CM Corner
Beranda » Berita » Misionaris Agama-Agama

Misionaris Agama-Agama

Misionaris Agama-Agama
Ilustrasi: Misionaris Agama-Agama

Oleh: Masykurudin Hafidz, Mahasiswa Pasca Sarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta

SURAU.CO Sepanjang sejarah umat manusia, agama adalah realitas historis dan sosiologis yang paling tahan lama. Tidak ada peradaban yang bertahan ribuan tahun kecuali peradaban itu terbangun di atas asumsi-asumsi keagamaan. Sebaliknya, peradaban yang anti-agama seperti Komunisme ternyata tidak bertahan sampai seratus tahun. Fakta ini seolah ingin mengatakan bahwa peradaban manusia tidak bisa bertahan lama kecuali berasumsi pada prinsip-prinsip transendental-keagamaan. Namun, baik peradaban yang berasumsi agama maupun yang anti-agama, keduanya pernah menjadi faktor pertumpahan darah manusia.

Menghadapi realitas ini, para cendekiawan kemudian merumuskan bagaimana menempatkan agama dalam ranah sosial-politik. Kelompok pertama, yang diwakili oleh cendekiawan modern, mengatakan bahwa agama adalah krisis (Hendrik Kraemer) dan candu masyarakat (Karl Marx). Oleh karena itu, mereka berpendapat sebaiknya agama menjadi urusan pribadi. Wilayah agama hanya ada di hati dan di tempat-tempat suci. Sementara itu, kelompok kedua mengatakan sebaliknya. Justru ideologi-ideologi sekuler-modern yang telah gagal mengangkat martabat manusia. Oleh karena itu, kalangan ini mengatakan, sudah saatnya agama kembali bangkit.

Misi Publik Agama-Agama

Jika kita kaji lebih lanjut, kedua varian pandangan di atas mempunyai titik lemahnya masing-masing. Memang, pada mulanya beragama adalah ketundukan personal dan privat kepada Tuhan. Akan tetapi, kesejatian dari klaim personal itu hanya bisa kita buktikan melalui aksi-aksi kesalehan publik dalam kehidupan bersama. Untuk itu, pesan dan ajaran agama-agama yang bersifat publik harus menjadi acuan dalam kebersamaan hidup. Konsili Vatikan II (1963-65) bahkan menyebut keberagamaan yang memisahkan iman dari tanggung jawab publik sebagai kesesatan yang amat serius. Oleh karena itu, sudah saatnya kita menghadirkan pesan-pesan publik dari agama-agama.

Di antara pesan-pesan publik yang bisa kita dapatkan dari agama-agama yang hidup di negeri ini adalah:

Bahaya Sinkretisme dan Pluralisme Agama

  • Pertama, dari agama Hindu, kita mendapatkan ajaran bahwa setiap manusia mempunyai keterbatasan, sehingga kebersamaan dalam hidup adalah jalan keluarnya (atman Brahman).

  • Kedua, dari agama Buddha, kita mendapatkan ajaran bahwa agama sangat menentang otoritarianisme dan legalisme. Buddha juga melarang manusia untuk saling berkonflik, mencuri uang negara, dan berbohong terhadap publik.

  • Ketiga, dari agama Kong Hu Cu, kita mendapatkan ajaran tentang humanisme (Jen), etika politik (Chun-tzu), dan kemampuan menjadi penguasa yang adil (Te).

  • Keempat, dari agama Kristen, kita mendapatkan ajaran untuk selalu mengasihi sesama. Yesus mengatakan, “Perlakukanlah orang lain sebagaimana engkau ingin diperlakukan oleh orang lain.”

  • Kelima, dari agama Islam, kita mendapatkan dua ajaran utama yaitu keadilan (melalui ajaran zakat) dan ketundukan terhadap hukum atas kesepakatan bersama (Piagam Madinah).

    Mewaspadai Bahaya Pluralisme dan Sinkretisme Agama

Menjadi Misionaris Agama-Agama untuk Masa Depan

Dari contoh-contoh pesan publik di atas, bisa kita simpulkan betapa pentingnya peranan yang agama mainkan dalam kehidupan bersama. Inilah yang Arnold Toynbee (1976) sebut sebagai agama masa depan (the future religion). Agama masa depan adalah agama yang lebih dahulu melakukan transformasi hingga mampu menjawab tantangan zaman. Keserakahan, peperangan, ketidakadilan sosial, dan pencemaran lingkungan adalah problem sosial yang menantang kalangan agamawan untuk segera mereka selesaikan. Untuk itu, sudah waktunya bagi kita semua untuk menjadi misionaris agama-agama, yaitu mereka yang aktif menyebarkan pesan-pesan luhur ini demi kemanusiaan.


Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement