Kalam
Beranda » Berita » Mengingat Sang Pencipta: Jembatan Hati di Setiap Musim Kehidupan

Mengingat Sang Pencipta: Jembatan Hati di Setiap Musim Kehidupan

Ridha Allah, Rezeki yang Tak Bisa Dibeli dengan Dunia
Ilustrasi (Foto: Istimewa)

Mengingat Sang Pencipta: Jembatan Hati di Setiap Musim Kehidupan

SURAU.CO – Seringkali, kita perlu merefleksikan kembali pertanyaan mendasar ini: seberapa seringkah kita benar-benar mengingat Allah dalam kehidupan sehari-hari? Apakah ingatan kita kepada-Nya hanya muncul ketika air mata mulai menetes membasahi pipi, saat hati terasa begitu berat menanggung beban, atau ketika doa menjadi satu-satunya tempat untuk bergantung dan mencari kekuatan? Kemudian, bagaimana dengan momen-momen kebahagiaan yang kita rasakan? Ketika doa-doa yang telah lama kita panjatkan akhirnya dikabulkan, ketika senyum merekah indah di wajah kita, atau saat hidup terasa begitu ringan dan dipenuhi oleh berbagai nikmat yang tak terhingga? 

Fenomena Lupa di Tengah Bahagia: Sebuah Ujian Hati

Sungguh, ini adalah fenomena yang sering terjadi pada manusia. Kita cenderung menjadi begitu dekat dengan Allah di masa-masa sulit, saat kita merasa lemah dan membutuhkan pertolongan-Nya. Namun, seiring dengan datangnya kebahagiaan, ketika masalah-masalah telah teratasi dan hidup terasa nyaman, kita justru secara perlahan mulai lupa. Kita lupa bahwa semua kebahagiaan yang kita rasakan, semua kemudahan yang kita alami, dan semua nikmat yang kita genggam, semuanya hadir karena pertolongan dan kasih sayang-Nya semata. Tidak ada satu pun rezeki yang datang tanpa izin dan kehendak-Nya. Tiada tawa yang terlukis indah di wajah tanpa sentuhan kasih sayang-Nya yang luar biasa. Ini adalah ujian bagi hati kita: apakah kita tetap ingat kepada Sang Pemberi di tengah limpahan karunia?

Allah SWT, dengan segala kemurahan dan keagungan-Nya, telah memberikan peringatan sekaligus janji dalam firman-Nya:

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan mengingatmu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar.”
(QS. Al-Baqarah: 152)

Ayat suci ini mengandung makna yang sangat dalam. Mengingat Allah bukan hanya terbatas pada mengucapkan doa-doa di waktu sempit atau ketika kita dilanda kesulitan. Lebih dari itu, mengingat Allah juga berarti menampakkan rasa syukur yang tulus di waktu lapang, saat kita merasakan kelimpahan nikmat dan kebahagiaan. Ayat ini mengundang kita untuk senantiasa terhubung dengan-Nya, dalam setiap kondisi dan setiap waktu.

Manajemen Waktu: Refleksi Mendalam Bab Bersegera dalam Kebaikan

Dzikir dan Syukur: Kunci Kedamaian Hati Abadi

Ketika hati kita dipenuhi oleh dzikir dan rasa syukur yang tulus, maka hidup ini akan terasa jauh lebih damai dan tenang. Kedamaian ini akan kita rasakan, baik di tengah-tengah ujian yang berat maupun di puncak kebahagiaan yang melimpah. Mengapa demikian? Karena kita memahami bahwa sesungguhnya, hidup ini adalah sebuah perjalanan yang hanya bisa kita jalani dengan kekuatan dan pertolongan dari Allah SWT semata. Tanpa bimbingan dan dukungan-Nya, kita hanyalah makhluk yang lemah dan rentan. Dzikir adalah nutrisi bagi jiwa, dan syukur adalah ekspresi dari hati yang mengenal Penciptanya. Keduanya adalah penawar bagi kegelisahan dan pendorong bagi ketenangan.

Maka dari itu, marilah kita senantiasa menjaga keseimbangan dalam mengingat Allah. Jangan hanya mendekat kepada-Nya ketika kita sedang terluka, berduka, atau merasa membutuhkan pertolongan. Ingatlah Allah juga di saat-saat kita diliputi kebahagiaan, saat tawa riang memenuhi hari-hari kita. Sebab, setiap momen kebahagiaan yang kita alami adalah bentuk kasih sayang-Nya yang luar biasa besar kepada kita. Ini adalah cara kita menunjukkan bahwa kita adalah hamba yang tahu berterima kasih, hamba yang selalu ingat kepada Sang Pemberi Nikmat. Dzikir dan syukur di kala lapang akan menjadi benteng yang kokoh saat ujian datang. Penulis merasakan, ini adalah inti dari spiritualitas sejati.

Menjadikan Allah Pusat dalam Setiap Detik

Pada akhirnya, hidup yang bermakna adalah hidup yang menjadikan Allah sebagai poros dan pusat dari setiap aktivitas kita. Dari bangun tidur hingga kembali terlelap, dalam setiap tarikan napas, harus ada kesadaran akan kehadiran-Nya. Ini bukan berarti kita harus terus-menerus beribadah ritual tanpa henti, melainkan menanamkan kesadaran ilahiah dalam setiap tindakan, perkataan, dan pikiran.

Jika kita bisa mengingat Allah di saat bahagia, itu akan melipatgandakan rasa syukur dan mencegah kita dari kesombongan. Jika kita mengingat-Nya di saat sedih, itu akan memberikan kekuatan, ketenangan, dan harapan. Dengan demikian, hati akan senantiasa tentram, karena ia tahu bahwa segala sesuatu berada dalam genggaman dan kendali-Nya. Marilah kita terus berupaya menjadi hamba yang senantiasa mengingat Allah, baik dalam suka maupun duka, agar hidup kita senantiasa diberkahi dan dipenuhi kedamaian.

Membangun Etos Kerja Muslim yang Unggul Berdasarkan Kitab Riyadus Shalihin

Eksplorasi konten lain dari Surau.co

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

× Advertisement
× Advertisement