan sangat kental. Perpaduan ini adalah strategi dakwah dari Sunan Kalijaga. Beliau melakukan pendekatan budaya agar masyarakat mudah menerima Islam.

Masjid Soko Tunggal Tamansari: Keajaiban Satu Tiang di Jantung Yogyakarta

Gaya arsitektur Hindu terlihat jelas pada bagian luar. Pagar keliling dan gapura masuknya sangat mirip dengan pura. Dinding setinggi 2,5 meter mengelilingi seluruh kompleks. Sementara itu, arsitektur Jawa terasa kuat di bangunan utama. Ruang utamanya memiliki atap berbentuk tajug bertingkat dua. Bentuk bujur sangkar melambangkan konsep “kiblat papat limo pancer”. Ini adalah simbol kemantapan dan keselarasan dalam pandangan Jawa.

Konsep Luhur Catur Gatra Tunggal

Masjid ini merupakan bagian dari konsep tata kota kerajaan di Jawa. Konsep tersebut bernama Catur Gatra Tunggal. Artinya adalah empat wujud dalam satu kesatuan yang utuh.

“Catur gatra tunggal itu seperti landasan idiil, tetapi dulu saat masih jadi kerajaan,” kata Koordinator Urusan Rumah Tangga Masjid Gedhe Kotagede, Warisman.

Konsep ini terinspirasi dari ajaran Sunan Kalijaga. Warisman menjabarkan setiap elemen memiliki makna penting. Keraton adalah simbol pemerintahan. Alun-alun menjadi simbol kegiatan sosial atau demokrasi. Pasar mewakili pusat ekonomi dan keadilan. Terakhir, masjid adalah pusat kegiatan spiritual atau religi.

Simbolisme Mendalam di Setiap Sudut Bangunan

Sunan Kalijaga menanamkan banyak nilai filosofis pada bangunan masjid. Setiap elemen memiliki makna yang dalam sebagai sarana dakwah.

Tafsir Surah Al-Baqarah Ayat 155

  • Pintu Gerbang: Pintu masuk berbentuk gapura candi. Di atasnya terdapat ukiran kala makara. Ukiran ini berfungsi sebagai simbol tolak bala. Ia juga melambangkan sifat angkara yang harus ditinggalkan.
  • Kolam Penyucian: Sebelum masuk serambi, ada kolam air yang mengelilingi masjid. Kolam ini bermakna bahwa setiap manusia harus suci lahir dan batin saat menghadap Sang Pencipta.
  • Mustaka Penuh Arti: Puncak atap masjid memiliki hiasan kluwih. Hiasan ini bermakna linuwih atau memiliki kelebihan. Ini adalah harapan agar manusia mencapai kesempurnaan hidup.
  • Saka Guru: Ruang utama ditopang oleh empat tiang utama atau saka guru. Keempat tiang melambangkan empat unsur alam, yaitu tanah, air, api, dan udara.
  • Bedug Bersejarah: Di serambi, terdapat bedug kuno berdiameter satu meter. Konon, bedug ini berasal dari pohon besar milik Nyai Brintik. Sunan Kalijaga menemukannya saat mengembara dan mengubahnya menjadi bedug.

Menjadi Pusat Dakwah

Masjid Gedhe Mataram Kotagede menjadi pusat dakwah Islam di Jawa bagian selatan. Panembahan Senopati membangunnya atas perintah Sunan Kalijaga.

“Kanjeng Panembahan Senopati sebagai raja sekaligus murid dari Sunan Kalijaga ini diperintahkan menyebarkan Islam di pedalaman Jawa,” sambung Warisman.

Hingga kini, Masjid Tertua Yogyakarta ini masih berdiri kokoh. Ia menjadi tujuan wisata religi dan saksi bisu keharmonisan budaya yang abadi. (Tri/dari berbagai sumber)


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement