SURAU.CO. Komisi II DPR RI mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk lebih gencar. Mereka harus melaksanakan pendidikan politik secara masif. Sasaran utamanya adalah masyarakat luas, khususnya para pemilih muda.
Dorongan kuat ini mengemuka dalam rapat kerja Komisi II DPR dan pimpinan KPU dan Bawaslu. Agenda rapat berlangsung di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin. Para legislator menekankan pendidikan politik sebagai fondasi pemilu berkualitas.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf mengingatkan KPU dan Bawaslu tentang tanggung jawab besar mereka. Tanggung jawab itu melampaui sekadar aspek teknis penyelenggaraan pemilu. “Salah satu tugas terbesar KPU dan Bawaslu itu adalah justru bagaimana melakukan pendidikan politik kepada masyarakat, terutama generasi muda,” kata Dede Yusuf.
Urgensi Pendidikan Politik bagi Pemilih Pemula
Menurutnya, pemahaman politik dan hak demokrasi sangat vital. Hal ini secara langsung memengaruhi angka partisipasi pemilih. Generasi muda menjadi kelompok yang paling disorot. Mereka adalah masa depan demokrasi Indonesia. DPR khawatir jika pemilih pemula hanya menyerap informasi sepihak. “Itu menjadi sangat urgen, sangat krusial. Konteksnya adalah jangan sampai pemilih pemula mendapatkan informasi hanya dari media sosial. Ini saya pikir hal yang perlu kita pikirkan saat ini,” ujarnya.
Untuk itu, Dede Yusuf mengusulkan pelibatan banyak pihak dalam sosialisasi dan edukasi melalui platform digital harus diperkuat. Kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan menjadi kuncinya. “Saya sepakat dengan pendapat kawan-kawan untuk penggunaan digitalisasi, termasuk media sosial dan juga informasi-informasi lain itu harus melibatkan stakeholders,” tegasnya.
Perbaikan Budaya Politik Jadi Fokus Utama
Pandangan serupa datang dari Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda. Ia menyatakan perbaikan sistem pemilu tidak cukup hanya pada aturan. Perbaikan budaya politik di tengah masyarakat jauh lebih mendesak. “Salah satu yang harus kita perbaiki adalah budaya politik. Strukturnya kita terus perbaiki. Substansi normanya bisa kita perbaiki melalui revisi undang-undang, tetapi kalau budayanya tidak kita perbaiki kan repot,” kata Rifqinizamy.
Ia menilai kritik terhadap pemilu sering kali menyasar praktik di lapangan. Praktik seperti politik uang dan intimidasi masih menjadi momok. Fenomena ini harus terkikis seiring berjalannya waktu agar pemilu semakin baik. “Itu kan sesuatu yang lambat laun harus tidak ada di republik ini, dan setiap pemilu itu makin baik,” tuturnya.
Oleh karena itu, Komisi II DPR memandang pemilu bukan sekadar ajang mencoblos. Pemilu adalah bagian dari proses pendidikan demokrasi berkelanjutan. Sosialisasi harus terus berjalan dan menjangkau lebih banyak orang. Tujuannya bukan hanya partisipasi tinggi, tetapi partisipasi yang cerdas.
“Itu maknanya bukan sekadar kami ingin turun ke dapil, banyak sosialisasi, enggak, tapi maknanya agar tidak sekedar partisipasi pemilihnya yang tinggi, tetapi kemudian partisipasi itu diikuti oleh kesadaran politik yang baik,” jelasnya.
Rifqi berharap generasi muda saat ini dapat menjadi pemilih cerdas di masa depan. “Kita kan punya harapan terhadap anak-anak muda kita yang sekarang SMP, yang sekarang SMA, untuk kemudian bisa menjadi pemilih yang cerdas sebagaimana tujuan kita bersama.”
Respon KPU
Menanggapi dorongan tersebut, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin angkat bicara. Ia mengatakan KPU sebenarnya telah menjalankan program pendidikan pemilih. Program tersebut diwujudkan dalam bentuk sosialisasi yang menyasar berbagai kelompok.
“Di program kami juga salah satu yang menjadi catatan penting program prioritas kami, yaitu pendidikan pemilih pemula dan kelompok rentan. Intinya sosialisasi,” kata Afif dalam rapat.
Afif mengklaim KPU di tingkat daerah sudah banyak berinovasi. Mereka aktif mendatangi sekolah-sekolah untuk memberikan edukasi. KPU kabupaten/kota bahkan kerap menjadi pembina upacara di sekolah. “Misal banyak KPU kabupaten/kota yang datang ke sekolah menjadi pembina acara dan seterusnya. Ini bagian dari upaya pendidikan pemilih dan sosial, termasuk memanfaatkan kelompok-kelompok hobi yang ada, podcast, dan seterusnya,” tuturnya.
Ia mendukung penuh agar program ini berjalan secara berkelanjutan. Sosialisasi tidak boleh hanya masif saat mendekati tahun pemilu saja. “Semua inovasi sedang dilaksanakan dengan semua keterbatasannya,” tutup Afif.
Tambahan Anggaran
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp986 miliar. Tambahan tersebut untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kinerja lembaga itu pada tahun anggaran 2026. “Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan kinerja KPU tahun 2026, KPU mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp986.059.941.000,” kata Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Afif menjelaskan usulan tambahan anggaran tersebut diajukan berangkat dari pagu indikatif KPU tahun anggaran 2026 yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp2.768.839.731.000, sebagaimana Surat Edaran Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas tertanggal 15 Mei 2025. Namun, dia menjelaskan anggaran sebesar Rp2,76 triliun itu dibagi menjadi dua jenis belanja operasional, yakni belanja operasional pegawai sebesar Rp1.608.789.176.000 dan belanja operasional kantor sebesar Rp1.160.050.555.000.
Eksplorasi konten lain dari Surau.co
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
