Pendewasaan Ismail dan Kehilangan Hajar
Surau.co-Setelah beranjak dewasa, Nabi Ismail menikah dengan seorang perempuan dari kalangan penduduk di sekitar sumur Zamzam. Tak lama setelah pernikahan itu, ibundanya, Hajar, wafat. Hidup terus berjalan, dan Ismail pun mulai menjalani kehidupannya sebagai kepala rumah tangga.
Pada suatu masa, Nabi Ibrahim, ayah Ismail, datang dari tempat yang jauh untuk menengok anaknya. Namun, saat itu Ismail sedang tidak di rumah. Ibrahim kemudian disambut oleh menantunya, istri pertama Ismail.
Pengaduan Sang Istri dan Pesan Tersirat dari Ibrahim
Nabi Ibrahim bertanya kepada istri Ismail tentang kehidupan mereka. Sang istri menjawab dengan nada keluh, “Kami hidup dalam kesusahan dan penderitaan.” Ia menceritakan berbagai kesulitan yang mereka hadapi tanpa menunjukkan rasa syukur kepada Allah.
Mendengar itu, Nabi Ibrahim pun memberikan pesan penuh hikmah. Ia berkata, “Jika suamimu pulang, sampaikan salamku kepadanya dan katakan agar ia mengganti palang pintu rumahnya.”
Tentu maksud Ibrahim bukan soal pintu secara harfiah, melainkan menyampaikan kiasan tentang istri sebagai fondasi rumah tangga.
Ismail Memahami Pesan dan Keputusan Berat yang Harus Diambil
Setelah Ismail pulang, ia merasa ada yang berbeda. Ia bertanya kepada istrinya, “Apakah ada seseorang yang datang hari ini?” Sang istri menjawab bahwa ada seorang pria tua yang datang dan ia telah mengadukan kondisi hidup mereka. Ia juga menyampaikan pesan dari pria itu agar Ismail mengganti palang pintu rumahnya.
Mendengar itu, Ismail langsung memahami. Ia berkata, “Itu ayahku. Dan maksud dari pesannya adalah agar aku menceraikanmu. Maka kembalilah kamu ke keluargamu.” Dengan berat hati, Ismail pun menceraikan istrinya.
Istri Baru dan Kehidupan yang Penuh Syukur
Tak lama kemudian, Ismail menikah dengan wanita lain dari kalangan penduduk sekitar. Suatu hari, Nabi Ibrahim kembali datang. Seperti sebelumnya, Ismail sedang tidak ada di rumah. Ibrahim lalu berbincang dengan istri baru Ismail.
Ia bertanya, “Bagaimana keadaan kalian?” Sang istri menjawab dengan penuh syukur, “Kami baik-baik saja dan hidup dalam kecukupan.” Ia pun memuji Allah atas nikmat yang mereka terima.
Ibrahim pun bertanya lebih lanjut, “Apa makanan kalian?” Dijawab, “Daging.” “Minuman kalian?” tanya Ibrahim. “Air,” katanya. Lalu Nabi Ibrahim mendoakan mereka, “Ya Allah, berkahilah daging dan air mereka.”
Doa yang Berbekas Sepanjang Zaman
Nabi Muhammad ﷺ mengisahkan bahwa saat itu Makkah belum memiliki biji-bijian. Seandainya sudah ada, tentu Ibrahim akan mendoakannya pula. Karena doa tersebut, hingga kini penduduk Makkah tak pernah merasa keberatan dengan makanan berupa daging dan air.
Doa Ibrahim menjadi warisan keberkahan yang terus mengalir bagi Makkah dan penduduknya.
Pesan Terakhir: Pertahankan Palang Pintu Itu
Sebelum pergi, Nabi Ibrahim kembali menitipkan pesan kepada istri Ismail, “Sampaikan salamku kepadanya, dan katakan agar ia mempertahankan palang pintu rumahnya.” Ketika Ismail pulang, ia mendengar cerita dari istrinya dan langsung berkata, “Itu ayahku. Dan maksud dari palang pintu itu adalah kamu. Ia memintaku untuk mempertahankanmu.”
Kali ini, istri Ismail telah lulus dalam ujian kesabaran dan rasa syukur. Ia menjadi ‘palang pintu’ yang kuat dan layak dipertahankan.
Pelajaran Berharga dari Kisah Keluarga Nabi
Kisah ini bukan sekadar peristiwa keluarga Nabi, tapi juga potret nilai-nilai luhur: kesyukuran, kesabaran, pentingnya memilih pasangan yang mendukung kebaikan, serta cara menyampaikan nasihat dengan bijak.
Kadang, sebuah nasihat tak perlu disampaikan secara gamblang. Tapi jika diterima dengan hati lapang dan disampaikan dengan hikmah, dampaknya bisa mengubah hidup.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.