SURAU.CO. Aktris Sha Ine Febrianti mengungkapkan trauma masa lalu menyebabkan mental blok. Hal tersebut mengakibatkan kehilangan kemampuan untuk mengekspresikan kesedihannya. Ironisnya kemarahan menjadi emosi yang dominan, alih-alih mengungkapkannya dengan tetapi malah memilih membungkam diri. Silent treatment mencerminkan kesulitan perempuan dalam mengungkapkan dan memvalidasi emosi mereka
Itulah karakter yang ia perankan dalam film berjudul “Mungkin Kita Perlu Waktu”. Berperan sebagai Kasih, Ine menyebut silent treatment mencerminkan kesulitan perempuan dalam mengungkapkan dan memvalidasi emosi mereka. Perempuan menjadi kehilangan kemampuan untuk mengekspresikan kesedihannya secara sehat. Adanya kebingungan dalam merespons emosi yang berkecamuk. “Namun itu memicu perubahan perilaku Kasih, yang berubah dari sosok ibu penyayang menjadi seseorang yang menarik diri dari suami dan putranya,” kata Ine di Jakarta, Selasa.
Terutama, jika tekanan sosial dan konstruksi gender dalam rumah tangga perempuan itu pun membuatnya tidak nyaman dan mudah menyalahkan diri sendiri sebagai penyebab peristiwa sedih di masa lalu. Dalam memperdalam perannya ini selalu berkonsultasi dengan sang sutradara Teddy Soeriaatmadja Ine. Latar belakang akademik Teddy juga penulis naskah “Mungkin Kita Perlu Waktu” adalah psikologi. Hal inilah yang mempermudah Ine untuk dapat mengeksplorasi karakter. “Teddy adalah seorang psikolog dan luar biasa sekali, tulisannya juga betul-betul dia sendirian menulis, dan kita bisa langsung bertanya dengan Teddy langsung,” tambah artis pemeran Nyai Ontosoroh ini.
Tidak hanya itu, Ine juga melakukan riset di luar naskah. Salah satunya adalah keterkaitannya dengan gestur, suara, dan hal-hal lain saat berbicara. “Mungkin saya tidak perlu menyebutkan siapa, tetapi ada panutan yang gesturnya dan penampilannya saya jadikan referensi, karena beliau memiliki pengalaman yang mirip dengan karakter Kasih,” jelasnya.
Pemenang piala Citra ini memang aktris, ia terbiasa membawakan peran-peran bertema psikologis dan mempunyai nilai atau pelajaran. Menurutnya ia lebih tertarik pada cerita yang membangun emosi dan refleksi. Ada beberapa film yang menggambarkan komitmennya tersebut seperti film Beth (2002), Nay (2015), If This Is My Story (2018), Bumi Manusia (2019), Budi Pekerti (2023), Mungkin Kita Perlu Waktu (2025), dan masih banyak lagi.
Kisah Emosional
Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” berkisah tentang perjalanan emosional sebuah keluarga yang berduka akibat kehilangan salah satu anggotanya, yaitu Sara yang diperankan Naura Hakim. Cerita film bertumpu kepada kehidupan Restu, Kasih, dan putra mereka yang bernama Ombak. Ketiganya mencoba menjalani hari-hari setelah kepergian Sara, anak pertama keluarga tersebut. Namun justru yang terjadi adalah hubungan yang merenggang bukan saling menguatkan. Mamun Kasih menjadi trauma.
Ketiganya terjebak dalam kesedihan dan trauma masing-masing dan komunikasi yang semakin memburuk. Kisah bergulir ketika Ombak bertemu Aleiqa, seorang gadis dengan kondisi bipolar. Kehadiran Aleiqa yang membawa secercah harapan baru bagi dirinya. Meski demikian, hubungan mereka pun tak lepas dari tantangan, terutama dalam hal komunikasi. Kesalahpahaman ini membuat hubungan mereka rentan pecah kapan saja, layaknya bom waktu yang menunggu untuk meledak.
Sederet artis terlibat salam film ini seperti Restu (Lukman Sardi), Kasih (Sha Ine Febriyanti), dan Ombak (Bima Azriel). Selain itu ada juga Tissa Biani sebagai Aleiqa. Film produksi Kathanika Films, Adhya Pictures, dan Karuna Pictures rencananya akan tayang 15 Mei 2025 di bioskop. Film yang juga menampilkan akting Asri Welas, hingga Mian Tiara. Untuk yang suka film bertema psikologi film ini mungkin bisa menjadi tontonan yang menarik,
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.