Menyingkap Takdir di Balik Ujian: Bagaimana Kedudukan Orang Gila di Akhirat?
SURAU.CO – Setiap tarikan napas dan langkah perbuatan manusia di dunia ini, pada akhirnya, akan bermuara pada satu titik pertanggungjawaban. Konsep ini menjadi salah satu pilar fundamental dalam ajaran Islam. Namun, sebuah pertanyaan yang mendalam seringkali muncul di benak kita. Bagaimana nasib mereka yang di dunia ini tidak mendapat anugrah akal yang sempurna? Sosok yang dalam terminologi fiqih Islam disebut sebagai majnun atau orang dengan gangguan jiwa berat. Apakah neraca amal dan hisab juga berlaku bagi mereka? Tulisan ini akan mencoba mengupasnya secara lebih rinci, berdasarkan dalil dan pandangan para ulama.
Prinsip Utama: Tiada Beban Tanpa Kemampuan Akal
Untuk memahami kedudukan mereka, pertama-tama kita harus mengenal sebuah konsep kunci dalam hukum Islam, yaitu taklif. Secara sederhana, taklif adalah pembebanan syariat, seperti kewajiban shalat, puasa, dan larangan berbuat maksiat. Akan tetapi, syariat ini tidak menjadi beban secara buta kepada setiap individu. Ada syarat utama yang harus terpenuhi, yakni kepemilikan akal yang sehat dan berfungsi (‘aql). Akal inilah yang menjadi dasar kemampuan seseorang untuk memahami perintah, membedakan baik dan buruk, serta membuat pilihan sadar.
Oleh karena itu, ketika akal tidak berfungsi secara sempurna, gugurlah kewajiban tersebut. Hal ini ditegaskan secara lugas dalam sebuah hadis yang sangat populer dari Rasulullah ﷺ. Beliau bersabda:
“Pena (catatan amal) diangkat dari tiga golongan: dari orang yang tidur sampai ia bangun, dari anak kecil sampai ia baligh, dan dari orang gila sampai ia sembuh.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan lainnya)
Hadis ini merupakan fondasi yang kokoh dan jelas. Pena malaikat yang bertugas mencatat amal sengaja “diangkat” atau tidak berfungsi bagi tiga golongan ini. Orang yang tidur tidak memiliki kesadaran. Anak kecil belum matang akal dan fisiknya (baligh). Demikian pula orang gila, mereka tidak memiliki kendali penuh atas akal dan kesadarannya. Dengan demikian, mereka tidak memiliki status sebagai mukallaf atau orang yang dibebani hukum.
Sebagai penulis, saya melihat ini sebagai cerminan betapa logis dan manusiawinya syariat Islam. Agama tidak datang untuk memberatkan, melainkan untuk membimbing mereka yang memiliki kapasitas untuk dibimbing.
Manifestasi Keadilan Mutlak Allah SWT
Selanjutnya, persoalan ini membawa kita untuk merenungi salah satu sifat Allah yang paling agung, yaitu Maha Adil (Al-‘Adl). Keadilan Allah bersifat mutlak, tanpa sedikit pun kecacatan atau tendensi untuk menzalimi hamba-Nya. Menghukum seseorang atas perbuatan yang dilakukannya di luar kendali kesadaran tentu merupakan sebuah kezaliman. Oleh sebab itu, Allah SWT dengan rahmat-Nya membebaskan mereka dari dosa.
Apabila seseorang dalam kondisi gangguan jiwa melakukan tindakan yang merugikan atau melanggar syariat, tindakan itu tidak akan tercatat sebagai dosa. Logikanya sederhana, karena niat dan kesadaran sebagai syarat utama sebuah dosa tidak terpenuhi. Namun, bagaimana jika mereka melakukan kebaikan? Misalnya, karena kebiasaan sebelum sakit, ia sering berzikir atau tersenyum kepada orang lain.
Di sinilah keluasan rahmat Allah bermain. Sebagian ulama berpendapat bahwa kebaikan yang muncul dari kebiasaan atau hasil didikan keluarga bisa jadi tetap bernilai di sisi Allah. Meskipun bukan sebagai pahala atas amal sadar, Allah Maha Pemurah (Al-Karim) bisa saja mencatatnya sebagai bentuk rahmat atau memberkahi keluarga yang merawatnya. Ini adalah sebuah pandangan yang menenangkan hati.
Ladang Amal dan Ujian Kasih Sayang bagi Keluarga
Kehadiran seorang anggota keluarga dengan gangguan jiwa sejatinya adalah sebuah ujian dua sisi. Di satu sisi, ia adalah ujian kesabaran dan keikhlasan bagi keluarga yang merawatnya. Di sisi lain, ia adalah manifestasi kasih sayang Allah yang dititipkan dalam bentuk manusia. Islam memandang aktivitas merawat, melindungi, dan menyayangi mereka sebagai sebuah amal yang sangat mulia.
Setiap suapan makanan, setiap helai pakaian yang bersih, dan setiap momen kesabaran dalam menghadapi mereka adalah ladang pahala yang tak ternilai. Keluarga dengan ujian seperti ini sesungguhnya sedang Allah beri kesempatan emas untuk meraih surga melalui pintu bakti dan kasih sayang. Sebaliknya, menelantarkan, menjauhi, atau memperlakukan mereka dengan kasar adalah tindakan yang sangat tercela. Mereka adalah hamba Allah yang dimuliakan melalui ujian berat, dan sudah selayaknya kita pun memuliakan mereka.
Secara reflektif, cara kita memandang mereka adalah cerminan kualitas iman kita. Apakah kita melihatnya sebagai beban dan aib, atau sebagai pintu rahmat dan ladang amal? Islam mengajak kita untuk memilih pandangan kedua.
Misteri di Hari Kiamat: Babak Penentuan Akhir
Lalu, bagaimana nasib akhir mereka di Hari Kiamat kelak? Ini adalah ranah gaib yang penjelasannya kita sandarkan sepenuhnya pada dalil. Mayoritas ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa orang yang mengalami gangguan jiwa permanen sejak lahir atau sebelum baligh hingga wafat, tidak akan langsung masuk ke neraka. Keadilan Allah menuntut adanya sebuah proses yang adil bagi mereka.
Pandangan yang kuat mengenai hal ini dijelaskan oleh para ulama besar, termasuk Syaikhul Islam Imam Ibn Taimiyah rahimahullah. Beliau menjelaskan bahwa kelompok orang yang tidak sampai dakwah Islam kepada mereka secara benar (ahlul fatrah), atau mereka yang tidak memiliki akal sempurna seperti orang gila, akan melalui sebuah ujian khusus di padang Mahsyar.
Ujian ini akan disesuaikan dengan kondisi mereka, sebuah ujian yang adil dan mampu mereka jalani. Allah akan memerintahkan mereka untuk melakukan sesuatu. Jika dengan kesadaran yang ada saat itu mereka taat pada perintah Allah, maka surga akan menjadi tempat kembali mereka. Namun, jika mereka membangkang, maka neraka menjadi balasan atas pilihan sadar mereka saat itu.
Proses ini, sungguh, menunjukkan puncak keadilan ilahi. Tidak ada satu pun jiwa yang akan mendapat penghakiman di luar kapasitasnya. Setiap orang akan mendapat kesempatan yang adil untuk menunjukkan ketaatan atau pembangkangannya sebelum takdir abadi Allah tentukan.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
