SURAU.CO – 1 Juni 2025, bangsa Indonesia kembali memperingati Hari Lahir Pancasila dasar negara yang tak sekadar menjadi pondasi hukum dan konstitusi, tetapi juga penuntun moral, arah persatuan, dan lambang peradaban. Dalam suasana yang penuh refleksi ini, penting bagi kita untuk menengok kembali sejarah emas umat Islam, terutama di masa kejayaan Andalusia, sebagai cermin yang memantulkan nilai-nilai luhur Pancasila. Sejarah itu bukan hanya romantisme masa lalu, tetapi pelita untuk masa depan.
Andalusia: Tanah Keemasan dalam Cahaya Ilmu dan Toleransi
Andalusia (Spanyol Muslim) adalah salah satu titik puncak peradaban Islam yang bersinar dari abad ke-8 hingga 15 Masehi. Di kota-kota seperti Cordoba, Granada, dan Seville, umat Islam, Yahudi, dan Kristen hidup berdampingan dalam suasana yang penuh harmoni. Mereka saling bertukar ilmu, budaya, dan kebijaksanaan. Di universitas-universitas Andalusia, kita menyaksikan para ilmuwan dari berbagai latar belakang etnis dan agama belajar bersama dan saling menghormati.
Toleransi di Andalusia bukan sekadar slogan, melainkan praktek nyata. Tidak ada diskriminasi sistemik terhadap golongan minoritas. Tidak ada pemaksaan keyakinan. Semua diberi ruang untuk tumbuh dan berkontribusi.
“Dan tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al-Anbiya: 107)
Ayat ini seakan hidup dalam denyut nadi Andalusia. Islam di sana adalah agama kasih sayang, ilmu, dan keadilan. Inilah wajah Islam yang sesungguhnya, dan inilah pula jiwa Pancasila yang ingin kita wariskan pada generasi masa kini.
Tauhid sebagai Pondasi, Ketuhanan dalam Pancasila
Sila pertama Pancasila berbunyi: “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Nilai ini sangat sejalan dengan ajaran tauhid dalam Islam. Tauhid bukan sekadar pengakuan lisan, melainkan sumber akhlak, ilmu, dan kemanusiaan.
Masjid Cordoba yang menjadi ikon arsitektur Islam di Andalusia adalah simbol spiritual dan intelektual yang menyatukan ibadah dan ilmu. Masjid itu bukan hanya rumah ibadah, tetapi juga pusat riset, diskusi filsafat, kedokteran, dan astronomi.
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.”
(QS. Al-Hujurat: 13)
Nilai-nilai keimanan yang kokoh akan melahirkan pribadi yang adil, berilmu, dan bertanggung jawab. Itulah sejatinya makna Ketuhanan dalam Pancasila: meletakkan Tuhan sebagai poros akhlak dan sumber keadilan.
Persatuan adalah Pilar Andalusia dan Indonesia
Sila ketiga Pancasila, “Persatuan Indonesia,” adalah kunci kekuatan bangsa. Di Andalusia, persatuan antarumat dan antarbangsa menjadi kekuatan utama yang menggerakkan kemajuan. Selama umat bersatu, Andalusia menjelma menjadi mercusuar dunia. Namun saat konflik internal dan perebutan kekuasaan merusak ukhuwah, Andalusia pun runtuh perlahan, hingga akhirnya jatuh ke tangan kekuatan luar.
“Seorang mukmin bagi mukmin lainnya seperti satu bangunan, saling menguatkan satu sama lain.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Persatuan bukan hanya soal kesamaan pandangan, tapi kemampuan menghargai perbedaan dalam bingkai tujuan bersama. Begitulah semangat Bhinneka Tunggal Ika — yang juga diwarisi dari semangat Islam: menyatukan hati dalam keberagaman.
Ilmu dan Keadilan: Pilar Islam, Pilar Pancasila
Sila kelima Pancasila berbunyi: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Di Andalusia, nilai ini tumbuh subur dalam bentuk pelayanan publik yang merata. Rumah sakit, sekolah, perpustakaan, dan observatorium dibuka untuk semua kalangan tanpa membedakan latar belakang agama atau status sosial.
Ilmuwan Yahudi seperti Hasdai ibn Shaprut dan tokoh Kristen seperti Michael Scot diberi ruang oleh pemimpin Muslim untuk berkontribusi bagi kemajuan bersama. Pemimpin Andalusia memahami bahwa ilmu adalah milik bersama, dan keadilan adalah kewajiban negara.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat ihsan…”
(QS. An-Nahl: 90)
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
(HR. Ahmad)
Inilah hakikat Islam: menciptakan masyarakat beradab yang menjunjung tinggi ilmu, keadilan, dan pelayanan tanpa diskriminasi.
Refleksi: Indonesia dan Ujian Andalusia di Abad Modern
Bangsa Indonesia saat ini sejatinya sedang menapaki jalan yang mirip dengan Andalusia: beragam dalam suku, bahasa, budaya, dan agama namun dipersatukan dalam satu dasar moral bernama Pancasila.
Jika semangat Pancasila kita jalankan dalam jiwa Islam yang rahmatan lil ‘alamin, maka Indonesia bukan hanya akan kuat, tetapi akan menjadi panutan dunia. Kita harus memelihara persatuan, menjunjung ilmu, menegakkan keadilan, dan memuliakan kemanusiaan.
Kita butuh pemuda seperti Ibnu Sina yang mencintai ilmu. Kita butuh pemimpin seperti Al-Hakam II yang menjunjung keadilan. Kita semua harus meneladani akhlak Rasulullah SAW penuh kasih sayang dan keikhlasan dalam setiap langkah.
Mewarisi Kemuliaan, Menjaga Pancasila
Hari Lahir Pancasila bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi momentum untuk menyelaraskan kembali nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seperti Andalusia yang pernah bersinar karena keimanan, ilmu, dan keadilan mari kita jadikan Indonesia sebagai Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur negeri yang baik dan dirahmati Allah.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)
Mari kita warisi cahaya Andalusia dalam bentuk semangat belajar, menghargai sesama, dan membangun negeri dengan akhlak yang luhur. Karena Islam dan Pancasila bukan dua hal yang bertentangan justru keduanya bersatu dalam nilai-nilai ilahiah dan kemanusiaan.
Selamat Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2025
Semoga kita menjadi generasi yang mampu menggabungkan iman, ilmu, dan amal, untuk Indonesia yang lebih adil, damai, dan bermartabat.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
